20 - Akhir Terbaik
20. AKHIR TERBAIK
Sakura mengajak Eleanor untuk mampir ke rumahnya. Di dalam sama ada para pengangguran yang sudah biasa menjadikan rumah ini sebagai 'tempat tongkrongan'. Eleanor sebelumnya menolak karena takut kedatangannya mengganggu mereka, namun Sakura memaksanya dengan halus.
"Hai." Sakura menyapa teman-temannya yang tengah asyik menikmati suasana di ruang keluarga. "Ini Eleanor. Temen aku."
Semua mata seketika tertuju pada gadis di samping Sakura. Eleanor tersenyum dan sedikit mengangguk kepada cowok-cowok itu.
Figo memerhatikan Eleanor dengan wajah ceria dan senyuman sangat lebar, Saga memandang cewek itu dengan sedikit mengerutkan kening —padahal tidak ada yang perlu dibuat bingung, Nolan memamerkan senyum manisnya, dan Saddaru malah memerhatikan cewek imut di samping Eleanor.
"Gue Figo." Figo tiba-tiba beranjak dari sofa hanya untuk bersalaman dengan Eleanor.
"Eleanor." Cewek itu membalas.
"Heh, pala banteng!" Nolan menghardik pada Figo. "Itu tangan orang jangan dipegang terus. Abangnya temen kampus gue, lho, orangnya sadis!"
Lantas, Sakura tertawa karena mendengar ucapan Nolan. Figo pun cemberut dan melepaskan tangan Eleanor dari 'genggaman'nya. Dia kembali ke sofa, lalu menawarkan Eleanor untuk duduk di sebelahnya.
Sayangnya, Eleanor menolak. "Gue nggak bisa lama-lama, mau langsung balik. Itu mobil mau dipinjem Bang Ori soalnya ...."
Figo langsung mendesah berat dan nampaknya dia kecewa. Segera Saga menoyor kening Figo karena cowok itu bersikap lebay dan ngeselin.
"Ya udah hati-hati di jalan," kata Nolan. "Salam buat Ori."
Eleanor mengangguk. Dia berpamitan pada semuanya dan diantar Sakura sampai ke depan rumah. Sepeninggal dua cewek itu dari ruangan ini, terdengar helaan napas lega dari Saddaru.
"Itu adeknya Ori bocah Deathrow, bukan?" celetuk Saga.
Saddaru mengangguk. "Iya. Kok Sakura bisa kenal dia, ya?"
"Namanya juga jodoh. Kan, jodoh pasti bertemu." Figo nyengir.
Dan akhirnya cowok-cowok itu larut dalam obrolan mengenai jodoh. Sebenarnya topik tersebut sangat sensitif bagi Saga dan Figo yang sampai sekarang belum menemukan perempuan untuk dijadikan pacar.
Figo terlalu mencintai dirinya sendiri sampai sulit mencintai orang lain. Sementara Saga ... dia selalu terjebak dalam masa-masa menyebalkan, yaitu orang yang ia taksir selalu menjadi pacar sahabatnya.
Poor Saga. Kalau kalian bersedia jadi pasangan hidupnya, hubungi Raden sekarang ya.
Beberapa saat setelah itu, Sakura kembali lagi ke ruangan ini. Kali ini ia datang bersama seekor kucing lucu yang berada di gendongannya. Olin sangat senang bila Sakura sudah pulang dari sekolah. Selain Olin selalu rindu Sakura, Olin juga malu karena rumah ini dipenuhi cowok-cowok ganteng.
"Tadi aku sama Eleanor dicegat Riderking." Sakura berujar seraya menempatkan diri di sofa, tepatnya di samping Saddaru.
"Terus kamu gimana? Diapain sama mereka?" tanya Saddaru yang seketika mengamati Sakura begitu serius, takut ada sesuatu yang terjadi pada gadisnya itu.
"Tadinya Dion minta tanggung jawab gitu sama aku ... soalnya dia bilang semalem anak-anak Riderking banyak yang masuk rumah sakit gara-gara kecelakaan," tutur Sakura, "Dion bilang gara-gara kamu."
Mendengus, Saddaru membanting punggungnya di kepala sofa. Dia sudah yakin, pasti Dion bakal berbuat aneh-aneh terhadap temannya bahkan pacarnya akibat kejadian semalam.
"Tapi untungnya tadi temen sekolah aku dateng, mereka nolong aku sama Eleanor." Sakura terlihat lega berkata seperti itu. "Padahal, aku kira Zach sama Badra itu ada niat jahat sama aku. Soalnya tiap hari ngekorin aku terus sampe deket rumah."
Nolan terdiam mendengar ujaran Sakura. Tanpa adiknya ketahui, Zach dan Badra adalah orang suruhannya untuk menjaga Sakura. Karena Nolan tau, Sakura selalu menjadi incaran dua manusia gila yang pernah ada di bumi. Davila dan Dion. Nolan takut sewaktu-waktu dua lelaki itu menyerang Sakura ketika cewek itu sedang sendirian dan tak bisa melawan.
"Sakura," panggil Nolan yang Sakura sahut dengan gumaman.
"Mandi sana." Nolan menyuruh.
Sakura yang penurut itu segera meletakkan Olin di pangkuan Saddaru dan beranjak meninggalkan tempat. Anak itu berjalan cepat ke arah tangga dan Nolan berseru hingga membuat Sakura menoleh.
"JANGAN PAKE PIYAMA. KITA MAU PERGI SOALNYA," seru Nolan.
• • 🌻 • •
Alan dan Brisia baru datang ketika Sakura dan yang lainnya sudah tiba di tempat sejak dua puluh menit yang lalu. Beberapa hari lalu, Sakura pergi ke tempat ini bersama Saddaru dan pulang karena ada masalah pada arus listrik.
Mereka datang ke taman hiburan ini bukan tanpa alasan. Semua ini atas permintaan Nolan karena ada sesuatu yang akan ia sampaikan kepada teman-teman, pacar dan adiknya.
"Tumbenan ni Bos Nolan nraktir kita ke sini," kata Figo sambil menggerakkan kedua alisnya naik-turun.
"Tiga hari lagi Abang pergi." Sakura menyahut.
"Hah? Ke mana, No?" Figo bertanya sangat serius.
"Keliling dunia." Sakura lagi yang menjawab. "Abang mau ke negara-negara keren terus aku nggak diajak."
"Yah ... jahat lo, No. Ajak-ajak kita dong!" Figo menyeletuk.
"Berapa lama, Man?" Saddaru bertanya.
Nolan menggeleng samar. "Nggak lama. Pokoknya selama gue nggak di sini, gue titip Sakura sama lo semua, ya."
"Terutama lo, Saddaru." Nolan menunjuk Saddaru. "Kalo gue dapet laporan aneh-aneh dari Sakura, lo bakal gue tenggelemin di laut kalo gue udah balik."
"Mampos." Figo berucap tepat di depan wajah Saddaru, bahkan bibirnya hampir menyentuh bibir Saddaru.
Maka, Saddaru spontan menampol Figo dan mendorong cowok itu agar jaraknya jauh dari dia.
Mereka terbahak, mengenyam momen ini sebelum Nolan pergi untuk beberapa hari ke depan. Sakura sudah pasti akan merindukan kakaknya itu. Tapi, Sakura tak bisa melarang Nolan untuk pergi. Sebab Nolan pergi bukan untuk sekadar jalan-jalan, tapi buat mencari inspirasi dan menambah wawasannya.
"Semoga listriknya nggak error lagi," gumam Sakura yang sejak tadi asyik memakan es krim sambil melihat permainan di sekelilingnya.
Saddaru terkekeh. "Semoga kamu nggak nyebur lagi. Hahahaha!"
"AYO NAIK ROLLER COASTER!!!" Figo berseru heboh, bikin teman-temannya malu membawa dia ke tempat ini.
"Ya elah, Go, tadi aja lo muntah naik ontang anting," ceplos Saga.
"Kali ini nggak bakal!" kata Figo penuh percaya diri.
"Aku nggak mau ikut," sahut Sakura.
"Ikut dong, Sa." Figo memelas. "Semuanya harus ikut ... nggak serem kok! Believe me, Sa!"
"Nggak mau." Sakura menolak. Dia lalu menengadah dan menatap jalur roller coaster yang terletak tak begitu jauh dari tempat dia berdiri. Tinggi, panjang, meliuk-liuk dan terlihat mengerikan.
"Nggak ah. Aku di sini aja, nunggu kalian." Sakura hendak pergi mencari tempat untuk ia duduk, dan teman-temannya hanya bisa mengamati dia tanpa berkata apapun.
"Beneran nggak mau ikut? Emangnya berani sendirian?" celetuk Saddaru saat Sakura berjalan semakin jauh untuk menghampiri sebuah bangku panjang.
Sakura tidak merespons. Mungkin dia tak mendengar karena tempat ini lumayan ramai. Sesaat setelah Sakura duduk anteng di bangku panjang itu, teman-temannya pun pergi dengan sebelumnya berpamitan pada Sakura. Mereka melambaikan tangan ke Sakura dan menyuruh gadis itu untuk tidak ke mana-mana.
Beberapa saat semuanya terasa baik-baik saja. Sakura dengan tenang menikmati es krim cone-nya sembari menoleh ke kiri dan kanan —memerhatikan orang-orang yang berlalu-lalang di dekatnya.
Saat sedang seperti itu, es krim Sakura tiba-tiba terjatuh padahal dia memegangnya cukup benar. Sakura menatap es krim itu dengan sedikit mengerutkan kening, dan seketika dia menengadah —melihat gerbong roller coaster bergerak cepat melintasi jalur yang ada bersamaan dengan teriakan nyaring dari semua penumpang.
Bersamaan dengan itu, Sakura mendengar suara keributan dari arah kanan. Di sana ada sepasang suami istri bersama satu orang anak kecil yang sedang ribut. Sang suami marah-marah, sedangkan istrinya menunduk lalu mengangkat anak itu dan berjalan meninggalkan pria tersebut.
Di sisi kiri Sakura, seorang remaja terlihat mual-mual dan tiga orang temannya malah menertawakan dia.
Semuanya memang bukan urusan Sakura, tapi hal tersebut membuat perasaannya menjadi sangat tidak enak. Ditambah lagi sekarang dia sendirian, teman-temannya pergi untuk mencoba menaiki sebuah wahana yang Sakura anggap seram.
Awalnya Sakura yakin, dia pasti berani sendirian di tempat ini tanpa kehadiran para temannya. Namun ternyata ... nyali Sakura secepat itu hilang.
Sesuatu mengejutkan Sakura ketika kepalanya tak sengaja mengarah serong ke kiri dan matanya menangkap sosok serba hitam dengan tudung di kepalanya. Sosok itu berpakaian persis seperti orang yang menembak anak panah ke arah Sakura di kafe beberapa waktu lalu.
Mata Sakura membulat sedetik setelah orang itu memamerkan sebuah pisau kecil yang ia genggam. Sakura membuka mulutnya, dia syok.
Secepat kilat orang itu pergi dari tempat dan wujudnya seketika hilang dari pandangan Sakura karena terhalang oleh tembok. Tak pikir lama, Sakura berlari mencari teman-temannya di tengah keramaian.
Dia pergi ke tempat antrean permainan roller coaster. Teman-temannya berada di antrean depan, sedangkan Sakura berada di paling belakang dan di hadapannya terdapat sekitar empat belas orang yang tak ia kenal.
"BANG NOLAN!" Sakura memanggil, dia begitu cemas.
"BANG! SADDARU!" Sakura terus memanggil, tapi tak ada satupun yang mendengar karena mereka asyik bercandaan di sana.
Rasanya Sakura mau menangis. Dia menoleh ke belakang, takut di sana ada sosok serba hitam tadi. Dia sangat panik dan ketakutan. Sakura juga takut terjadi apa-apa pada temannya karena firasatnya benar-benar buruk.
Sekarang, pintu di depan sana telah terbuka dan rombongan Saddaru masuk. Sakura keringet dingin, dia berharap memiliki kekuatan super agar bisa terbang dan menyeret teman-temannya untuk segera kembali ke rumah.
"FIGO! SAGA! KAK BRISIA!" Sakura berseru lagi, membuat pengantre di dekatnya merasa terganggu. Tapi, Sakura tak peduli. "KAK ALAN!!! SADDARU! BANG NOLAN!"
Nekat, Sakura menerobos antrean itu sampai semua orang marah-marah dan mengumpat karena menganggap Sakura berlaku curang. Sakura melakukan itu karena terpaksa. Dia bahkan menerobos orang-orang tadi sambil meminta maaf.
"DUA ORANG LAGI." Petugas itu berseru, karena kurang dua orang untuk menaiki wahana ini.
"SAYA!" Sakura menyahut.
"Maaf, Mbak, dimohon mengantre ... biar adil sama yang lain," ujar petugas itu.
"Please, Mas, say—"
"Ngantre dong!" Seorang cewek menyentak Sakura.
Sakura langsung bungkam dan dia tercenung sesaat. Tapi, tak sampai di situ, Sakura yang masih ketakutan itu dengan gerakan cepat mendorong cewek tadi agar menyingkir dari ambang pintu. Setelah cewek itu menyingkir, Sakura mengambil kesempatan untuk masuk dan berlari cepat menghampiri teman-temannya.
"Hey!" Petugas itu memanggil Sakura.
Sakura berhasil masuk dan dia menghampiri para temannya yang sudah naik ke gerbong. Menyadari kehadiran Sakura, mereka lantas terkejut karena tadi Sakura tidak mau ikut, dan sekarang anak itu mendadak ada di sini.
"Lho, Sa?" Saddaru menatap pacarnya tersebut.
Di paling depan ada Figo dan Alan, di baris ke dua ada Nolan dan Brisia, di belakangnya lagi Saddaru dan Saga. Lalu di belakang mereka ada empat orang yang tak Sakura kenal. Sisa dua tempat di paling belakang yang belum diduduki siapapun.
"Sa, lo sama Saddaru sini." Saga hendak beranjak dari tempatnya, tapi Sakura mencegah.
"Aku nggak mau naik." Cewek itu berbalik badan, dia terlihat sedih bercampur takut.
Baru saja Sakura melangkah sebanyak tiga kali, seorang cowok mendadak datang dan menubruk bahu Sakura hingga dia mengaduh karena lumayan sakit rasanya. Yang membuat Sakura merasa aneh adalah cowok itu berpakaian persis seperti sosok serba hitam tadi.
Mata cowok itu menatap tajam Sakura, dan tatapannya seperti memberi sebuah sinyal yang terlihat membingungkan tapi berdampak buruk bagi jantung Sakura.
Sakura tak mengenali wajah cowok itu karena dia mengenakan masker hitam. Hanya mata dan alisnya yang terlihat.
"Ayo naik, Mbak. Yang lain udah nunggu." Seorang petugas meminta Sakura naik ke wahana itu.
"Sakura!" Saddaru memanggil. "Sini, biar Saga di paling belakang."
Sakura menggeleng cepat. Dia sebenarnya takut terhadap cowok serba hitam itu. Tapi ... dia tidak mau ada temannya yang menjadi 'korban'. Bahkan Sakura tidak tahu apakah cowon itu jahat atau tidak. Hanya saja, auranya bagai iblis berkedok manusia.
Segera Sakura menempatkan diri di samping cowok itu. Sakura harap tudungnya akan lepas karena terhempas angin ketika wahana ini bergerak. Jadi, Sakura bisa lihat rambut cowok itu. Mungkin Sakura bisa mengenalinya.
Setelah semuanya siap, roller coaster pun bergerak. Beberapa detik di awal terasa biasa saja, tapi kemudian rasa 'biasa' itu berubah jadi malapetaka. Malapetaka bagi Sakura karena nyawanya serasa hilang dimakan angin.
"AAAAAAA!!!" Sakura berteriak sangat histeris, begitu juga orang-orang yang ada di depannya.
Ajaibnya, cowok di samping Sakura sama sekali tidak berteriak. Dia terlihat santai seakan sedang duduk di kursi biasa yang tak bergerak-gerak seperti ini.
Ketika Sakura menoleh, dia tersentak karena cowok itu ternyata sedang menatapnya. Tatapannya aneh sekali, ditambah tudung itu sama sekali tak terlepas dari kepalanya.
Benar-benar lelaki aneh!
"AAAAAAA!!!" Sekarang, Sakura berteriak bukan karena sensasi permainan ini, tapi karena cowok itu mengeluarkan pisau kecil itu dan menyodorkannya ke Sakura.
"AAAAAA!!!" Lagi, Sakura menjerit histeris. "TOLONG!!!"
Tidak ada yang menanggapi Sakura dengan serius, mereka berpikir bahwa Sakura sehisteris itu karena permainan ini. Nyatanya ... gadis itu disodori pisau yang sedikit lagi menyentuh dadanya.
Sakura menggerakkan tangannya untuk menepis tangan cowok itu dari hadapannya, tapi cowok tersebut terlalu keras kepala. Dia semakin menyerang Sakura, bikin Sakura hampir menangis dibuatnya.
Beberapa detik setelah itu, roller coaster berhenti dan permainan berakhir. Lelaki tadi langsung menarik tangannya dan menyimpan pisau itu di saku hoodie. Dia bersikap seakan tidak terjadi apa-apa.
Cepat-cepat cowok itu melepas pengaman dan keluar dari gebong. Dia berjalan santai meninggalkan Sakura yang ternyata mulai menangis. Teman-temannya segera menghampiri Sakura dan membawa gadis itu keluar dari area ini.
Saddaru merengkuh Sakura, menenangkannya yang menangis tersedu-sedu. "Kamu sih segala ikut naik. Katanya nggak mau," ucap Saddaru.
Sebenarnya bukan itu yang membuat Sakura menangis. Tapi, cowok serba hitam tadi. Dia semakin ketakutan, nyawanya seperti ingin dicabut oleh orang tadi. Sakura tidak bisa membayangkan apa jadinya bila pisau itu menusuk dadanya.
"Huek!" Suara itu berasal dari seorang cowok yang baru saja mengeluarkan limbah dari mulutnya. Figo.
"Lemah lo," cibir Saga.
Jadi, di sini ada dua masalah. Sakura yang menangis karena sosok serba hitam itu, dan Figo yang muntah-muntah sehabis naik roller coaster.
• • 🌻 • •
Jam sembilan mereka baru tiba di rumah. Sakura merasa lebih tenang karena di luar sana nyawanya serasa terancam. Dia seperti spesies langka yang dan orang-orang jahat berlomba untuk memburunya.
"Neng Sakura, ini ada paket." Dini menyodorkan sebuah kotak pink pastel berukuran sedang kepada Sakura.
"Makasih, Mbak." Sakura tersenyum seraya menerima kotak cantik itu.
"Wih ... dari siapa tuh?" Figo mulai kepo.
Di ruang keluarga, teman-temannya berkumpul dan menunggu Sakura buka kotak itu. Sakura deg-degan, dia tak sabar ingin melihat isi kotak itu. Sebelum membukanya, dia berdoa dulu dalam hati semoga benda yang ada di dalam sana bukan sesuatu yang berbahaya.
Ketika kotak itu sudah terbuka, Sakura terdiam melihat isinya. Nolan lalu melirik isi kotak itu dan ikut mengernyit. Sebenarnya tidak ada yang mengerikan. Tapi, isi kotak tersebut sedikit membuat Sakura kebingungan.
"Isinya kertas," kata Sakura. "Potongan-potongan kertas."
Sakura lalu mengambil salah satu kertas dan ia membacakan tulisan bertinta merah yang tertoreh di sana.
88
"Delapan delapan," gumam Sakura. Dia mengambil kertas lain dan menyebutkan angka yang tertulis di sana.
"Satu," ucap Sakura.
Nolan membantu Sakura untuk membacakan isi kertas-kertas itu yang kebanyakan merupakan angka. Ada lima kertas berisi angka, dan satu berisi satu kata.
Pecahkan.
"Apaan sih?" Saddaru keder sendiri.
"Ah, udah kayak matematika aja mainin angka," dengus Figo.
Sakura mengamati kertas-kertas berisi angka itu sambil berpikir keras. Dia menebak-nebak dalam hati apa maksud dari angka-angka tersebut. Dia bahkan menyebut angka-angka itu dalam bahasa inggris, karena siapa tau itu jawabannya. Nyatanya malah semakin tidak jelas.
"Delapan puluh delapan," ucap Brisia sambil mengamati angka di kertas itu. "Ini kayak minuman apa tuh ya ... ada angka delapan puluh delapan-nya."
"Tapi itu angka-angkanya kayak nomor atom," sahut Nolan.
"Waduh, gue sih nggak ngerti, No." Figo menyeletuk.
"Coba sini semua angkanya." Nolan meminta angka-angka itu dikumpulkan untuknya.
"Buka google. Cari unsur kimia," titah Nolan pada siapapun.
Saddaru segera membuka ponselnya dan mencari apa yang Nolan minta. Setelah ketemu, Saddaru menyerahkan ponselnya ke Nolan dan membiarkan Nolan bergulat dengan angka-angka itu.
"Catet nih." Nolan berucap. "Delapan puluh delapan itu radium, tulis aja Ra."
Sakura membuka note di ponselnya untuk mencatat apapun yang Nolan sebut.
"Empat itu Be," lanjut Nolan.
"Tujuh puluh tujuh iridium, tulis Ir," kata Nolan.
"Lo yakin itu bakal berhasil, No?" tanya Figo.
"Coba aja." Nolan menyahut tanpa memindahkan pandangannya dari ponsel dan mencari angka-angka itu.
"Sembilan belas K," ujar Nolan.
"Terakhir ... satu, H." Nolan menghela napas berat dan mengembalikan ponsel itu ke sang pemilik.
Sakura membacakan huruf-huruf itu yang terlihat berantakan dan semakin membingungkan. Dia berusaha mencari kata yang sinkron dan dibantu oleh teman-temannya.
"Ra, Be, Ir, K, H." Sakura menyebut huruf-huruf itu yang merupakan lambang unsur dalam kimia.
"Ini sebenernya gampang ... tapi ribet," kata Nolan.
"Kok kebacanya rabies, ya," celetuk Figo.
"Go, diem, Go. Gue tabok lu ya?" Saddaru mengancam.
"Raberkih ...," tebak Sakura.
"Berak." Figo menyeletuk lagi. "Pas banget anjir! Be, Ra, sama K."
"Figo!" omel Saddaru.
"Berak ...." Sakura menyipitkan matanya, lalu menyebut mencoba menggabungkan dua lambang lain. "Be, Ra, K, H, Ir."
"Berakhir!" seru Sakura.
"What?" gumam Saddaru.
Selang sedetik kemudian, ponsel di tangan Sakura berdering tapi tak menampilkan sebuah nomor, malah tulisan Unknown Number.
Belum sempat Sakura mengangkat panggilan telepon itu, dering teleponnya terhenti dan setelahnya sebuah pesan singkat masuk. Spontan Sakura membukanya dan membaca dalam hati tulisan di sana.
Keluar sekarang. Sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro