Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Siebzehn

"Sa, lo mau gue jemput jam berapa?" tanya pemuda yang duduk di kursi pengemudi sambil menatap gadis berambut sebahu yang baru saja keluar dari mobilnya.

"Jam enam, Mas Sakti yang gantengnya sedunia makhluk halus," jawab gadis tersebut penuh penekanan. Ia tak ingat lagi ini pertanyaan keberapa yang diulang Sakti sejak berangkat meninggalkan perkarangan rumah.

Sakti tersenyum.

Tak lama, pemuda berkemeja putih yang dipadu dengan celana kain bewarna hitam lengkap dengan pantofel itu mengangguk paham.

"See you soon, Elsa."

Tanpa niat membalas Sakti, Elsa langsung melengos begitu saja masuk ke dalam kafe yang menjadi tempat sangat bersejarah untuk dirinya, dan Orion. Setelah memastikan Elsa benar-benar sudah masuk ke dalam kafe, Sakti langsung menancap gas menuju ke kampusnya.

"Elsa!!"

Elsa tersenyum tipis saat teman sekelasnya itu menyapanya terlebih dahulu. Ia cepat mendekati Vione yang saat itu bersama dengan Renika. Wajah Vione, dan Renika tampak semringah, membuat Elsa sedikit memperlebar senyumannya sembari meremas tali tas selempang yang ia kenakan.

"Udah lama?"

Vione menggeleng. "Kita berdua juga baru sampai."

Jawaban Vione langsung mendapat anggukan cepat dari Renika. "Lo pulang latihan jam berapa? Takutnya bodyguard lo itu datang duluan sebelum lo nanti."

"Gue pulang latihan jam lima, tapi, gue udah minta dijemput jam enam. Mas Sakti nggak bakal masuk ke dalam kafe buat nyari gue kok. Jadi, kalian nggak usah khawatir," ujar Elsa tenang sambil mengikat rambut sebahunya agar tak membuatnya gerah selama latihan nanti. Tanpa menunggu balasan dari kedua temannya, Elsa langsung menata langkahnya menuju ke toilet kafe untuk mengganti pakaian.

Tidak sampai lima menit, gadis itu keluar dari toilet dengan setelan pakaian yang berbeda saat ia datang tadi.

Kemeja pink kebesaran, dan celana jeans hitam sudah berganti dengan kaos kuning berlambang harimau, dan celana putih kebesaran yang menjadi ciri khas suatu perguruan bela diri.

Benar-benar tidak ada kesan feminim yang tertinggal.

"Lo berangkat ke tempat latihan sama siapa?" tanya Renika saat Elsa sudah sampai di dekatnya.

"Sama Aris," jawab Elsa singkat. "Gue duluan ya?" Gadis itu berpamitan sebelum akhirnya melangkah kakinya dengan tergesa-gesa keluar dari kafe, meninggalkan kedua temannya di sana.

Setelah keluar, Elsa pun berdiri di samping pintu kafe dengan riak resah. Kedua matanya sesekali tampak melirik ke arah jam digital yng melingkar di pergelangan tangannya.

"Duh, si Aris mana sih?"

∞∞∞

"Beneran nggak mau gue antar pulang?" Orion menatap perempuan di hadapannya dengan riak penuh tanya. Tangan kanan Orion menenteng keresek kecil yang berisi empat kotak susu pisang.

Perempuan tersebut adalah teman baik dari Shea, adik kembar Orion. Keduanya tak sengaja berpapasan saat Orion akan membayar barang belanjaannya di salah satu minimarket yang posisinya tidak jauh dari tempat ia belajar.

"Iya. Lagian, rumah gue nggak jauh-jauh banget kok dari sini," kata Jessica malu-malu. Diam-diam, gadis itu melirik ke arah Orion, pemuda itu tampak menoleh ke kiri, dan kanan sebelum akhirnya menatap Jessica. Gadis itu kelabakan, ia segera menunduk.

"Udah pesan kendaraan, 'kan?" tanya Orion memastikan.

Jessica mengangguk.

"Mau gue temankan?"

Wajah Jessica sontak memanas saat mendengar penawaran Orion. "Eh? Nggak usah, makasih," tolak gadis itu terus menundukkan kepalanya.

Orion mengangguk paham. "Kalo gitu, gue duluan ya?"

"Hati-hati," pesan Jessica sebelum Orion melangkah menjauh. Pesan malu-malu itu Orion sambut dengan senyuman manis.

"Lo juga hati-hati."

∞∞∞

Sesampainya di depan kafe, Orion langsung bergeming sejenak. Ia tak menyangka akan kembali bertemu untuk yang kesekian kalinya dengan Elsa di kafe yang pernah menjadi tempat pertemuan pertama mereka. Bedanya, saat ini, Elsa tidak mengenakan pakaian kasualnya.

Di mata Orion, Elsa tampak seperti sedang mengenakan pakaian untuk bertarung.

Meski begitu, sepersekian detik kemudian, senyum Orion tetap merekah.

"Elsa!" sapa Orion riang.

Gadis yang baru selesai mengotak-atik ponselnya itu kontan mendongak menatap si pemanggil yang tidak lain adalah Orion. Jarak keduanya tidak jauh, namun pemuda tersebut berseru seolah jarak yang terbentang di antara mereka adalah jarak yang sangat luas.

"Do you wanna build a snowman?" Orion mengulurkan tangannya di hadapan Elsa.

Elsa mendengkus. Ia segera menepis kasar tangan Orion yang terulur di hadapannya. Di samping itu, alih-alih merasa kesal, Orion malah terkekeh. Raut kekesalan yang terpancar di wajah Elsa benar-benar menjadi hiburan tersendiri untuk Orion.

"Gue lagi nggak mood bercanda," kata Elsa dengan mimik ketusnya.

"Lo kenapa?"

"Jangan bawel deh."

"Kalo lo nggak jawab, gue nggak bakalan berhenti nanya."

Elsa menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan keras sebelum akhirnya ia menjawab pertanyaan Orion, "Gue udah telat latihan. Teman gue juga bakalan telat katanya. Puas?"

"Latihan? Latihan apa? Di mana? Mau gue antar nggak? Daripada makin telat." Orion menelisik manik hazel Elsa yang meliar resah.

Mendengar penawaran Orion, Elsa menatap pemuda tersebut dengan tatapan tak percaya. Saking tak percayanya, ia sampai lupa dengan pertanyaan yang dilontarkan Orion padanya beberapa detik lalu.

"Gue serius. Gue juga nggak lagi bercanda," tambah Orion, berusaha meyakinkan Elsa.

Binar harapan tampak berpendar di manik hazel milik Elsa. Wajah suramnya sontak berubah cerah. "Beneran?"

Orion mengangguk, lalu mengeluarkan kunci motor dari kantong celananya, dan menggoyangkan kunci tersebut di hadapan Elsa.

"Let's go."

Ketika kedua sudut bibir Elsa tertarik membentuk senyuman, Orion langsung merasa darahnya berdesir, dengan jantungnya yang secara tiba-tiba berdetak diluar batas normal. Tidak ingin membuat gadis itu menunggu lebih lama, Orion langsung mengantongi kresek berisi empat kotak susu itu ke dalam kantong hoodie abunya, kemudian membawa gadis itu mendekat ke motornya yang memang sudah terparkir rapi sejak tadi.

Orion naik ke atas motor sport putihnya, kemudian mengenakan helm fullface-nya. Tangannya langsung bergerak menyalakan mesin motor. Orion menoleh ke arah Elsa. Ia lantas mengulurkan tangan untuk membantu Elsa naik.

Dengan gerakan ragu-ragu, Elsa menyambut uluran tangan Orion, dan duduk tepat di belakang pemuda berpunggung tegap tersebut.

Setelah memastikan Elsa mendapatkan posisi nyamannya, Orion pun angkat bicara.

"Peluk dong. Gue bakal ngebut."

Elsa membola kaget, ia secara reflek langsung menoyor kepala Orion yang dilindungi helm dengan keras. "Jangan modus!"

Disemprot sedemikianrupa tentu membuat Orion menguraikan kekehan gelinya. "Duh, galak. Jangan lupa pegangan, dan jangan lupa jadi penunjuk arah yang baik."

Belum sempat Elsa membalas kata-kata Orion, pemuda itu langsung tancap gas sehingga membuat Elsa mau tak mau harus berpegangan pada hoodie yang dikenakan Orion.

Dua puluh menit kemudian, keduanya pun sampai ke sebuah sekolah negeri yang memiliki lapangan yang sangat luas. Di pinggir lapangan sekolah tersebut ternyata sudah dipenuhi oleh puluhan orang berpakaian serba putih. Yang membedakan mereka hanyalah warna sabuk yang terikat di pinggang mereka masing-masing.

Dari sabuk bewarna putih, kuning, hijau, biru, cokelat, bahkan hitam, semua ada di sana.

Seusai mematikan mesin motornya, seketika, Orion langsung diserang perasaan gugup saat puluhan pasang mata mengarahkan titik fokus pada dirinya, dan Elsa yang baru sampai, bahkan belum turun dari motor.

Setelahnya, Elsa segera turun sebelum Orion sempat mengulurkan tangan untuk menjadi tempat tumpu. Gadis itu menatap Orion dengan tatapan was-was.

"Langsung balik gih," usir gadis itu seraya mengibaskan tangan sebagai tanda bahwa ia meminta Orion untuk segera pergi.

Orion mengerjap lambat.

"Gue tungguin lo aja, biar pulangnya juga bareng gue," balas Orion setelahnya. "Gue ikhlas kok nungguin. Nungguin Ilona selama hampir setahun aja gue kuat, apalagi nungguin lo yang cuma beberapa jam. Gampil buat gue."

Dengan cepat, Elsa menggelang. Ia tetap bersikeras. "Terima kasih udah nganterin gue ke sini dengan selamat sentosa. Tapi, nggak. Lebih baik lo pulang sekarang. Gue bisa pulang sama mereka kok."

Bukannya kembali menyalakan mesin motor, Orion nalah turun dari motor, membuat Elsa kelabakan sendiri.

"Lo ngapain?!" Elsa mendelikkan matanya pada Orion.

"Gue mau nungguin lo," jawab Orion berusaha santai seraya berjalan melewati Elsa begitu saja.

Tidak ingin Orion melakukan hal yang dapat membuat dirinya terkena gosip kacangan, Elsa langsung menarik tudung hoodie Orion yang berhasil membuat pemuda itu menghentikan langkahnya.

"Kenapa sih, El?"

"Jangan bikin gue malu," desis Elsa dengan mata yang masih mendelik seolah akan keluar dari tempatnya bersarang.

"CIE, ELSA PUNYA PACAR!!!!"

Tiba-tiba saja, puluhan pasang mata yang masih menjadikan Orion, dan Elsa titik fokus itu berkoor jahil, membuat Elsa secara spontan mendorong punggung Orion menjauh.

"NGGAK ADA YANG PACARAN!!" sahut Elsa setengah berteriak saat teman-teman seperguruannya itu terus berusaha menjahilinya.

Gadis itu bisa merasakan wajahnya tiba-tiba saja menghangat saat godaan teman-temannya yang berada di pinggir lapangan itu mampir di indera pendengarannya. Sementara itu, Orion mengulas senyum senang melihat reaksi menggemaskan Elsa yang sangat jarang tertangkap oleh indera penglihatannya.

Cantik.

∞∞∞

"Jerapah jantan kalo dicuekin sama jerapah betina, namanya bukan jerapah lagi, tapi jerapuh."

-Orion Kalingga Archandra-

∞∞∞

Annyeong💐
Selamat bersatnite ria, kawan-kawanku sekalian!! Aye aye!!
Tolong, yang jomblo, mending duduk manis di rumah aja, jangan menuh-menuhin jalan. Lebih baik kalian kencan sama Orion aja! XD

Btw, apa sih alasan kalian tetap baca cerita Orion? Apa yang kalian suka dari cerita ini? Kasi tau ya!!

Last, thanks for waiting, thanks for reading, and thanks for vomment🙏🏻
Danke💙

CiinderellaSarif (Cinde)
Istri Sah, dan Kesayangan
Ji Chang Wook💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro