#6.0
Harumi baru kembali dari bertapa, alhamdulillah but not daijoubu. Lagi bingung gara-gara project:"D
.
.
.
***
Tubuh Mentari perlahan bergerak. Menuju kepala dengan tenang. Wajah putih bersih menyerupai butiran air bening seperti kapas membeku di udara memerah samar. Memberikan sentuhan halus dalam lukisan. Merapikan sedikit kesalahan untuk hasil sempurna. Gumpalan serat lembut di langit bebas menipis. Mencoba menghasut angin kering dari Utara untuk bertamu. Sehingga tanah dengan berat hati memutuskan menghadiahkan sebuah permukaan gersang untuk di nikmati.
Setidaknya begitulah perasaanku saat ini. Rasa pedih perlahan merayap. Tidak ingin meninggalkan sesuatu yang telah menarik perhatian. Menyelimuti leher dengan tekanan berat. Membuat saluran menutup sempit sehingga jalan masuk dan keluar udara akan terputus. Dalam kondisi normal, manusia akan merasakan hal itu. Aku tidak merasakan pedih dari perbuatan laki-laki jangkung ini. Jangankan di cekik, aku bahkan pernah hanyut di sungai. Masih hidup aja tuh?
Aku tersenyum samar. Skill [Penghilang Rasa Sakit] milik Adonis begitu berguna. Aku tidak perlu merasakan sebuah penderitaan berkat ini. Dimana penyiksaan akan tunduk patuh dengan aku sebagai penguasa. Aku tidak perlu khawatir untuk bertahan hidup di dunia asing. Berbekal sebuah ilmu dan pengalaman dari menonton anime serta buku 1001 Cara Bertahan Hidup ala Harumi, aku akan menang. Meski begitu, sesuatu tak terduga akan selalu menunggu di jalan. Mengawasi seperti hewan buas; menunggu kesempatan untuk menyerang. Dengan sebuah kekuatan besar menyelimuti diriku; aku bisa dengan mudah mengalahkan laki-laki jangkung ini. Cukup dengan sekali banting, dia akan mendapatkan beberapa cedera sehingga bisa melepaskan cengkraman kuat pada kerah bajuku. Ah, tidak. Itu terlalu berbahaya. Aku bisa melepaskan diri dengan mudah melalui tindakan sederhana. Melepas baju. Mudah bukan?
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, kenapa aku tidak melakukan hal tersebut?
Dengarkan aku, teman. Aku akan menegaskan sesuatu di sini. Manusia merupakan makhluk yang di beri anugerah dari Tuhan berupa akal dan kecerdasan tinggi. Mereka hidup secara berkelompok dengan hubungan timbal balik bersama manusia lainnya. Aku juga menginginkan hal itu. Aku sedikit mengukir senyum miris. Ketika aku memutuskan untuk mengelilingi desa besar ini, sesuatu telah menangkap perhatianku. Seperti di novel dan kehidupan nyata di bumi. Di balik kemegahan sebuah negara, akan ada segelintir orang tersimpan rapat di balik pinggiran desa pun kota. Mencoba untuk mencari sebiji nasi dengan tulang tercetak jelas di kulit kumal penuh tanah.
Ah, aku juga ingat. Tempat itu selalu menjadi sasaran monster untuk mencari mangsa. Bagaimana bisa mereka bertahan di tempat kumuh ketika orang-orang menghindari daerah itu? Kerja rodi? Mencuri? Bersembunyi? Pftt, aku akan menjadi orang nomor satu yang akan tertawa keras! Para penguasa menjijikkan itu akan merampas semua harta mereka!
Dunia merupakan tempat kejam. Dipenuhi makhluk pendosa dengan sifat serakah. Mereka akan mencoba untuk menutupi daerah tersebut dengan rapi. Sehingga seseorang tidak akan memperhatikan dan membuat suatu protes kepada penguasa tanah. Akan berbahaya jika terdengar sampai ke gendang telinga kerajaan. Ah, tidak. Bagaimana jika kerajaan sendiri yang merampas hak rakyat? Pftt. Bukankah di bumi sebelumnya juga seperti itu? Aku bukan pemeran utama dalam suatu buku bacaan. Aku tidak mungkin sanggup menolong orang dan menjadi pahlawan untuk mereka. Bahkan untuk diriku sendiri saja masih bermasalah. Kehidupan seorang pahlawan mungkin akan di berkahi nikmat kehormatan atas jasa tak terlupakan dengan kelompok orang besar mendukung serta memberikan kesetiaan kepada mereka.
Tidak—bahkan untuk seorang pemeran utama, keberlangsungan tujuan untuk mendamaikan suatu negara tidak mudah. Jalan mereka di penuhi duri tajam. Disinilah aku. Seorang manusia biasa dengan kekuatan biasa-biasa saja terlempar ke suatu dunia tidak normal. Bukan pemeran utama atau manusia terpilih. Meski kondisi diriku dan penduduk di pinggir desa berbeda; pada dasarnya kami adalah sama.
Hidup tidak mudah karena selalu berjalan berdampingan dengan ujian. Mon maap tapi bukan ujian sekolah. Itu beda cerita;')
Lalu laki-laki jangkung ini—
"A-Aku tidak bisa b-bernafas..."
DUAK!!
Tangan besar melepaskan cengkraman kuat. Raga terasa menyatu bersama udara. Menyambut dengan haru seperti sudah lama tidak berjumpa. Saluran sempit lambat terbuka lebar. Paru-paru hampir kosong perlahan terisi oleh oksigen. Menenggelamkan ruang kecil dengan kepuasan hati. Sejumput noda merah tertinggi di leher jenjang. Aku bisa mendengar bisikan samar. Ukiran bulan sabit pertanda kemenangan terukir halus di labium merah muda.
Ah... Rencanaku berhasil. Kami menjadi perhatian publik.
—aku bisa memanfaatkan laki-laki ini untuk menjadi babuku.
.
.
.
TBC
Pendek ya?
Jadi, sebenernya ini chapter kepanjangan. Makanya Harumi bagi jadi dua wkwk. Maap bagi yang nunggu lama:'D
05 September 2021
See ya!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro