Man in Love Mistakes a Pimple for a Dimple
***
"Kau tahu yeoja yang berada di pojok sana?" Oh Sehun menunjuk ke suatu tempat di kelas kami. Sebagian besar dari tangannya bersembunyi di balik meja, agar tidak ketahuan tentunya, namun kami yang mengelilinginya tahu jari telunjuknya menunjuk kepada satu yeoja yang semua orang pikir spesial.
"Siapa?" Tanya Park Chanyeol, namja yang duduk di sebelahku saat ini. Kepalanya celingak-celinguk sambil sesekali menatap kearah kawan-kawan kami yang lain. "Seo Joohyun?"
Sehun mengangguk cepat.
"Wae? Wae? Wae?" Kudengar Kim Jongin bertanya lebih lanjut. Aku juga mendengar suara tamparan yang begitu keras disusul oleh pekikan lirih Jongin. Sepertinya Do Kyungsoo baru saja mengingatkannya untuk tak berbicara terlalu keras.
"Yah!" Aku tersentak sembari menjauhkan kepalaku dari sekumpulan namja bodoh ini. Siapa yang berani-beraninya memukul kepala Byun Baekhyun?!
Oh, ya. Perkenalkan. Namaku Byun Baekhyun. Aku adalah namja yang bersekolah di salah satu sekolah di Seoul. Aku berada di kelas satu sekolah menengah atas. Baru tiga bulan kami memasuki tahun ajaran baru di sini, namun aku sudah memiliki lima teman yang selalu bersama denganku. Sebut saja mereka Sehun, Jongin, Kyungsoo, Chanyeol, dan Luhan.
Dering istirahat pertama baru saja berbunyi, tiba-tiba Sehun sudah memanggil kami berlima untuk berkumpul di mejanya. Aku bertanya-tanya gossip apa lagi yang kali ini akan dikatakannya pada kami. Namun aku lebih bertanya-tanya lagi darimana dia mendapatkan semua berita-berita itu. Kadang berita-berita itu benar, namun tak jarang juga hal tersebut hanyalah kabar burung belaka.
"Mengapa kau memukul kepalaku? Sakit, tahu!" teriakku lirih pada Sehun, setelah Chanyeol mengisyaratkan siapa pelaku tindak kriminal itu dengan ibu jarinya.
"Jangan memandangnya terlalu lama, Bodoh! Nanti kita bisa ketahuan sedang membicarakannya." Sehun berbisik lirih padaku sambil mendekatkan kepalanya. Aku tak merespon, hanya meringis kesakitan. "Jadi begini," Sehun memulai ceritanya. Ingin sekali aku tak mendengarkannya karena masih menyimpan dendam akan hal tadi, namun kupikir hal itu terlalu kekanakan. "Kalian tahu, kan, gossip-gosip tentang dia yang kasar dan kejam?" Kami semua mengangguk. "Ternyata tak hanya itu saja yang membuatnya sangat mengerikan! Ia sangat jorok! Kemarin aku melihatnya sendiri menggigiti ujung bolpoin bagian belakang milik Yoobi, dan seperti tak melakukan kesalahan sedikitpun, ia mengembalikannya pada Yoobi!"
"EWWWWW!!" Sebagian besar dari kami refleks memundurkan tubuh mereka dan menatap Sehun dengan wajah jijik. Sementara aku sendiri tetap berada di posisiku namun aku menjulurkan lidahku panjang-panjang. Aku sedikit tak percaya pada cerita Sehun, namun hanya membayangkannya saja memang sudah membuatku ingin muntah.
"Dia mengerikan!" kata Jongin.
"Wanita jadi-jadian." Kyungsoo tak kalah sarkastik.
"Oh, aku tak tahu apa yang harus ku katakana." Kataku jujur pada mereka.
"Mungkin dia sedang lapar."
Sangat hening.
"Luhan." Sehun memulai konsulnya. "Aku tahu kau namja yang suka berpikir positif, namun hal ini tidak bisa diterima, oke?"
Luhan hanya mendengus, tak tahu harus menjawab apa.
"Sangat menjijikkan!" komentar Chanyeol sambil menyeka tangannya ke seragamku. Aku kontan mundur dan menatapnya dengan tatapan mematikan.
"Aku kemarin juga meminjam bolpoin Yoobi." Katanya jujur padaku. Kami semua yang mendengarnya entah mengapa refleks menjauhi Chanyeol.
"Tapi kan kau sudah membersihkannya apabila kau mandi. Hmm, tapi lain ceritanya jika kau tidak mandi seharian agar sisa bolpoin-bolpoin Yoobi yang berbekas di tanganmu tidak hilang." Luhan angkat bicara. Sedari tadi dia hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kami. Yah, biasanya juga begitu.
Chanyeol hanya meringis lebar.
"Kau menyuJongin Yoobi?!" tanyaku refleks. "Ah, Ani. Maksudku, Kau belum mandi?!" aku menghela napas panjang. Ha Ha Ha. Hampir saja ketahuan. Namun tentu saja namja-namja tidak peka ini tak akan tahu aku juga menyuJongin Yoobi jika aku tak mengatakannya secara langsung.
"Tentu saja aku mandi! Tapi aku hanya memandikan lenganku." Chanyeol mengatakan kalimat terakhirnya dengan lemah.
"Bagaimana caranya kau mandi tapi tanganmu tak basah, hah? Kau pikir aku akan percaya?" Kyungsoo menoel-noel Chanyeol, memintanya untuk tak berdiri terlalu dekat dengannya.
"Tentu saja aku membungkusnya dengan tas kresek!" ujar Chanyeol datar seakan-akan hal tersebut adalah hal terlazim sedunia. Park Chanyeol, kau aneh sekali, Nak.
"Babo." Jongin berkomentar sangat singkat, namun menyakitkan. Kulihat Chanyeol hanya mendengus setelahnya.
"Yah, yah, sudah! Ayo kita segera ke kantin sebelum anak-anak lain menduduki markas kita!" ajak Sehun tanpa memperhatikan sebagian dari kami yang masih terlampau jijik untuk dekat-dekat dengan makhluk jangkung gila ini.
Benar saja, karena terlalu lama mengobrolkan hal yang tak penting di kelas tadi, tempat kami biasa duduk telah direbut oleh makhluk-makhluk lain. Aku tak mempermasalahkan hal itu sebenarnya, namun tidak begitu rupanya untuk Sehun. Ia sangat mencintai tempat itu, aku tak tahu alasannya. Mungkin jatuh cinta pandangan pertama? Entahlah.
Akhirnya kami duduk di bangku yang lain setelah memesan berbagai macam makanan. Kami duduk berhadapan, tiga—tiga. Mungkin kami memang ditakdirkan untuk berteman karena satu meja berisi enam bangku.
Ketika akan mulai makan, secara tak sengaja aku memerhatikan Luhan yang tengah duduk tepat di depanku. Tengah memerhatikan sesuatu, layakna aku memerhatikan dirinya. AKu melihat sebuah senyum kecil mengembang di bibirnya. Kemudian secara tak sadar namja itu mengatakan "Aku suka tempat ini."
Aku menoleh, berusaha menangkap apa yang sedang diperhatikannya. Namun terlalu banyak orang yang sedang beraktivitas di sana.
"Aku juga suka di sini! Lebih nyaman dari yang di sana, bukan?" Luhan mengangguk-angguk senang, kemudian ia dan Jongin menepukkan tangan mereka berdua di udara. Aku hanya tersenyum mencemooh. Apalagi setelah mengetahui Luhan memerhatikan sesuatu, tadi. Atau seseorang.
"Yah, yah, jangan berani-beraninya mengganti markas kita, ya?!" kata Sehun mengingatkan sambil memukul kedua lengan namja yang duduk di antaranya itu.
"Yah, kalau kau mau duduk di sana, silakan saja." Kata Luhan tak peduli.
"Yah!!!! Ini menyangkut hidup dan matiku!!!!"
"Ah, kau berlebihan." Ujar Jongin sambil melahap makanannya dengan cepat.
"Yah!!!!" Sehun kembali merengek. "Aku tidak bisa melihat Daeun bermain basket jika kita duduk di sini!" teriaknya lirih, memastikan hanya kawan-kawan dekatnya saja yang mendengarkan pernyatannya.
Tentu saja kami semua memasang ekspresi terkejut. Aku sendiri tidak terlalu terkejut Sehun sudah menyuJongin seseorang padahal kami masih termasuk baru di sini, ya, karena aku sendiri juga sudah menyuJongin Yoobi. Aku tahu perasaannya.
"Kau tak bercanda, kan?" Tanya Chanyeol. Dapat aku lihat dari ekspresinya, dia cukup senang karena bukan hanya rahasianya yang bocor hari ini. Dasar bocah itu.
"Menurutmu wajah ini wajah-wajah bercanda?" tanay Sehun serius. Kami pun juga mengamati wajahnya dengan serius. Sedetik kemudian aku menyadari kebodohanku. Apa yang kulakukan? Membiarkan diriku terjerumus kebodohan namja-namja ini. Oke mungkin aku bukan yang paling normal di sini. Tentu saja yang paling normal adalah Luhan. Yang yang terbodoh siapa lagi kalau bukan si raja gosip? "Maka dari itu jebal!" pinta Sehun emmelas. Aku hanya terkikik. Aku biasa-biasa saja duduk di manapun.
"Tidak mau!" Jongin mati-matian menolak. Kukira Luhan yang akan menolak mati-matian ternyata Jongin, ya. "Di sana pengap dan bau sampah." Jelasnya, berusaha memberikan alasan yang masuk akal. Kupikir ia tidak main-main juga. Kadang aku juga membau sesuatu yang menjijikkan di sana.
"Aku setuju!" kataku tiba-tiba. Kulihat sekilas ekspresi Luhan. Ia mengangguk-angguk sambil menutup matanya, terlihat puas. Sesenang itukah ia?
"Aku bisa duduk di mana saja." Kata Chanyeol sambil menoleh ke arah Kyungsoo.
"Well, aku juga ikut mayoritas."
Saat itu juga Sehun mengerang kesal. "Arghhhh!"
***
Jarak rumahku ke sekolah tidak terlalu jauh, kira-kira hanya sekitar dua ratus meter. Oleh karena itu aku pulang pergi sekolah hanya dengan berjalan kaki.
Sama halnya dengan Luhan. Rumahnya tak begitu jauh dari rumahku. Maka dari itu setiap hari aku akan berjalan ke rumah Luhan dulu, setelah itu kami akan berjalan bersama-sama ke sekolah.
Satu lagi yang kuketahui dari Luhan. Namja itu sangat lemah. Lemah dalam artian mudah sekali terserang penyakit. Kami pernah bermain-main di tengah hujan bersama, berenam, dan esoknya Luhan tidak masuk sekolah karena sakit. Kejadian itu terjadi satu setengah bulan yang lalu.
Hari ini rupanya hari yang buruk bagi kami, khususnya bagi Luhan. Ketika aku dan Luhan masih berbincang-bincang tak jelas tentang apa, tiba-tiba turun hujan dari langit. Kami baru saja berjalan beberapa meter dari gerbang sekolah, sehingga saat itu juga kami berdua harus berlari.
"Kau mampir ke rumahku dulu saja!" teriak Luhan ketika kami berlari. Suaranya hampir melebur dengan suara derasnya rintik hujan yang semakin menjadi. Aku hanya mengangguk saja, tak tahu apakah ia menyadari anggukanku atau tidak.
Ketika kami telah sampai di pintu gerbang depan rumah Luhan, namja itu kesulitan membuka pintu gerbangnya. Jadi aku membantunya.
"Gwaenchanha?" tanyaku ketika melihat wajahnya yang pucat sebelum kami memasuki rumahnya.
Ia tersenyum lemah, "Angwaenchana." Tentu saja dia tidak baik-baik saja, Bodoh. Apa aku perlu menanyakannya padahal hal itu sudah tampak di raut mukanya?
Aku berganti pakaian setelah Luhan, meminjam pakaiannya. Ketika aku keluar dari kamar mandi kamarnya, namja itu sudah berselimutkan selimut tebalnya. Aku mendekat ke arahnya. Dia menggigil. Sepertinya dia di antara tidur dan tidak tidur. Aku berputar-putar mencari jalan keluar. Ah, sial. Mengapa orang tuanya harus tidak ada di rumah?
Sejenak kemudian aku tersadar. Aku harusnya menelepon orang tua Luhan.
Aku kembali mendekati Luhan, kali ini duduk di ranjangnya, di sisi yang kosong. Aku mendekat dan memegang keningnya. Betapa terkejutnya diriku ketika kurasakan tubuhku ikut menghangat karena suhu Luhan yang begitu panasnya. Wah, cepat sekali ia sakit.
Aku baru saja berbaring di sebelah Luhan, ikut tidur di samping Luhan hingga orang tuanya datang, kala Luhan tiba-tiba berbicara dalam tidurnya, membuatku tersentak dan bergegas mendudukkan tubuhku lagi.
"Neo yeppeo...," ujar namja itu lemah. Yeppeo? Nugu? Aku?!!?!?! "Seo...," Seo? "Joohyun... neo yeppeo...."
Mulutku menganga lebar. Apa ini yang baru saja ku dengar?! Luhan?! Menyukai Seohyun?! Seorang Seohyun yang sedikit tak waras karena kelakuannya yang anehnya minta ampun itu?! Sungguh?!
"Jangan dengarkan orang lain Seohyun. Kau tetap cantik di mataku."
Aku sudah tak bisa mendengar ini semua.
***
Hari berikutnya sampai seminggu setelahnya aku sengaja mencari tempat duduk yang ada di belakang Luhan. Walaupun tak pesis di belakangnya, paling tidak di tempat yang aku bisa memastikan bahwa Luhan memang selalu memandangi Seohyun. Dan benar saja, dari bel masuk hingga bel berganti pelajaran hingga bel istirahat, bocah itu tak pernah melepaskan pandangannya dari Seohyun. Dasar!
Karena mengamati Luhan pula, aku juga jadi ikut mengamati Seohyun. Ternyata yeoja itu memang selalu menggigit ujung belakang bolpoinnya. Entah itu bolpoin pinjaman, atau bolpoinnya sendiri. Aku sedikit terkejut mengetahui hal ini, aku benar-benar melihat sendiri. Bukan dari cerita murahan Sehun. Dan yang paling mengejutkan tentunya, Luhan sudah mengetahui hal ini sedari dulu.
Dan namja itu tidak jijik sedikitpun.
Aku berasumsi bahwa cinta memang bisa membutakan mata, hati, dan pikiran.
"Yah, kuperhatikan seminggu belakangan ini kau terus-terusan memerhatikan yeoja di kelas kita." Kataku pada Luhan. Lirih. Ketika yang lainnya masih memesan makanan mereka.
Luhan yang sedang menyeduh tehnya terbatuk tiba-tiba. Aku hanya menyeringai kecil melihatnya. Benar ternyata. Namja ini tak bisa akting, ya?
"Siapa bilang?" tanyanya sok tenang. Namun aku tahu ada kegelisahan di sana.
"Aku. Aku melihatnya sendiri." Kataku masih berusaha memancingnya untuk mengatakannya sendiri.
"Tidak, ah. Kau ada-ada saja." Ia menggaruk-garuk kepalanya bagian belakang. Ah, andai aku membaca-baca di internet cara membaca gerakan tubuh pasti aku tahu apa yang sedang dipikirkannya.
"Hmm... aku tahu kau menyukai S—" aku sengaja menggantungkan kalimatku agar namja ini mengakuinya. Dan rupanya taktikku berhasil.
"Ani! Aku tidak menyukai Seohyun! Tidak sedikitpun!" tolaknya dengan cepat dan lantang. Aku hanya memasang senyuman nakal padanya. "Mwo?!" Matanya melotot. Hahaha, lucu sekali.
"Aku tidak pernah bilang itu Seohyun." Kataku menggodanya sambil menoel-noel dagunya. Aku bisa menjadi sangat agresif ketika aku sedang ingin menggoda seseorang.
"Tadi kau—" ia menjeda kalimatnya. Mungkin ia baru saja tersadar jika aku hanya memancingnya. "Hampir bilang Seohyun! Kau sudah bilang S!" katanya gelagapan.
Aku hanya menaik-turunkan alis turun sekaligus memainkan hatinya. "Bisa saja Sehun." Kataku.
"Dan kau pikir aku akan menyukai namja, begitu?" Luhan masih berusaha membela diri. "Lagi pula namanya Oh Sehun."
"Dan masih ada Sunkyu."
"Lee Sunkyu!"
"Oh, ayolah! Itu Sehun Oh dan Sunkyu Lee!" ujarku. "Kau tahu itu. Dan kau tak akan bisa mengelak lagi karena Seohyun adalah Joohyun Seo. Itu J! Mengapa kau langsung menyebutkan namanya, huh?" Uh, yeah. Kali ini aku menang Luhan.
"Ku kira namanya Seohyun Seo!" aku hanya menatapnya datar.
"Alasan macam apa itu?"
Luhan hanya mendengus kesal.
Aku tak lagi memaksanya. Cepat atau lambat kedoknya juga akan terbongkar di hadapanku. Lagipula yang lainnya sudah mulai berdatangan dan mereka tak boleh tahu akan hal ini. Yah, aku ikut kasihan juga jika Luhan diejek karena menyukai Seohyun. Apa yang salah dengan menyukai seseorang?
Aku mulai memakan makanan di depanku ketika yang lainnya mulai duduk. Mereka berkata sepertinya mulai sekarang memilih menu makan akan sangat sulit karena menu yang baru saja ditambahkan sangatlah menggugah selera. Aku hanya diam saja sambil mendengarkan mereka.
Aku makan sambil beberapa kali melihat mangkukku sekali-kali, ketika aku akan menyendok sesuatu. Selain itu, aku terus menatap ke arah Luhan. Bodoh sekali dia. Apa dia tak sadar bahwa matanya selalu menatap ke arah sekumpulan yeoja dengan Seohyun di dalamnya?
"Satu...," kataku mulai menghitung. Sebenarnya sudah lebih dari lima kali, namun aku baru menghitungnya kali ini. Kulihat yang lainnya menatap bingung ke arahku, namun aku hanya mengangkat bahu. Luhan pun juga melakukan hal yang sama. Bahkan kulihat dahinyalah yang paling berkerut di antara mereka berlima.
"Dua," kali ini aku berkata lebih lirih dan mereka semua tak mengindahkanku. Well, ini justru memudahkan pekerjanku. "Tiga... empat... lima...."
Luhan akhirnya menatapku lagi. "Sebenarnya kau ini kenapa? Belajar berhitung?" tanyanya dengan volume suara normal.
"Ya. Aku menghitung." Katanya dengan senyuman nakal. Ia menatapku jijik tapi aku tak peduli. "Menghitung berapa kali kau melihat ke arah Seo Joohyun." Aku mendekatkan wajahku kepada Luhan yang sedang meminum tehnya dan berkata selirih mungkin, sambil memastikan Luhan memperhatikanku.
Aku tertawa begitu keras ketika luhan terbatuk-batuk, tersedak karena ucapanku yang begitu tiba-tiba. Oh yeah, kkaebsong. Yang lain menatap ke arah kami. Aku hanya menggeleng, memastikan tak ada yang salah dengan Luhan yang terus terbatuk-batuk sambil sesekali melihatku. Menatapku kesal.
***
"Kau!" Luhan menunjuk-nunjuk ke arahku ketika kami berdua pulang bersama. "Jangan pernah mengatakan kepada siapapun tentang itu!" ia was-was.
"Mengatakan apa?" tanyaku, pura-pura bodoh. Aku suka sekali jika mempunyai kekuasaan besar seperti ini.
"Mengatakan ini semua!" kata Luhan sambil berusaha menenangkan dirinya.
"Ah, jadi kau benar-benar menyukai Seo Joohyun."
"Jangan mengatakannya pada orang lain, janji?" bujuknya memelas.
"Mengapa aku harus berjanji, huh?" tanyaku. Hahaha, dia pasti kesal.
"Yah!" Ia memekik. "Memangnya aku tidak tahu kau menyukai Yoobi?!" katanya tiba-tiba, membuat kepalaku pening seketika. Kurasakan wajahku memanas karena kalimatnya. "Oh, oh! Lihat wajahmu!" Ia tertawa keras. Wah, sialan dia. "Dan apa itu kemarin-kemarin? Kau menyukai Yoobi?" Luhan menirukan di mana aku salah bicara kepada Chanyeol. Aish, sial. Menyebalkan!
"Jangan berani mengatakannya pada orang lain!" kataku sambil berpura-pura mencekik lehernya.
"Oh, itu aku tidak janji." Ia membalas dendam.
"Yah, aku juga bisa mengatakan rahasiamu! Kau menyukai Seohyun. Aku bisa mengatakannya pada semua orang!"
"Mengapa kau memakai itu sebagai senjata, sih?" Ia menatapku kesal.
"Kau juga memakai rahasiaku sebagai senjata!"
"Ah, molla!!!"
"Jangan pernah mengatakannya pada orang lain, aku peringatkan sekali lagi." Kataku lirih tapi tajam. Yah, pura-pura serius.
"Hanya jika kau tak mengatakannya juga pada orang lain."
"Deal."
"Deal."
Ah, sial. Aku kehilangan senjataku.
***
Entah mengapa semenjak kesepakatan itu, aku dan Luhan menjadi lebih dekat satu sama lain. Mungkin karena kami takut salah satu dari kami membocorkan rahasia itu. Yah, bukannya aku tak percaya pada Luhan, tapi apa saja bisa terjadi bukan?
Di kantin pun, aku yang biasanya duduk berhadapan dengan Luhan, menjadi duduk di samping namja itu. Hal itu karena namja itu jadi lebih sering menceritakan Seohyun padaku. Setiap detiknya yang dilalui bersamaku hanyalah untuk membicarakan Seohyun. Ah tidak, mendengarkan Luhan berbicara tentang Seohyun.
"Yah, yah, lihat dia. Imut sekali...." Katanya lirih padaku sambil tersenyum-senyum seperti orang gila. Lupakan bahwa aku dulu menganggapnya orang paling normal di antara kami semua. Setelah mengetahui obsesinya kepada Seohyun, aku sekarang menjadi tahu bahwa ia justru yang lebih tidak waras dari kami. Lebih dariku! Lebih dari Chanyeol, Kyungsoo, dan Jongin! Bahkan lebih dari Sehun si tukang gossip tidak waras itu!
"Apanya yang imut?!" tanyaku tak mengerti. Yang kulihat hanyalah Seohyun yang makan bersama teman-temannya. Dan banyak sekali makanan yang belepotan di wajahnya. Ew no! "Dia menjijikkan!"
"Ya!!!" teriaknya padaku. Ah, mian Luhan. Aku tak bermaksud menghina orang yang kau suka, tapi kau lihat sendiri bukan kenyataannya? Aku berkata dalam hati. "Menjijikkan bagaimana? Lihatlah dia imut sekali seperti bayi! Mulutnya yang belepotan membuatku ingin sekali mengusapnya dengan lembut." Katanya seperti maniak.
Oh my god. Tuhan ingatkan aku agar tak mencintai Yoobi berlebihan hingga kehilangan kesadaranku dan indera pengelihatanku.
"Bayi apanya?!" aku hanya bisa menjawabnya dengan frustasi. Yang dikatakannya benar-benar tak masuk akal.
"Kau tak bisa lihat?! Dia seperti bayi!" kau tahu ini benar-benar sulit, bukan? Berusaha berseteru dengan Luhan namun tetap berusaha agar hanya kami berdua yang mendengarnya.
"Hei, kalian sibuk sekali. Sedang membicarakan apa, sih?" tiba-tiba Kyungsoo menanyai kami berdua.
"Oh, ya. Kulihat akhir-akhir ini kalian menjadi lebih dekat." Canda Chanyeol. Tapi itu benar.
"Ah, tidak!" elak Luhan sambil mengibas-kibaskan tangannya. Mwo?! Memangnya kenapa kalau kami menjadi dekat?! Luhan, mengapa kau harus mengelaknya?!
Ah, apa-apaan ini? Mengapa aku terdengar seperti orang homosexual? Ah, mungkin itu alasan mengapa Luhan mengelaknya.
"Luhan baru saja menginjak kakiku, tentu saja aku tidak terima. Jadi kuinjak kakinya." Kataku mencari alasan.
"Setiap hari?" Tanya Jongin. Mwo? Aku tak mengharapkan pertanyaan ini.
"Tentu saja!" jawab Luhan. Mwo? "Aku tidak sengaja menginjaknya. Mengapa ia harus membalasku? Jadi aku membalas dia yang membalas perbuatanku. Begitu seterusnya."
"Ckckck, kupikir kalian tak lebih kekanakan dari aku." Ujar Sehun sambil memakan mie pangsitnya. Tentu saja tidak, Bodoh.
Aku dan Luhan hanya meringis.
"Aku masih belum terima kau tidak melihatnya seperti bayi yang imut juga." Bisik Luhan tiba-tiba.
"Yah, bagaimana aku bisa melihatnya seperti bayi?! Dia hanyalah yeoja berukuran anak sekolah yang sepertinya tidak tahu apa-apa." Kataku padanya.
"Ckckckck, kau hanya lihat sisi negatifnya." Kata Luhan. Memangnya ada sisi positifnya?! "Kalau kau perhatikan, dia sangat manis." Aku mengangguk menyetujui hal ini. Dia tak buruk. "Dia makan belepotan? Oh, itu justru membuatnya lebih imut seperti bayi!"
"Ew no!" kataku terang-terangan. Biarkan saja Luhan tahu bagaimana aku tidak setuju dengan semua pendapat bodohnya itu. "Dan lihatlah pipinya yang menggembung seperti fugu! Dia terlalu banyak makan."
Entah mengapa walaupun kuhina seperti itu, Luhan tetap tenang. "Kalau kau perhatikan, tubuh yeoja itu sebenarnya kecil. Hanya pipinya saja yang gembul." Ujar Luhan. Aku memperhatikan yeoja itu dari kaki hingga kepala. Benar juga. Bahkan betisnya saja kecil. "Hey, memangnya kenapa kalau dia gembul?!" marah Luhan. Well, aku juga tak masalah sih. Hanya untuk membuatnya sadar saja. "Ia justru lebih seperti bayi dengan pipi imut itu! Oh Tuhan selamatkan aku."
Tuhan kabulkanlah permintaannya. Tolong selamatkan dia.
"Dia pasti sengaja menaruh bakpao di pipi itu untuk menggodaku! Aku tahu! Dia pasti suka sekali melihatku yang terobsesi dengannya yang seperti bayi itu!"
"Hey, bahkan dia tak tahu kau menyukainya."
"Ah, kau benar."
***
Sejak percakapan di hari itu, aku menyadari bahwa Luhan memang tidak bisa melihat Seohyun seperti bagaimana teman-teman yang lain melihat yeoja itu. Semua hal negative yang ada pada yeoja itu seketika berubah menjadi sesuatu yang positif jika Luhan yang melihatnya. Entah itu sedikit dipaksakan atau tidak.
Seperti pada suatu hari ketika Seohyun terlambat masuk kelas. Ketika itu adalah pelajaran Hong Seonsaengnim, guru yang terkenal paling disiplin dan tidak suka melihat murid-muridnya terlambat. Beliau memiliki suatu kesepakatan tersendiri dengan seluruh murid di sekolah ini. Jika ada yang terlambat, harus menyanyi di depan kelas selama setengah jam nonstop. Jika berhenti, kau akan dilempari penghapus papan tulis oleh seluruh penghuni kelas secara bergantian. Ew, no.
Seluruh penghuni kelas tahu dunia akan kiamat ketika mereka melihat Seohyun berdiri mematung di ambang pintu. Entah mengapa kami semua memiliki pemikiran yang sama. Lebih baik Seohyun membolos pelajaran daripada ia terlambat.
Semua tahu Seohyun mempunyai hobi menyanyi dan menari. Semua juga tahu bahwa suara yeoja itu benar-benar mengerikan. Mungkin jika harus memilih mendengarkan radio rusak yang memuakkan telinga selama satu tahun atau mendengarkan Seohyun menyanyi di depan kelas selama setengah jam, kami semua akan memilih yang pertama. Jelas.
Yeoja itu sepertinya sangat senang ia mempunyai kesempatan untuk bernyanyi. Aku hanya berharap dia tak mempunyai keinginan untuk datang terlambat lagi hanya untuk bernyanyi di depan kelas. No.
Ketika kutolehkan kepalaku ke arah Luhan, wajah namja itu tak menunjukkan sedikitpun rasa kesal. Justru seperti Seohyun, ia juga ikut bahagia. Apalagi melihat yeoja tercintanya itu menebar senyumannya—yang yaaa, bisa kuakui cukup manis—di depan kelas. Aku benar-benar ingin memegangi dagunya agar tak jatuh dari sana. Namja itu tak bisa menutup mulutnya. Terus tersenyum lebar seperti orang gila.
"Kalian ingin lagu apa, teman-teman?!" Tanya Seohyun sumringah di depan kelas.
Kami semua tertawa kecil sambil mengerjakan tugas yang diberikan oleh Hong Seonsaengnim. Kudengar Yoobi berkomentar sekilas, membuat seluruh penghuni kelas tertawa, kecuali Seohyun. "Apa saja! Lebih cepat lebih baik!" Yeoja itu merengut lucu. Eh, apa aku baru saja bilang ia lucu? Tidak. Itu pasti karena pengaruh Luhan. Pasti karena aku terlalu sering bergaul dengannya. Yeoja itu menjijikkan, Baekhyun. Sadarlah! Jangan pernah berpikir hal yang baik sedikitpun tentangnya karena semua itu salah. Oke?
"Eyy, Lee Yoobi!" katanya menggunakan aegyo. Refleks aku menatap Luhan. Benar saja, ia meremas celananya. Tak bisa menahan kelucuan Seohyun. Oke, itu baginya. Aku hanya meringis melihat kelakuan teman dekatku itu. Dasar bocah itu. "Bukankah kau suka sekali mendengarkanku menyanyi?" Tanya Seohyun kali ini.
"Aniya!" tolak Yoobi, yang kini mendapat tatapan aneh dari seluruh kelas. "Sumpah, aku tak menyukainya. Seohyun saja yang setiap hari menyanyi di depanku." Yoobi memusatkan perhatiannya pada tugasnya. Tak ingin mendapat tatapan teman-temannya lebih lama.
Ia tak serius, kan, soal menyukai suara Seohyun?
Seohyun akhirnya memilih menyanyikan lagu dari Girls' Generation. Judulnya It's Fantastic, jika aku tadi tak salah mendengar. Aku belum pernah mendengar lagu ini, namun banyak sekali nada tinggi di lagu ini. Dan dengan sok pro, Seohyun menyanyikan nada-nada tinggi itu. Ia tak memperhatikan seluruh kelas yang menutup telinga. Oh my god, ini parah.
Setelah Seohyun menyelesaikan lagu pertamanya, tak kami duga Hong Seonsaengnim menyuruhnya untuk duduk di bangkunya, dan mengerjakan apa yang kami kerjakan.
Saat Seohyun berjalan menuju bangkunya, aku tahu seluruh penghuni kelas memiliki pikiran yang sama denganku. Hong Seonsaengnim tidak pernah memutus hukumannya sebelumnya.
Tiba-tiba Luhan menatap ke arahku dengan wajahnya yang masih kelewat sumringah itu. "Neomu kwiyeowo~" katanya sambil mendekat padaku. Aku menatapnya aneh. Tidak ada yang imut!
"Sadarlah!" aku menepuk-nepuk pundaknya. "Hong Seonsaengnim saja tidak tahan dengan suaranya! Cempreng dan merusak gendang telinga!" aku bertanya-tanya kelemahan apa lagi yang yeoja itu punya. Pasti masih banyak.
"Ani." Luhan menggeleng pelan, masih sambil tersenyum tergila-gila. "Suaranya sangat imut seperti hamster. Sangat imut." Katanya mengelakku.
"Imut apanya?!" aku berteriak tak begitu keras karena frustasi. Namja ini tidak hanya dibutakan oleh cinta, tapi juga ditulikan oleh cinta. "Hamster mananya?!"
***
Mungkin hari ini adalah hari tersialku seumur hidup, namun hari terbahagia Luhan. Jung Seonsaengnim membagi kami sekelas dalam beberapa kelompok untuk mengerjakan sebuah makalah penelitian. Dan sudah pasti kalian dapat menebak siapa yang sekelompok denganku. Yup, Luhan dan Seohyun.
Awalnya aku ikut bahagia juga ketika nama Luhan dipanggil setelah nama Seohyun, menandakan mereka satu kelompok. Namja itu sudah melempar senyumannya ke arahku. Mungkin dia mengatakannya dalam hati, tapi aku tahu da mencintai Jung Seonsaengnim karena ini.
Namun semua kebahagian itu sirna karena namaku juga dipanggil. Yang paling akhir, setelah Xiumin dan Sunny. Aku bukannya membenci Seohyun, aku hanya tak mau dekat-dekat dengan yeoja aneh sepertinya. Aku bisa membiarkan Luhan menyukainya, tapi tak bisa membiarkan diriku dekat dengannya. Dia mengerikan.
"Jadi kita kerja kelompok di rumah siapa?" Tanya Sunny ketika kami berlima berkumpul di meja depan.
"Rumahku, bagaimana?" usul Xiumin.
Aku menggeleng cepat. "Tidak, tidak. Rumahmu jauh!" Xiumin hanya mendengus.
"Rumahmu bagaimana, Seohyun?" Tanya Sunny. Enah mengapa jika mendengar nama Seohyun, aku langsung menoleh pada Luhan. Namja itu sepertinya tak sadar kedua bola matanya hampir lepas dari tempatnya.
"Hmm, boleh juga." Kata Seohyun. "Siapa yang tak tahu rumahku?" Aku dan Luhan mengangkat tangan. "Kau tidak tahu, sungguh?" Tanya Seohyun padaku. Aku mengeleng. "Padahal rumah kita dekat." Ujarnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang ditutupi rambut panjang yang berantakan.
Dapat ditebak, Luhan melonjak-lonjak ketika kami pulang bersama. Dia terus mengatakan betapa cintanya ia pada Jung Seonsaengnim. Nah, benar kan apa tadi kataku.
"Argh, bagaimana ini?!?!?!" Luhan berputar-putar di depanku, sementara aku hanya berjalan dengan santainya. "Aku akan memasuki rumah Seohyun!!! Apa yang harus aku lakukan?!?!?"
"Kerjakan tugasmu."
"Ide bagus."
Aku mendengus. Itu tadi bukan ide, Bodoh. Tentu saja jika kau sedang bekerja kelompok kau harus mengerjakan tugas. Ah, aku benar-benar menyesal karena pernah berpikir Luhan adalah namja yang lebih cool daripada kawan-kawanku lainnya. Lihatlah tingkahnya ini, ya Tuhan!
"Pakaian apa yang harus kukenakan?!!??!" Tanyanya pada dirinya sendiri. Aku tidak ada keinginan sedikitpun untuk membantunya menjawab. Hey, kukira hanya perempuan saja yang bingung pakaian apa yang harus mereka kenakan? Well, aku tak tahu soal namja lain, tapi aku tidak pernah bingung mengenai hal itu.
"Yah, Byun Baekhyun!" Tidak, jangan Tanya aku. Aku tidak tahu kau harus mengenakan pakaian pemakaman atau pakaian pengantin. Luhan berdiri di depanku sambil menyilangkan kedua lengannya.
"Apa?" tanyaku sembari melewatinya.
Namja itu berjalan di sampingku sambil menatapku taka da hentinya. "Mengapa kau tak bilang padaku bahwa rumah Seohyun tak jauh dari rumahmu, hah?" katanya sambil menunjukkan wajah kesal. Wajahnya seperti anak TK.
Aku berhenti dan menatapnya sejenak. Namja ini tuli apa buta?
"Mwo?!" tanyanya ketika kutatap seperti itu.
"Kau tak dengar tadi aku juga bilang aku tak tahu rumahnya?" jawabku ketus. Apa dia baru saja mencemburuiku karena memiliki rumah yang dekat dengan orang yang disukainya itu?
"Ah, iya juga." Katanya sambil menepuk dahinya. Aku juga ikut-ikutan menepuk dahinya sebelum akhirnya ia memukul kepalaku balik. "Ku kira kau melakukannya karena kau menyukai Seohyun."
"Ne?!!?!?!" Aku tidak salah dengar, kan? Namja gila ini sekarang mengiraku menyukai Seohyun.
"Awas, ya, kalau kau sampai menyukai Seohyun! Dia milikku!" tantangnya sambil memukul lenganku sedikit keras.
"Tidak akan! Dia bukan tipeku!" Apa dia lupa kalau aku menyukai Yoobi, hah? "Aku tidak suka yeoja yang rambutnya berantakan seperti dia. Lihat, kan, tadi? Apa dia tak membawa sisir atau memang dia tak pernyah menyisir rambutnya?"
"Ya, aku tahu. Dia sangat natural kan?" Luhan tersenyum.
***
Seohyun is a NO NO for me setelah aku berkerja satu kelompok dengannya. Awalnya aku hanya tidak mau dekat-dekat dengannya saja, namun sepertinya aku mulai muak. Dia benar-benar yeoja yang tak sedikitpun bertingkah seperti yeoja.
Tentu saja berbeda dengan Luhan. Namja itu sungguh jatuh cinta sekarang. Ia selalu mencoba duduk dekat dengan Seohyun. Katanya Seohyun begitu wangi. Tapi aku tak yakin dengan indera penciumannya. Aku tak begitu yakin dengan semua inderanya. Sepertinya itu semua sudah rusak total.
Ketika Xiumin sedang tidak ingin mengerjakan tugasnya, Seohyun mendekatinya dan menghajarnya. Tidak sungguhan, jelas. Namun aku yakin itu sakit. Ah, dasar yeoja yang kasar dan kejam!
"Lihatlah kelakukan yeoja tersayangmu itu!" kataku pada Luhan sesaat setelah kejadian menegangkan itu. "DIa benar-benar tidak seperti perempuan. Begitu kasar dan kejam."
Luhan justru tersenyum, seperti biasanya ketika aku mulai menjelek-jelekkan Seohyun. "Ia hanya menegakkan kebenaran." Jawabnya enteng. "Bukankah dia keren? Yeoja yang bisa diandalkan, mandiri, dan bisa menjaga diri!" jawab Luhan lagi. Aku hanya memutar kedua bola mataku.
"Cih...."
"Yah, lihatlah! Xiumin sekarang mau bekerja. Coba kau bayangkan apabila tadi Seohyun tak menghajarnya, pasti namja itu seenaknya saja."
Benar juga. Tapi tak harus dengan cara itu, bukan? Aku mendengus kesal. Menjelek-jelekkan Seohyun di hadapan Luhan benar-benar tak ada gunanya. Sedikitpun tak ada.
Ada lagi kejadian di lain hari, ketika Seohyun sudah selesai mengerjakan bagiannya dan dia ingin istirahat sejenak, tidur sebentar di sofa yang ada di belakangku dan Luhan. Ia awalnya tidur seperti putri. Ya, ketika tidur ia sedikit terlihat manis. Mungkin inilah mengapa Luhan menyukainya. Mungkin ia dulu sebelum mengenal Seohyun, pernah sekali melihatnya tertidur. Namun tak mungkin juga, mereka belum pernah bertemu sebelumnya.
Luhan berulang kali menatap ke belakangnya, menatap Seohyun yang sedang tertidur dengan wajah yang begitu bahagia. Xiumin dan Sunny sibuk dengan tugas mereka, jadi mereka tak memperhatikannya. Tapi aku memperhatikannya. Semuanya. Dan kupikir aku benar-benar harus membantunya mendapatkan Seohyun setelah melihatnya menatap Seohyun lembut. Kadang ia mengusap rambut yeoja itu, dan juga menyisihkan sebagian rambut Seohyun yang sedikit menutupi wajahnya. Kemudian ia kembali memusatkan perhatiannya pada tugasnya. Begitu seterusnya.
Namun semuanya hancur ketika sepuluh menit kemudian Seohyun menendang kami berdua.
"MWOYA?!" tanyaku kesal sambil berbalik sebelum aku tersadar bahwa yeoja itu sedang tidur. Masih tertidur dengan pulasnya. Aku mendengus. Ia pura-pura kan?
Xiumin dan Sunny ikut memperhatikan. Kami berempat menatap Seohyun dan beberapa detik kemudian yeoja ini kembali menyerang kami. Ia mengalungkan tangannya pada salah satu bahu Luhan. Aku tahu tangan-tangan itu tadi sedikit mengenai wajah Luhan. Aw, pasti sakit.
Tak berapa lama kemudian, aku juga diserangnya. Aku yang duduk tepat di sebelah kakinya tentu terus terkena tendangannya. Aku segera memegangi kaki-kaki itu dengan bantuan Luhan. Kemudian aku berpindah tempat. Tak peduli dengan Luhan yang tak melakukan hal yang sama.
Putri apanya? Wajahnya saja seperti putri tidur. Tingkahnya tetap saja Seohyun.
"Dia tetap mengerikan walaupun tertidur." Bisikku pada Luhan.
Ia hanya menjawab, "Mungkin ia memang ditakdirkan menjadi penari."
Di hari lain, ketika kami masih meneruskan bekerja kelompok, aku benar-benar dibuat kesal oleh Seohyun. Ketika aku dan Luhan datatang, tiba-tiba ia mengaget-kageti aku dan Luhan. Menyebalkan sekali!
Ia tertawa keras di saat aku mengelus-elus dadaku. Aku benar-benar tidak tahu mengapa Luhan menyukai yeoja ini!
"Dia menyebalkan!" kataku lagi pada Luhan.
"Dia hanya berusaha berteman dengan semua orang." Tentu saja Luhan membelanya.
***
"Oke, aku benar-benar tidak akan membiarkanmu terus menyukai yeoja itu." Kataku pada Luhan suatu hari sepulang sekolah, waktu bagi kami untuk mengobrol berdua.
Namja itu menghentikan langkahnya dan menatapku aneh. Mungkin juga bingung. "Wae?" tanyanya.
Aku harus mulai dari mana? "Pertama dia mengerikan. Kedua dia menjijikkan yang juga termasuk mengerikan. Ketiga kau terlalu baik untuknya. Terlalu, bukan hanya cukup."
"Lalu?" tanyanya. Lalu? Lalu apa? Lalu bagaimana?
"Apa maksudmu?"
Ia tertawa kecil. "Aku tak menganggapnya mengerikan ataupun menjijikkan." Katanya sambil tersenyum.
Aku hanya menghela napas panjang. Aku ingin terus mengatakan apa yang ingin kukatakan namun aku takut terlibat terlalu dalam. Aku takut kejujuranku akan menyakiti namja baik nan polos satu ini. Wow, aku takut! Hebt sekali dia bisa membuatku takut menyakitinya.
"Baekhyun-ah, aku akan menyatakan perasaanku padanya." Katanya sumringah.
"Mwo?!?!" Dia tak sadar apa yang baru kami bicarakan tadi? Mengapa tiba-tiba ia mengatakan ini dengan biasa saja?
"Kau harus menemaniku!" ia menarikku kembali menuju kelas. Ah ya, hari ini Seohyun bertugas piket siang.
"Mwo!??!" aku tak mencoba melawannya ketika ia terus menggeretku. "Kau tak malu jika ditolak di depanku?"
"Eyy!!!"
Kami berjalan kembali menuju kelas. Halaman sekolah sudah terlihat sepi tanpa satu pun siswa atau siswi yang melintas. Aku melihat Luhan yang sedang menarikku, kemudian melihat tanganku. Ia akan pergi menyatakan perasaannya pada yeoja yang ia sukai namun ia sedang menggandeng tangan pria saat ini. Apa-apaan.
Aku tak merasakan sedikitpun getaran dari namja itu. Benarkah ia sepercaya diri itu? Yakin tak akan ditolak? Ia tak menghela napas panjang layaknya orang yang akan menyatakan perasaan mereka. Ia tak melakukan apapun yang membuatku yakin ia sedang grogi.
Luhan membawaku mengintip sekilas ke dalam kelas. Setelah memastikan Seohyun ada di dalam, namja bajingan itu mendorongku ke samping, menyuruhku bersembunyi di balik jendela. Hampir saja aku terbentur, dasar!
"Seo Joohyun!" dengan bodohnya namja itu langsung memanggil Seohyun saat ia tepat melangkahkan kakinya ke dalam kelas. Entah mengapa aku yang melihatnya dari jendela secara sembunyi-sembunyi justru lebih grogi daripada Luhan sendiri.
Seohyun yang tengah menata spidol yang berceceran menoleh ke arah namja yang kini tersenyum-senyum sendiri itu. Mungkin namja bodoh itu justru sedang memikirkan apa yang akan dilakukannya bersama Seohyun esok ketika mereka sudah berpacaran, bukannya berpikir apakah ia akan diterima oleh yeoja itu atau tidak.
"Wae?" tanya yeoja itu dingin dan singkat, seperti biasanya. Ha!!! Dan setelah ini kau masih berani percaya diri kau akan diterima? Oh, come on, Luhan! Kau tak lebih rendah dari pada ini.
"Kau belum pulang?" namja itu berbasa-basi. Aku hanya mencoba mencegah tawaku lepas begitu saja. Yah, bisa mati aku jika Luhan gagal karena diriku. Bisa-bisa aku dicincang hidup-hidup.
"Kalau aku sudah pulang kau pikir siapa sekarang yang ada di depanmu?" Sungguh, aku susah payah mencoba untuk tidak tertawa! "Hantu?"
"Yah, apapun bisa terjadi." Jawab Luhan. Aku benar-benar tak tahan. Ini semua sangat lucu. Si kasar dan kejam Seo Joohyun sangatlah lucu, terkadang. "Seo Joohyun...." Ow, ow, ow, NOOOO! Aku tak ingin mendengarnya!! "Hari ini kau sangat cantik." Aku terkekeh kecil. Apa yang kau sebut cantik? Rambutnya yang berantakan? Bajunya yang juga berantakan? Wajahnya yang mengkilap? Mungkin aku yang terjatuh hingga wajahku mengenai kotoran kuda lebih cantik.
"Ah...," aku lihat Seohyun menundukkan wajahnya sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya. Hah? Apa ini? Seohyun malu? "Kalau itu aku sudah tahu...."
Aku terdiam sebentar. Kemudian tertawa cekikikan tanpa suara. Luhan hanya diam melihat Seohyun yang tersenyum manis. Namja itu kemudian ikut tersenyum, senyum kecut.
Luhan menghirup udara dengan paksa dari hidungnya, menghasilkan suara dengusan ekcil yang menggelikan. "Seohyun aku menyukaimu." Akhirnya namja itu mengatakannya juga. Aku merasakan diriku tak bisa bernapas. Apa yang salah? Mengapa justru aku yang seperti ini?
Seohyun mendongak dan menatap Luhan aneh. Ia menatap seolah Luhan baru saja memakan buaya yang sedang memangsa ular. "Mwo?" tanyanya.
Luhan terlihat grogi setelah ditanyai seperti itu. Mungkin ia memang tak siap untuk mengatakannya lebih dari sekali. "Aku... menyukaimu. Ya, aku menyukaimu." Jawabnya sambil menggaruk kepalanya.
Seohyun terkekeh. "Pasti kau belum pernah mendengar cerita-cerita tentangku, ya?" tanyanya memastikan. Jangan bilang Seohyun tahu semua cerita-cerita buruk tentangnya. "Aku mengerikan, kau tahu?" tanyanya sambil tersenyum.
"Mereka bilang begitu tapi yang kulihat kau tak lebih mengerikan dari monster sapi berbadan domba." What? Luhan baru mengatakan apa?
Seohyun tersenyum kecil. Oh, aku benar-benar tak bisa berpikir realistis saat ini. Aku hanya ingin ini semua selesai. Entah mengapa.
"Aku menjijikkan juga."
"Oh, ya? Kau pernah memakan kotoran anjing, sungguh? Karena itulah yang kuanggap menjijikkan." Jawab Luhan.
"Ew, kau yang menjijikkan!" kata Seohyun sambil meringis kesal. Apa tadi ia baru membayangkan dirinya memakan kotoran anjing? "Aku kejam, jahat, dan tak peduli pada siapapun!"
"Jika benar seperti itu, kau tak akan bersusah payah memberitahuku semua ini...."
Ey, namja ini. What a smooth talker. Belajar dari mana dia, sehingga bisa membalik semua pernyataan Seohyun dengan manisnya. Bahkan aku yang namja saja meleleh dibuatnya. Oke, aku harus menggunakan trik ini untuk Yoobi.
Seohyun mengerucutkan bibirnya. "Aku bisa sangat menyebalkan jika sedang kesal! Aku akan sangat sensitif pada kehadiranmu. Aku bahkan tak sudi melihat wajahmu, seperti terkena alergi! Jika aku melihatmu aku ingin sekali memuntahkan makananku!"
"Hmmm...," Luhan terlihat berpikir. "Anggap saja itu adalah tahapan pertama cintamu padaku. Yah, kupikir semua orang mengalami masa-masa itu."
"Mana mungkin?!"
"Oh, ayolah jangan mencari-cari alasan. Kau tahu aku menyukaimu apa adanya dirim—"
"AKU PEMBUNUH BERANTAI!!!" teriak Seohyun tiba-tiba. Aku terkikik lagi. Sekarang apa yang akan dikatakan Luhan? Aku penasaran.
"JEONGMAL?!?!?!" namja itu balik berteriak sambil memegang kedua bahu Seohyun. Jika ini drama, pasti akan ada adegan slow motion di mana Luhan akan mencium Seohyun. Namun sayang ini bukan drama. "KEREN!!!" jawabnya lagi, sukses membuatku maupun Seohyun membuka mulut kami bersamaan.
"Mwo?" tanya kami berdua. Namun aku lirih, hampir berbisik. Seohyun menatap Luhan tak mengerti.
"Kisah cinta kita akan berakhir seperti drama-drama action romantis!"
Aku menepuk dahiku keras. Ah, ku kira dia akan mengatakan apa. DASAR!
Seohyun tak bisa menahan tawanya mendengar jawaban polos Luhan. Namja itu, benar-benar berusaha dengan keras haha. Patut diacungi jempol.
"Drama action apanya...," Seohyun menutup mulutnya sambil tertawa cekikikan.
"Oh, kau tidak mengelak kata romantis." Luhan tersenyum bahagia.
"Mwo?"
"Aku anggap itu sebagai jawaban iya!"
"Mwo?!"
"Aaaahhhh, gomawo Seo Joohyun!"
"Mwo?!?!?!?!"
"Aku mencintaimu!!!"
"Mwoya?!?!?!?!"
Argh, kapan ini akan berakhir?
***
Kau tahu apa kebiasaan tambahanku tiap pagi kali ini? Berjalan ke arah pertigaan, kemudian menunggu seseorang untuk keluar, lalu melanjutkan perjalanan ke rumah Luhan.
Kau tahu apa kebiasaan baru Luhan? Menunggu kami berdua untuk datang (padahal biasanya aku yang harus menunggunya sebentar), kemudian memeluk kami berdua bergantian (biasanya ia tak pernah melakukan ini).
"Mengapa kalian berdua datang sambil berjalan berdampingan?" Luhan bertanya pada aku dan Seohyun di suatu pagi.
"Mwo?" Seohyun hanya bisa berkomentar seperti itu.
"Kau tidak sedang mencemburui kawanmu yang bahkan tak sedikitpun menyukai kekasihmu, bukan?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi.
"Nah, itulah! Aku takut kawanku yang tidak sedikitpun menyukai kekasihku menumbuhkan perasaan setelah sering berjalan berdua kemari setiap hari karena akhirnya sadar akan aura malaikat yang terpancar darinya."
Seohyun langsung menjitak Luhan.
"Bahkan kami hanya berjalan beberapa meter...."
Luhan tersenyum lebar, kemudian memeluk kami berdua bergantian. Satu detik ia memelukku, satu tahun ia memeluk Seohyun. Mengapa aku merasa ini semua tidak adil?!?!?!
Ah, molla. Aku benar-benar harus mendekati Yoobi sekarang. Aku tak mungkin harus menjadi penengah mereka berdua selamanya, bukan?
END.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro