Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vierzehn

"Assalamualaikum! Permisi! Spada! Yuhu, Eca plojen, main yuk!!"

Suara keras yang berasal dari depan pintu membuat Elsa yang sedang asyik nonton serial kartun di televisi itu pun langsung memutar bola matanya jengah. Ia hapal dengan jelas siapa pemilik suara bass yang menyebalkan itu.

Pemilik suara bass itu adalah tetangga sekaligus orang yang patut dihindari.

"Waalaikumsalam! Gue lagi nggak di rumah!!" Elsa menyahut dengan suara yang tak kalah keras. Tak berselang lama, terdengar si pemilik suara bass itu tergelak, dan itu berhasil membuat Elsa semakin merasa kesal.

"Plojen, ih. Nggak boleh jahat sama tamu. Tamu adalah raja, tau?" timpal si pemilik suara itu lagi.

Elsa kemudian bangun. Dengan gontai, ia mendekati pintu, dan membukanya. Tepat pintu terbuka dari dalam, si pemilik suara bass itu langsung mendorong pundak Elsa agar tak menghalangi jalannya untuk masuk.

"Orang kayak lo, nggak pantas disebut tamu. Tamu kok nggak tau malu? Dasar serangga."

Pemuda itu menoleh, memasang seringai yang menyeramkan. "Nama gue Rangga Dewantara, bukan serangga."

"Nama gue Elsa Azarine, bukan Eca plojen." Elsa membalikkan omongan tetangga sekaligus kakak kelasnya itu dengan enteng seraya bertolak pinggang. Tidak ketinggalan wajah judes yang menjadi ciri khasnya.

Alih-alih menyahuti omongan Elsa, Rangga malah melengos begitu saja menuju ke ruang keluarga yang televisinya masih menayangkan serial kartun tontonan Elsa.

"Wah, plojen nonton kartun juga? Muka sangar, tontonannya Spongebob." Rangga lagi-lagi terkekeh geli setelah ia menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

Elsa merotas kedua bola matanya seraya mendengus kasar.

Ketenangannya benar-benar direnggut paksa oleh manusia yang penurutnya paling menyebalkan sejagad raya. Tidak di sekolah, tidak di rumah. Elsa tak mengerti mengapa ia harus dikelilingi oleh orang-orang yang menyebalkan seperti Rangga, dan Orion.

"Ga, gue jambak sampai botak, mau?"

Hanya sekilas, Rangga melirik Elsa, masih dengan bibir yang menyunggingkan seringai menyebalkan. "Anak kecil songong amat, sih. Gue kutuk lo naksir sama gue, tau rasa lo."

Elsa berdecak sebal. Lagi-lagi, Rangga menyebutnya anak kecil.

"Amit-amit. Gue aduin mbak Rindu, sama Iris, tau rasa lo."

Rangga mengerucutkan bibir, dengan pipi yang ia kembungkan. Berusaha agar bisa terlihat menggemaskan di mata Elsa, supaya gadis itu mengizinkannya untuk tetap tinggal.

Bukannya memerdulikan tatapan memelas Rangga, Elsa malah melempar bantal kecil yang ada di sofa ke arah Rangga sehingga pemuda itu tergelak.

"Pergi nggak?"

Rangga menggeleng, lalu menjawab dengan nada tengil, "Gue kan mau mengungsi."

Elsa tertawa mendengus mendengar kata-kata mengungsi yang dituturkan Rangga. Pemuda itu berlagak seakan terjadi bencana di rumahnya sehingga ia harus berlindung di dalam rumah Elsa.

"Per--"

"Kak Gaga!!"

Kata-kata Elsa terinterupsi oleh suara nyaring balita lelaki yang baru saja sampai di ruang keluarga.

"Epan!!" Rangga balik berseru dengan mimik yang sudah berubah girang. Kedua tangan direntangkan lebar-lebar, seolah memberi pertanda agar buntalan imut nan menggemaskan itu menghambur ke arahnya.

Elsa kembali merotasikan kedua bola matanya disertain dengan helaan napas panjang. "Namanya Elfan, bukan Epan," koreksi Elsa jengkel.

∞∞∞

"Yon, line lo berisik banget sih," celetuk Shea tanpa melepas pandangan dari layar ponselnya sendiri. Perempuan itu mengungsi ke kamar Orion setelah ia merasa bosan di dalam kamarnya sendiri.

Orion yang baru saja masuk ke kamar setelah selesai melaksanakan tugas rumah, yaitu menyapu, dan mengepel lantai, sontak mengusap keringat di dahi menggunakan punggung tangannya. "Buka aja."

Mendapat arahan seperti itu, tanpa berpikir dua kali, Shea pun membongkar aplikasi chattingan Orion. Entah kenapa, fokus Shea tertuju pada pesan atas nama Rachel. Dengan rasa penasaran yang membara, Shea membuka pesan dari Rachel untuk Orion. Sepersekian detik kemudian, alis Shea terangkat heran.

Rachel D.P :
Kak Orion
Kak?
Aku mau minta tolong.

: Orion Kalingga
Iya, gimana?

Rachel D.P :
Aku minta idline kak yasa dong:3
Atau kak arsen aja:3
Boleh ya?
Kak?
Kak Yon^^
Kok ga balas?
Ih sombong:(
Aku nungguin:(
Sombong:(
Sok ngartis bener:(

Shea berdecak kasar membaca pesan-pesan yang masuk, tak hanya pesan dari Rachel, beberapa pesan yang masuk di aplikasi pesan bewarna hijau milik Orion itu isinya serupa menyebalkannya dengan isi pesan milik Rachel. Pantas saja akhir-akhir ini, Orion lebih sering bersungut, daripada tersenyum.

"Gue balas ya?"

"Heh--" Belum sempat Orion menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba saja ia mendapati jemari Shea sudah bermain cantik di atas layar ponselnya.

: Orion Kalingga
Kalo butuh, minta sendiri
Lagian, lo pikir bakal dibalas?
Ngimpi! Haha

"Nggak usah balas semua, Shey. Yang lain, cukup diread aja," ujar Orion yang kini menghampas tubuhnya tepat di sebelah Shea. Shea yang sudah selesai mengirim pesan itu melirik sinis sebelum akhirnya mendengkus kasar.

"Kenapa cuma diread doang?"

"Supaya mereka tau, gue merasa terganggu."

"Makanya, lo jangan kelewat baik jadi cowok. Mereka akhirnya jadi ngeremehin, dan seenaknya gini sama lo."

Wajah Orion yang sebelumnya santai, langsung berubah muram. Binar matanya ikut menyurut. Shea tahu benar apa yang bertengger di pundak Orion. Meski tak ingin, Orion selalu saja dituntut untuk tampil sempurna oleh orang sekitarnya. Sehingga kebanyakan dari mereka lupa bahwa Orion juga manusia biasa yang jelas saja memiliki emosi.

Meski kerap dibanding-bandingkan, Orion sendiri tidak pernah sampai menyombongkan diri. Ia tak ingin Shea semakin berkecil hati. Orion memang tak pernah mengeluh, dan tak pernah memberitahu menggunakan kata-kata, namun, Shea tau bahwa diam-diam Orion tertekan.

Bahasa tubuh, dan sorot mata Orion mengatakannya dengan jelas.

"Perlu gue bantu labrak satu-satu, nggak?"

Mendengar pertanyaan konyol itu keluar dari bibir Shea, Orion terkekeh pelan. Ekspresinya segera ia netralisir agar kembali seperti sediakala. Kemudian, ia menggeleng pelan.

"Nggak usah. Kalo lo labrak, dan mereka ngadu ke BK, atau orangtua, lo lagi yang bakal kena masalah. Ujung-ujungnya, kita lagi yang dibanding-bandingin. Lo nggak suka dibanding-bandingin, kan? Sama, gue juga. Jadi, mending lo diam aja. Kalo didiamin, mereka juga bakal capek sendiri, kok."

Shea mendengkus. Walaupun sebal dengan kepribadian Orion yang kelewat sabar, ia tetap membenarkan apa yang diurai Orion beberapa saat yang lalu. Orion mengkhawatirkannya lebih dari apapun, dan Shea harus menghargai itu.

"Shey, keluar, gih. Gue mau mandi," kata Orion yang sudah siap dengan handuk di pundaknya.

"Yaudah sih, mandi ya tinggal mandi aja. Ngapain harus gusur gue keluar?"

"Kalo nggak gue gusur, ntar lo malah ngintipin gue mandi!" tuduh Orion sambil berdecak sinis di akhir kalimat.

Mata Shea mendelik. Ia tak terima disebut sebagai tukang ngintip. "Kayak kita nggak pernah mandi berdua aja sih! I know you so well."

Hanya butuh waktu sepersekian detik, wajah, dan telinga Orion langsung memerah, sementara Shea terkikik geli melihat reaksi Orion. Terakhir kali Shea, dan Orion mandi bersama adalah sewaktu berada di bangku kelas dua sekolah dasar. Itu sudah lama sekali.

Tak berselang lama, Orionpun menarik pergelangan tangan Shea agar segera beranjak meninggalkan kamarnya.

"Cepat bangun, kingkong!"

Alih-alih menuruti seruan Orion, Shea malah semakin memberatkan badannya sendiri agar tak tergusur dari kasur empuk Orion. "Nggak mau, nggak mau. Coba aja kalo bisa," kata gadis itu dengan nada bicara, dan ekspresi mengejek.

Tidak kehabisan akal, Orion pun mengangkat Shea dalam gendongannya hanya dengan satu gerakan sehingga membuat Shea terpekik kaget.

"HEH, LO NGAPAIN?!"

Jika pelaku pengendongan adalah Adnan, Shea pasti akan berpikir bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang romantis. Tetapi, sayang seribu sayang, pelaku pengendongannya adalah Orion, makhluk yang paling menyebalkan setelah Sagara Miller tentunya.

"Gue mau buang karung guni isi buntalan lemak," sahut Orion santai sambil berjalan menuju ke kamar Shea yang letaknya memang berdekatan dengan kamarnya.

Shea membungkam dengan wajah masam, dan bibir mengerucut sebal. Jika tak ingin jatuh ke lantai yang jelas keras, maka ia harus menahan diri untuk tidak melakukan pemberontakan.

Sesampai di kamar Shea, tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu, Orion langsung saja menjatuhkan Shea ke atas kasur. Sebelum Shea sempat berteriak protes, juga mengomelinya, Orion segera mengacir dari kamar Shea.

"I LOVE ME TOO, SHEA!!"

∞∞∞

"Kebebasan terbaik adalah menjadi diri sendiri. Tetapi, netizen yang budiman tak pernah mengizinkan kita untuk menjadi diri sendiri."

-Elsa Azarine Safira-

∞∞

Have a nice day, dan selamat kembali beraktivitas, semua!
Love you, mwah💙

Fast update, jangan?

Thanks for waiting, thanks for reading, and thanks for vomments🙏🏻
Danke💙

CiinderellaSarif (Cinde)
Istri Sah, dan Kesayangan
Ji Chang Wook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro