Neun
"Hai, El!"
Elsa sontak mengerjap lambat saat ia mendapati Orion menempati kursi kosong di sebelahnya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Sepersekian detik, Elsa mengedarkan kepalanya ke setiap penjuru kantin, dan mendapati beberapa pengunjung kantin menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.
Sudah jelas, Elsa agak risi, dan tak suka akan hal itu.
Ia memang tidak pernah menyukai dirinya menjadi pusat perhatian. Jika para penatap itu ingin bertukar posisi dengannya, maka Elsa pasti akan melakukannya dengan senang hati.
Karena itu, Elsa pun memilih untuk membungkam, dengan tangan kanan yang mengaduk-aduk minuman dengan sedotan. Aura canggung pun terus saja menyelimuti Elsa, terlebih saat ia menyadari ada beberapa pasang mata yang masih menumpukan titik fokus padanya, ah ralat, yang tepat adalah pada pemuda yang tengah duduk manis di sebelahnya.
"Gue balik," kata Elsa yang kemudian bangkit berdiri. Namun, belum sempat gadis itu bergerak, tangannya sudah ditahan lebih dahulu oleh Orion.
Orion menahan, dan aksi terakhirnya, ia menarik pelan tangan mungil tersebut agar kembali duduk.
"Kok buru-buru banget sih? Ntar aja, kelas kita juga searah." Tepat di akhir kalimatnya, Orion tertawa, namun, kali ini ia tertawa tanpa suara dengan kedua mata menyipit.
Elsa mendelik, lalu menarik tangannya yang tadi ditarik Orion dengan gerakan cepat. "Jangan macam-macam," kata Elsa dengan nada memperingatkan.
"Nggak bakal macam-macam kok. Gue cuma mau ngobrol."
"Apa?"
"Gue suka puisi lo di blog sekolah."
Elsa menoleh lagi-lagi dengan mata mendelik, dan mulut setengah menganga. Tak lupa, ada riak kaget yang berpadu dengan rona merah di wajahnya, membuat Orion mengulum senyum geli.
"Kok ekspresi lo gitu?"
Elsa berdeham singkat sebelum akhirnya ia kembali menetralisir ekspresi wajahnya. "Nggak apa-apa. Bagus, berarti gue keren."
"Iya, El. Lo keren, gue suka."
"Oh iya, katanya, tahun kemarin lo ikut Olimpiade Bahasa Jerman Tingkat Nasional, dan lo berhasil meraih juara dua. Itu beneran?" tanya Elsa dengan nada datarnya yang khas. Sudah jelas bahwa gadis itu sedang berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan mereka agar ia tidak terjatuh dalam perangkap kacangan Orion.
"Iya. Kenapa? Apa menurut lo, gue mengecewakan karena cuma meraih juara dua?" Orion balik bertanya dengan nada canggung sembari mengusap tengkuknya gusar.
Elsa menyungging senyun tipis sarat kemenangan saat ia merasa berhasil mengalihkan topik obrolan yang sebelumnya dibina Orion. Perlahan, rasa tak nyaman, dan risi yang sempat menggelayutinya pun menguap begitu saja.
"Nggak sih. Malah keren, masih bisa meraih posisi juara dua di olimpiade tingkat Nasional. Gue yakin itu nggak gampang. Setau gue, itu juga rekor baru untuk jurusan bahasa."
"Ngomong-ngomong, kok lo tau? Lo nge-stalk gue, ya? Aciee..."
"Nge-stalk gundulmu. Gue baru ingat kalo muka jelek lo itu pernah nongol di blog sekolah, sama di mading." jawabnya seketus mungkin. Kepalanya ia palingkan ke sembarang arah dengan gaya angkuhnya yang khas.
Percaya tidak percaya, setelah insiden yang di mana Elsa diantar pulang oleh Orion, gadis itu sampai membongkar blog, dan artikel sekolah hanya untuk mencari informasi tentang Orion, dan hanya untuk memastikan bahwa pemuda bukanlah seorang berandal.
∞∞∞
"Shey."
"Apa?"
"What do you think about tukang php?" tanya Orion yang saat itu sedang duduk di atas kasur Shea layaknya seorang pemilik kamar.
Kedua tangan Shea yang tadinya sibuk mengutak-atik ponsel tiba-tiba berhenti bergerak, pandangan Shea ikut beralih. Gadis yang duduk di sebelah Orion itu memicingkan matanya.
"Tukang php yang lo maksud ini pasti si Ilona Ilona itu. Iya 'kan?"
Sebelah alis Orion terangkat, memperjelas kebingungan yang berkeliaran di benaknya. "Kok tau?"
"Apa sih yang nggak gue tau?" Gadis itu menepuk dada, membanggakan dirinya dengan rasa percaya dirinya yang tinggi sebelum ia melanjutkan kata-katanya dengan nada mengancam. "Lo nggak bisa move on dari nenek sihir itu. Iya, nggak?"
Orion mengerucutkan bibir dengan kedua pipi yang sengaja ia kembungkan. "Gue udah move on, Shey. Serius."
"Come on, Orion. Mana bisa sih lo bohong sama gue." Shea berdecak meremehkan sambil mengibaskan sebelah tangannya.
"Gue benar-benar udah move on. Tapi, ya gitu, istiqomahnya itu yang susah." keluh Orion pada akhirnya. Pemuda itu berujung mengganti posisi duduknya menjadi rebahan. Membuat Shea memutar bola matanya malas.
"Aneh nggak--"
"Entah, nggak tau." sela Shea cepat.
"Makanya dengerin dulu, pinter." desis Orion yang kemudian menarik gemas ujung rambut Shea.
Gadis berambut sebahu itu berdecak menyuarakan kekesalannya, kemudian menggeplak tangan jahil Orion dengan sekuat tenaga sehingga pemuda tersebut terkekeh geli.
"Gini, Shey. Menurut lo, kenapa dia mesti muncul pas gue udah mulai berhasil untuk nggak ingat dia? Posisinya, dia masih sama si Resta. Sementara, gue juga udah mau mencoba buka hati buat orang lain."
Shea mendengar keluh kesah Orion dengan wajah serius, bahkan ia tak sekalipun menyela seperti yang biasa ia lakukan.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik.
"Lo dengar gue nggak sih, Shey?"
Pemuda itu langsung saja melayangkan protes karena merasa curhatannya tak digubris oleh Shea.
"Astaga, Yon. Makanya, lo diam dulu. Gue kan jadi nggak bisa mikir kalo dengar suara radio rusak lo itu." gerutu Shea sebal.
Orion memasang cengiran lebar yang membuat mata sipitnya tenggelam. "Sorry, ibu bos. Siap salah."
Padahal suara Orion sama sekali tak ada hubungannya dengan buyarnya pemikiran Shea, namun, Orion tetap mengaku salah daripada tercetus perang dunia yang baru, sehingga wajah Shea yang semula memperlihatkan kekesalannya mulai berubah tenang.
"Dia itu tipe cewek yang nggak mau ditinggal sendirian, atau kasarnya, nggak mau jomblo. Jadi, dia harus masang cadangan biar nggak ngerasain yang namanya luka. Saran gue, lo harus yang istiqomah move on-nya. Buka hati lo buat orang yang menurut lo bakal bisa ngejaga nantinya. Jangan stuck di nenek sihir itu."
"Gue takut nggak bisa konsisten. Gimana kalo nanti gue--"
Belum habis Orion berujar, Shea malah menepuk perut datar Orion beberapa kali dengan lembut. "Gue tau, dan yakin, lo bukan tipe cowok yang mau menyakiti hati perempuan. Ya walaupun lo ngeselin."
Orion lekas bangun dari posisi rebahannya. Kedua lengannya kemudian ia lingkarkan di leher Shea, dan berujung ia membawa gadis itu mendekat padanya. Sebagai sentuhan terakhir, Orion mengusap pelan puncak kepala Shea seolah ia benar-benar berterima kasih.
"Makasih banyak, adik Shealand. Gue jadi makin sayang sama lo."
Mau tak mau, Shea pun ikut mengalungkan kedua tangannya di pinggang Orion. "Iya, iya, gue tau gue cantik, and I love me too."
"Nggak nyambung, geblek."
∞∞∞
"Kembang api itu seperti kamu, cepat hilang. Kembang api itu seperti janjimu, cepat menguap."
-Elsa Azarine Safira-
∞∞∞
Semoga suka💙
Yahh, mood si Elsa kembali kayak pertama kali dia ketemu Orion😂
Oh iya, look this👇
Yups, Orion sudah punya Line, dan Group Chat💕 bolehlah disapa😊
Selamat bersatnite ria🎉🎉
The last, thanks for waiting, thanks for reading, and thanks for vomments🙏🏻
Danke💙💙
CiinderellaSarif (Cinde)
Istri Sah, dan kesayangannya
Ji Chang Wook💕
•-------------------------------•
"Ini acu cetica zedang gabutz."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro