23 - Wrong Time
23. WRONG TIME
"I know she's cute
but she's mine."
— ♡ —
Figo tiba lebih dulu di rumah Sakura dan langsung menempatkan motor birunya di halaman luas itu. Mobil Saddaru baru muncul setelah Figo selesai memarkirkan motor. Namun ternyata bukan hanya mobil kuning yang muncul, tapi juga mobil pink.
Sambil meletakkan helm di atas jok, Figo mengamati dua mobil super kece itu dan tersenyum lebar melihat mobil Sakura. Dia yakin, yang mengemudi sudah pasti bukan sahabatnya itu ... melainkan kembarannya.
Zelena yang melihat pemandangan di halaman rumahnya lantas mengernyit. Ini sangat kebetulan karena dia datang bersamaan dengan orang-orang itu. Mobil yang ia kendarai pun terparkir tepat di samping mobil Saddaru.
Ketika Saddaru dan Saga keluar dari mobil, Zelena menghentikan pergerakannya yang hendak membuka pintu. Dia menunduk, menatap jaket hitam yang melekat di badannya lalu mendengus berat.
Rasanya tidak mungkin Zelena masuk ke rumah menggunakan jaket kebesaran itu dengan bau rokok yang sangat menempel. Ia pun tanpa pikir panjang melepas jaket Deathrow dari badan mungilnya dan menyampirkan benda tersebut di sandaran jok seberang dia.
Sebelum keluar, Zelena menghirup harum tubuhnya sendiri dan lagi-lagi berdecak karena malah aroma Davila yang tercium.
"Ah!" Zelena jadi kesal.
"Ini cowok bener-bener, ya. Orangnya nggak ada di sini, tapi masih aja bisa bikin kesel!" Cewek itu ngomel-ngomel.
Bukan hanya memaki Davila, Zelena juga memaki-maki jaket Deathrow yang sesungguhnya tidak akan pernah paham apa yang ia katakan. Tepat setelah Saddaru, Figo dan Saga meninggalkan halaman rumah yakni beranjak masuk ke rumah besar itu, Zelena akhirnya keluar dari mobil.
Cewek itu refleks mengibas rambut panjangnya hingga terlihat begitu indah nan cantik, kemudian menutup pintu mobil dan berjalan memasuki rumah dengan santai tapi cara dia menapak sangat menarik.
Sepertinya apa yang Zelena lakukan dan apapun yang ada di diri Zelena selalu terlihat menarik.
Dalam hati cewek itu menebak-nebak apa yang akan Nolan dan Sakura tanyakan pada dia karena semalam dia tidak pulang, bahkan tak ada kabar. Lira juga pasti akan merepet mengenai kejadian semalam. Ah, Zelena hanya bisa pasrah.
Satu tangan Zelena memainkan kunci mobil yang ia putar-putar di udara saat dirinya tiba di ambang pintu, berdiri di sana sambil menatap empat cowok yang tengah asyik berbincang di ruang tamu.
Ketika Nolan, Saddaru, Figo dan Saga menoleh, mereka terdiam sejenak melihat figur Zelena —dan tanpa sengaja mata mereka serempak berhenti di dada cewek itu. Namanya juga lelaki, susah bila mereka langsung tutup mata dan menghindari dosa.
"Anjir." Saga berujar kontan.
"Baru dateng langsung dikasih pemandangan super wow!" Figo berseru. "Gila!!!"
"Zelena!" Suara Nolan meninggi, dia hampir teriak. Bukan hanya terkejut akan kedatangan sang adik yang hilang semalaman, tapi juga kaget melihat pakaian cewek itu.
"Dasar bule," decak Saddaru.
Nolan seketika meninggalkan sofa dan menghampiri Zelena yang belum kunjung berpindah dari posisinya. Dia menggaruk tengkuk, terlihat biasa saja akan reaksi cowok-cowok itu. Zelena memang merasa biasa saja, justru Nolan yang panik.
Lelaki yang sejatinya adalah kakak kandung dia segera menghalangi mata teman-temannya dari badan Zelena. Bukan itu saja, Nolan juga menyuruh semua temannya berhenti memandangi Zelena. Meski Nolan tau teman-temannya hanya bercanda dan tak ada yang perlu dikhawatirkan, tapi tetap saja dia tidak suka tubuh adiknya dijadikan bahan tontonan.
Sambil melirik Zelena dan Nolan yang pergi ke arah tangga, Figo menggeleng samar dan tertawa. Begitu juga Saddaru serta Saga. Mereka baru kali ini melihat Nolan ngoceh tanpa titik koma pada sang adik dan bukannya seram itu malah terlihat lucu.
Kemudian Figo beralih menatap Saddaru yang duduk di sofa berseberangan dengan dia. "Dar, ukurannya sama kayak Sakura, nggak?"
Sejurus kemudian sebuah bantal melayang di udara dan mendarat tepat di wajah Figo. Saddaru menampilkan wajah sebalnya dan berkata, "Tolol, mana gue tau!"
Lantas tawa Figo meledak lagi. Dia menepuk bahu Saga yang duduk di sampingnya, yang juga ikut tertawa mendengar perkataan Saddaru.
"Padahal sering liat tuh," celetuk Figo sambil berbisik Saga dengan satu tangan yang menghalangi pergerakan bibirnya dari mata Saddaru. Sayangnya suara Figo sama sekali tidak seperti orang yang sedang berbisik.
"Heh, gue denger!" Lagi, Saddaru melempar sebuah bantal sofa ke arah dua cowok di hadapan dia.
Sementara tiga cowok itu sibuk menciptakan kebisingan di ruang tamu, Nolan dan Zelena sudah tiba di lantai atas. Zelena mengembungkan pipinya karena sejak tadi sang kakak ngoceh terus —membuat telinganya mulai panas.
Tepat ketika Zelena hendak memasuki kamar, ponsel Nolan yang ada di saku berdering dan cowok itu segera meraihnya untuk ia lihat siapa yang menelepon. Setelah membaca sederet nama di layar, Nolan meminta Zelena untuk berhenti dan melarang cewek itu masuk ke kamar.
Sambil menerima panggilan telepon, Nolan memberi isyarat pada Zelena untuk jangan ke mana-mana. Zelena hanya bisa menurut dan menunggu apa yang setelah ini akan Nolan lakukan padanya.
"Iya, Ma. Anaknya ada di sini kok," ujar Nolan yang seketika otak Zelena tau siapa orang di balik telepon itu.
Nolan lalu menyerahkan ponselnya pada Zelena, membiarkan adiknya berbicara pada Lira. Zelena sebenarnya takut tapi dia tidak bisa menolak. Dia menghela napas berat sembari menempelkan layar ponsel di telinga kiri dan menunduk sejenak sambil menyapa ibunya.
"Sayang, kamu dari mana aja? Kamu baik-baik aja? Ya Tuhan, Mama daritadi nggak bisa konsentrasi, Mama kepikiran kamu!" Lira berucap.
"Maaf, Ma, semalem aku nginep di rumah temen ... aku lupa ngabarin soalnya terlalu asyik main sama dia. Dia temen kampus aku di Amsterdam. Aku seneng banget ternyata dia pulang ke Jakarta," ujar Zelena, tentu saja dia berbohong.
"Kok bisa lupa kasih kabar? Kamu bikin semua orang panik!" ucap Lira.
"Iya ... batre aku low, Ma. Ya udah, hapenya aku simpen aja di tas. Tadinya mau numpang nge-charge tapi malah lupa. Lagian itu juga keputusan aku sama dia nggak megang hape selama lagi ngumpul biar nggak sibuk sama social media," tutur Zelena, dia memejamkan mata karena terus berkata tidak jujur pada ibunya.
"Temen kamu lelaki atau perempuan?" tanya Lira, membuat jantung Zelena berdebaran tidak stabil dalam sekejap.
"Perempuan, Ma, dia nggak keberatan kok aku nginep," jawab Zelena, dalam hati meminta maaf karena merasa sangat berdosa.
Terdengar helaan napas Lira yang terdengar lega. Tidak sampai di situ, Lira berkata lagi, "Jangan ulangi itu ya, Sayang. Kalo mau pergi ke suatu tempat, mau nginep, mau ke mana-mana harus izin. Mama nggak suka kamu berkeliaran kayak gitu. Jangan jadiin itu kebiasaan!"
"Mama nggak nekan kamu, Zelena. Mama cuma mau yang terbaik buat kita semua." Lira melanjutkan.
"Kamu nggak kasian liat Abangmu yang stress banget gara-gara kamu nggak ada di rumah? Sakura juga susah tidur karena mikirin kamu!" seru Lira lagi.
"Iya, maafin Zelena," ucap Zelena, suaranya lebih pelan. "Nggak aku ulangin lagi nantinya."
"Bagus, kali ini Mama maafin kamu. Kalo Mama denger kabar kayak begini lagi, kalo kamu ulangin kesalahan itu lagi, Mama nggak bakal pikir panjang buat pulangin kamu ke Belanda." Lira berucap tegas.
"Iya, Ma." Zelena tertunduk.
Lagi, Lira membuang napas berat. "Jaga diri baik-baik. Mama sayang kamu, sayang semua anak Mama. Jangan bikin Mama kecewa, ya."
"Iya, Mama." Zelena menyahut.
"Ya. Mama mau balik kerja. Kamu temenin Sakura ya, dia pasti seneng kalo ada kamu." Lira berkata. "Atau kamu suruh Nolan telepon Saddaru buat dateng. Biar Sakura seneng."
"Di sini ada Saddaru kok, Ma. Dia dateng sama temen-temennya," balas Zelena.
"Oh, bagus kalo gitu." Lira merasa lebih tenang.
"Ya udah, Mama kerja aja ...." Zelena berujar kemudian. "Maafin Zelena ya, Ma. Mama nggak boleh kepikiran itu terus, nanti jadi nggak fokus kerja."
Lira mengangguk meski Zelena tak melihat. Zelena sambil tersenyum berkata lagi, "Love you, Mom."
Sedetik kemudian sambungan telepon berakhir dan Zelena segera mengembalikan ponsel itu pada Nolan. Cewek itu buang napas panjang dan tersenyum lebar seraya mencubit pipi Nolan yang malah heran melihat tingkahnya.
"Aku udah tenang, udah ngomong sama Mama." Zelena berkata. "Sekarang aku mau tidur. Pusing banget soalnya ...."
"Udah makan belom?" tanya Nolan ketika Zelena berbalik badan.
"Belom," jawab Zelena sambil membuka pintu kamar.
"Makan dulu!" Nolan ngomel lagi.
"Nggak ah." Zelena menyahut tepat ketika dirinya bergerak masuk ke kamar.
Nolan ingin menarik paksa Zelena agar pergi ke dapur dan mengisi perut, tapi adiknya itu sangat cepat menutup pintu. "Zelena!" seru Nolan.
"Abang, suruh Saddaru temenin Sakura! Ini perintah Mama!" sahut Zelena dari dalam kamar, tanpa peduli akan omongan kakaknya yang menyuruh dia untuk makan.
Nolan ingin marah, tapi langsung meredam dan memilih untuk meninggalkan tempat. Dia hanya akan belajar lebih memahami sifat Zelena yang jauh lebih mengesalkan dibanding Sakura. Sakura itu lembut dan mudah menurut, sementara Zelena jauh lebih keras.
Karena itu, Nolan seperti melihat dirinya ketika remaja tiap kali melihat Zelena. Kelakuannya sama.
Lelaki tampan itu menuruni anak tangga dan berjalan ke dapur untuk menemui Icha yang baru saja kembali dari ruang tamu setelah membuatkan minuman dan memberikan makanan ringan untuk para tamu.
"Cha, tolong bikinin makanan buat Zelena. Dia belom makan," ucap Nolan. "Nanti bawain ke kamarnya, ya."
Setelah itu, barulah Nolan kembali ke ruang tamu dan menemui para temannya sedang santai di sana sambil menikmati acara di televisi. Figo tiduran di sofa, Saga berselonjor di lantai berlapis karpet sambil makan keripik, sedangkan Saddaru tengkurap di sofa alias tidur.
"Saddaru molor beneran?" Nolan menunjuk cowok itu.
"Ngantuk dia. Kayak tai ya segala ngantuk." Figo menyahut.
Nolan mengangguk paham. Padahal dia berniat menyuruh Saddaru ke kamar Sakura. Tapi apa daya, dia juga tidak tega membangunkan seseorang yang memang sejak tadi matanya merah karena menahan kantuk.
"Gue tadi nelpon Alan, suruh dia ke sini." Figo berkata. "Lo nggak nyuruh Brisia? Mumpung lagi pada ngumpul, Cuy."
"Gue abis ini mau ke Brisia. Mau jalan." Nolan nyengir. "Lo pada di sini aja ya."
"Tai!" Saga menimpuk Nolan dengan dua keping keripik.
"Emang tai!" Figo ikutan mencibir Nolan.
"Lo juga dong sana jalan sama cewek lo!" Nolan menyahut. "Pacaran kok berasa jomblo. Sian amat."
"Ah, nggak usah diomongin." Figo seketika murung mengingat kejadian di kampus tadi pagi. Dia beralih menatap televisi, namun sama sekali tidak ada rasa minat pada serial tentang pembunuhan di sana.
"Lah, ngapa lo, Bro?" Nolan terbahak. "Berantem? Awet bener! Jangan egois, minta maaf aja, beres!"
"Udah putus, Anjing!" Figo pun melempar bantal ke Nolan dan langsung ditangkap lelaki itu.
Seketika Saga menoleh, Nolan pun membuka mulutnya lebar-lebar. Mereka baru tau dan tentu saja terkejut mendengarnya. Padahal selama berpacaran, Figo dan Eleanor sangat jarang bertengkar. Sekalinya berantem pasti beberapa jam kemudian sudah baikan lagi. Mereka juga terkenal lucu cara berpacarannya, tidak berlebihan. Makanya, ini seperti kejutan mendengar hubungan keduanya telah kandas.
"Kok putus?" Nolan bertanya. "Ada pelakor?!"
Bukannya menjawab. Figo malah pura-pura tuli dan lebih memilih sibuk melihat televisi. Dia sebenarnya sangat sakit hati diputuskan sebegitu ngenesnya oleh Eleanor. Siapa yang tidak sakit bila merasakan itu? Diputuskan secara tiba-tiba, tidak ada penjelasan yang signifikan, malah omongan Eleanor seperti mengada-ngada.
Tapi, Figo malas menceritakan itu pada siapapun. Cukup dia yang merasakan kejadian pahit itu. Lagipula, Figo tipe orang lebih senang menebar kebahagiaan daripada kesedihan.
Nolan pun mendekati Figo dan menepuk bahu cowok itu. "Sabarin. Bukan jodoh namanya."
"Udah, lo nggak usah ngejar-ngejar dia lagi kalo masalahnya ada di dia. Biarinin aja. Kalo lo kejar, dia kesenengan. Nanti dia jadi semena-mena sama lo, Bro." Nolan tertawa kecil.
"Santai. Cewek masih banyak di dunia ini." Saga menyahut.
"Iya, tapi lo sampe sekarang jomblo terus, Ga. Heran gue," balas Nolan.
Sekarang giliran Saga yang murung tapi Nolan malah menertawakan dia. Figo pun sama. Dia sangat suka menjadikan temannya korban bully. Seperti yang dia lakukan terhadap Saga sekarang ... dia menimpuk cowok itu dengan bantal berkali-kali hingga berujung pertengkaran.
Saga beranjak, lalu meniban Figo di sofa dan cowok itu mencoba berontak tapi badannya dikunci oleh Saga. Nolan makin tak bisa mengontrol tawanya.
"AMPUN, TAI, BADAN LO KAYAK BATU, BERAT BENER!" Figo berseru.
Karena mereka berisik, seseorang yang sedang tidur di sofa seberang lantas terbangun dan tidak tanggung-tanggung dia langsung melempar tiga buah bantal ke arah Figo dan Saga.
"Berisik!" omel Saddaru, membuat Saga dan Figo berhenti mengeluarkan suara untuk beberapa detik.
"Sini balikin satu bantal," ucap Saddaru lagi.
"YEU!" Saga pun balas menimpuk Saddaru dengan bantal itu.
"Jangan bacot. Gue ngantuk," sahut Saddaru seraya meletakkan bantal tadi di satu titik dan menaruh kepalanya di sana. Dia tengkurap lagi dan kembali tidur.
Untuk beberapa sekon Saddaru nyaman dengan posisi tidurnya. Apalagi Saga dan Figo tidak ribut lagi. Ini sangat membuat telinga Saddaru adem, membuatnya lebih cepat pergi ke alam bawah sadar.
Sayangnya, Saddaru tak dibiarkan tidur nyenyak oleh dua sahabatnya itu karena secara tiba-tiba mereka mendekat. Figo naik ke atas badan Saddaru, lalu Saga naik ke badan Figo. Nolan tidak tinggal diam, dia ikutan menimpa Saga dan seketika Saddaru memekik tapi suaranya seperti terjepit.
"TAIIII!" seru Saddaru.
— ♡ —
Alan baru tiba tepat ketika Nolan pergi bersama mobilnya untuk menjemput Brisia. Alan, si jangkung yang berkharisma itu turun dari mobil putihnya dan masuk ke rumah itu. Dia langsung menemukan Figo yang sedang melahap kue coklat bersama Saddaru yang terlelap di sofa.
Figo menyambut heboh kedatangan Alan. Cowok itu juga langsung menagih titipannya berupa baso aci yang kebetulan ada di dekat rumah Alan. Alan membawanya, tapi tak hanya satu porsi. Selain cakep selangit, Alan juga tidak pelit.
"Mana Saga?" tanya Alan.
Figo mengarahkan matanya ke lantai atas, tepatnya ke kamar Sakura. Mata Alan lalu membulat dan menyeletuk, "Ngapain?"
"Penasaran sama kakinya Kurkur katanya," sahut Figo, padahal dia tau bukan hanya itu tujuan Saga.
Alan mengangguk paham seraya melirik Saddaru yang benar-benar tidak bergerak. Kalau di sini ada cewek, pasti mereka akan kesengsem melihat paras Saddaru ketika tertidur pulas. Gantengnya nggak ada yang bisa nandingin!
Figo yang sudah tak sabar melahap baso aci itu langsung beranjak dan penuh semangat dia pergi ke dapur untuk mengambil peralatan makan.
"Ambilin buat gue juga, Go!" seru Alan.
Di tempat lain, tepatnya di kamar Sakura, gadis itu mengubah posisi tidurannya jadi duduk ketika Saga datang. Sebenarnya Sakura sudah tau mereka ada di rumah ini sejak tadi. Tapi, Sakura merasa malu untuk menampakan diri —karena kakinya seperti itu.
Dia juga merasa sedih karena Saddaru tidak mampir ke kamarnya. Padahal biasanya ketika mampir ke rumah, cowok itu langsung mendatangi Sakura untuk sekadar melihat keadaannya. Sakura jadi minder.
"Saga," sapa Sakura.
Saga mendekat dan duduk di tepi kasur. Dia mengamati Sakura, lalu matanya berhenti di satu kaki Sakura yang dililit perban. Sebetulnya Saga merasa tak enak hati, dia takut menganggu gadis yang sedang anteng menyaksikan tayangan Netflix itu. Kelihatannya Sakura sangat menikmati film tersebut dan harus terganggu akan kehadiran Saga.
"Lo nggak mau ke bawah?" tanya Saga. "Gue bantuin."
Sakura menggeleng. "Mau di sini aja."
"Kamu kenapa ke sini?" tanya Sakura. "Maksud aku, kan temen-temen kamu di bawah semua ... kok kamu sendiri ke kamar aku?"
"Gue mau ngomong sesuatu," jawab Saga. "Gue ketauan, Sa."
Kening Sakura mengerut. "Ketauan apa?"
"Bokap nemuin file itu di laptop gue. Dia marah, gue sampe dihukum. Laptop gue dihancurin, hape gue disita, gue juga dikurung di kamar. Tadi aja gue nggak ngampus. Gue bisa ada di sini gara-gara Saddaru sama Figo dateng ke rumah gue, nolongin gue," tutur Saga.
"Gue kabur," lanjut Saga.
Sakura terlihat agak syok, karena mengetahui seganas apa ayahnya Saga. Ini membuat dia semakin takut akan sosok Alger. Karena dari awal bertemu pria itu, Sakura sudah merasakan aura yang aneh tiap kali dirinya berdekatan dengan Alger. Padahal Alger tak berbuat macam-macam terhadapnya, tapi Sakura merasa Alger seperti ingin melukainya.
"Kondisi lo juga nggak memungkinkan buat bantuin gue," cetus Saga.
Perkataannya tanpa ia sadari berhasil menampar Sakura. Bahu gadis itu melemas, dia nampak sedih mendengarnya. Karena merasa salah bicara, Saga spontan berkata, "Eh, maksud gue bukan gitu. Gue nggak mau lo ribet sendiri gara-gara masalah ini. Gue tau lo perlu banyak waktu buat istirahat, nggak mungkin ngurus ginian."
Sakura menghela napas. Dia tersenyum maklum dan mengangguk samar. Dia juga menatap nanar kakinya yang terluka itu, dalam hati bertanya-tanya kenapa kakinya harus seperti itu. Dia jadi merasa tidak berguna.
"Jadi, buat beberapa waktu ke depan lo nggak usah ikut urus masalah ini, ya ...." Saga berkata dengan lembut, dia tiba-tiba merasa takut bicara pada Sakura. Lebih tepatnya takut omongan dia menyinggung perasaan gadis itu.
"Gue mau lo istirahat biar cepet sembuh." Saga berucap.
"Gue bakal tetep berusaha cari tau siapa pembunuhnya, Sa. Gue paham, lo takut pembunuh itu ngincer bokap lo," ucap Saga.
"Doain gue aja." Saga melanjutkan.
Sakura mengangguk. Dia memandang Saga dan membalas, "Maaf, aku bikin kamu repot, ya?"
"Nggak, Sa." Saga meyakinkan. Dia bersikap sangat lembut dan berusaha sebisanya membuat Sakura tenang, serta berhenti berpikir dirinya tidak berguna.
Dan makin hari, Saga merasa seperti kehilangan jati dirinya tiap kali berada di dekat Sakura.
Tanpa keduanya sadari, pintu kamar ini terbuka sedikit. Di luar sana berdiri seorang cowok yang beberapa menit lalu baru terbangun dari tidur. Dia berkeinginan pergi ke kamar Sakura karena cewek itu yang membuatnya tiba-tiba membuka mata padahal dirinya sedang mimpi indah.
Tapi, setelah tiba di depan kamar sang pacar, niat Saddaru seketika lenyap. Lewat celah pintu dia melihat Saga di sana, bersama Sakura yang sedang berbincang dan ia tak tau mereka membahas apa. Saddaru bisa saja nyelonong masuk, namun nyalinya menciut.
Lagipula Saddaru memikirkan beberapa hal sebelum bertindak. Dia tidak mau bertingkah seenaknya terhadap Sakura karena status tak menjamin apapun. Setiap orang punya privasi. Saddaru tak mau kehadirannya mengganggu Sakura dan Saga —lebih baik bersikap dewasa.
Dia mencoba berpikir positif meski hatinya mendadak panas. Selalu seperti itu bila melihat Sakura berduaan bersama cowok lain.
Ketika sedang fokus mengamati dua orang itu, seseorang muncul dari balik pintu kamar yang bersebelahan dengan kamar Sakura. Cewek itu berdiri di ambang pintu, memegang ponsel yang bergetar dan layarnya menampilkan nama 'Dante'. Melihat Saddaru yang terdiam di depan kamar Sakura, Zelena berniat menyapa cowok itu.
"Dor." Suara Zelena tidak kencang, nadanya datar, tapi Saddaru malah kaget.
Cowok itu menoleh dan mata mereka bertemu dalam beberapa detik lamanya. Mata Saddaru sekilas tertuju pada pakaian Zelena yang belum berganti sejak tadi, masih dengan bra dan jins pendek itu.
"Masuk aja kali. Berasa baru pacaran satu minggu aja," celetuk Zelena.
"Zel, pake baju kek." Saddaru merasa tidak nyaman melihatnya.
Zelena spontan menunduk dan baru menyadari hal itu. Dia lantas menahan tawa dan mundur. "Eh iya, lupa."
Usai Zelena kembali masuk ke kamar, Saddaru ikutan meninggalkan tempat. Ada rasa sesal yang menghantuinya karena dia pacar Sakura, tapi malah cowok lain yang lebih cepat hadir menemani Sakura saat cewek itu butuh teman agar tidak merasa kesepian.
Andai tadi Saddaru bisa lebih lama menahan rasa ngantuk. Dia tidak akan tertidur di sofa, dan pastinya dia pergi ke kamar Sakura —mengisi waktu bersama pujaan hatinya tersebut.
Baru saja kaki Saddaru bertemu dengan tangga, langkahnya spontan terhenti saat tiga orang pria masuk ke rumah Sakura. Kedatangan mereka membawa aura tegang yang sama sekali tidak diharapkan siapapun. Ketiganya bergaya angkuh, dan pria yang berdiri di tengah itu berseru lantang,
"Di mana Saga?!"
Ya, siapa lagi kalau bukan Alger Dominiguez.
### To Be Continued.... ###
spesial:
JANGAN LUPA FOLLOW IG:
@radenchedid
@noveloscillate
TERIMA KASIH SEMUANYAAAAH👏🏻👏🏻👏🏻☔️🍼🌈💜🌷
- raden chedid selirnya dante -
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro