Fünfundzwanzig
"Gwaenchaneun eoseulib eodeon nal,
Geureokhe neoreul mannadeon geon Lucky, Na chaghage saraseo geurae."
"EXO - Lucky"
∞∞∞
Saat ini, sang matahari sudah menggantung di ujung langit. Seharusnya, Nuski sudah sepi dari siswa siswinya, namun, beberapa dari mereka tampaknya baru bisa pulang ke rumah masing-masing dikarenakan beberapa jam sebelumnya, ekskul yang mereka ikuti seperti Pramuka, dan juga PMR mengadakan rapat harian yang mendadak.
Orion memacu kuda besinya keluar dari area sekolah dengan kecepatan sedang sambil menyunggingkan senyum semringah di balik helm fullface-nya karena ia telah berhasil membujuk Elsa untuk pulang bersamanya.
"El!"
"Hmm?"
"Coba deh lo pegangan di pinggang gue, jangan pegangan di belakang. Bakalan aneh banget keliatannya."
Elsa memutar bola matanya jengah, lalu mendesis sinis. "Ogah. Bukan muhrim."
Setelah pemuda itu menyadari bahwa Elsa tetap bersikeras untuk tidak berpegangan padanya, Orion pun meningkatkan kecepatan berkendaranya sehingga membuat Elsa yang merasa kaget segera melingkarkan kedua tangannya di pinggang kokoh Orion.
"Katanya bukan muhrim, tapi kok sekarang malah meluk sih?" goda Orion sembari mengurangi kecepatan kuda besinya.
Elsa melepas pelukannya, lalu ia mengarahkan tangannya untuk menabok helm fullface yang melindungi kepala Orion dengan keras. Orion tentu langsung mengeluarkan ringisan sakitnya, meski begitu, ia tetap menyempatkan diri untuk menguraikan kekehan geli di akhir ringisannya.
"Itu tindakan super reflek yang disebabkan oleh rasa kaget." Elsa membela diri, kemudian panjut mengomel, "Lagian, lo ngapain sih mesti pake acara ngebut-ngebutan gitu? Mau modus? Mau sok jago? Nggak sayang nyawa?"
"Bukan gitu, tapi--"
"Lagian biasanya juga lo nggak pernah protes kalo gue nggak pegangan."
Sebelum Orion sempat membuka mulut untuk menimpali sungutan Elsa, tanpa permisi, tiba-tiba saja terdengar suara gaduh yang berasal dari perut Orion.
Elsa reflek mengulum bibirnya agar tidak menyunggingkan senyuman saat suara keroncongan itu tertangkap oleh telinganya. Rasa kesal yang sebelumnya berjubel dalam hati Elsa sontak menguap begitu saja, entah kemana.
Lantas, Elsa menepuk pundak Orion sehingga pemuda itu kembali meliriknya lewat kaca spion. "Udah deh, kita mampir makan dulu, yuk. Kasian tuh cacing-cacing di perut lo, pada kelaparan."
Tanpa menyahuti, atau bahkan bertanya lebih lanjut tentang pelawaan Elsa, Orion langsung saja menghentikan motornya di sebelah gerobak yang menjual bakso.
"Lo bisa makan di tempat kayak gini, kan?" tanya Orion setelah Elsa melepas helm yang tadi melindungi kepalanya.
Elsa berdecak malas, lalu mengibaskan tangannya di udara. Lagaknya seolah ia malas meladeni pertanyaan tidak penting dari Orion.
Hal itu sukses mengundang tawa untuk keluar dari mulut Orion. Setelahnya, tanpa aba-aba, Orion langsung menarik tangan Elsa agar gadis itu bersisian dengannya masuk ke dalam warung tenda yang telah disediakan.
Merasa genggaman Orion tidak baik untuk kesehatan jantungnya, Elsa langsung menarik kembali tangannya, lalu memukul lengan Orion pelan.
"Kebiasaan banget sih, pake acara gandeng-gandeng segala. Pacar juga bukan," ketusnya.
Untuk yang kesekian kalinya, Orion lagi-lagi menanggapi keketusan Elsa dengan kekehan geli yang membuat mata bersorot jahilnya menyipit. "Kayaknya kalo duduk di sini sambil ditemani lo, sedingin apapun, gue jabanin," ujar Orion santai.
"Haha, so funny," timpal Elsa datar.
"Lo duduk dulu, biar gue yang pesan," ujar Orion yang disetujui begitu saja oleh Elsa.
Setelah memesan dua porsi bakso, dan dua es teh manis ekstra es batu, Orion kembali menghampiri Elsa yang sudah duduk manis di sudut warung.
Entah kenapa, Orion selalu merasa gemas sendiri saat berhadapan dengan Elsa yang notabenenya kekurangan stok ekspresi. Gadis yang duduk di sebelahnya ini sangat berbeda jika harus dibandingkan dengan Ilona. Gadis blasteran Indonesia-Jerman itu sangat ekspresif. Gadis itu cenderung tidak ragu menunjukkan apa yang sedang ia rasakan. Bahkan, seingat Orion, senyumpun seolah tidak pernah absen dari bibir Ilona.
Ilona yang dulu Orion kagumi tidak seperti sekarang. Ilona yang dulu, hampir tidak memiliki cela di mata Orion. Ilona yang manis, Ilona yang manja, Ilona yang cerdas, Ilona yang santun, Ilona yang kalem, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Orion tidak pernah menyangka jikalau ternyata sang waktu mampu merubah semuanya dalam sekejap.
Ia nyaris tidak mengenali Ilona sejak gadis itu resmi menyandang status sebagai kekasih dari pemain futsal andalan sekolah, Resta. Tidak. Statement tadi bukan berarti Orion berpikiran Resta membawa pengaruh buruk untuk Ilona.
Beralih ke Elsa. Dari hasil pengamatan Orion, gadis itu cenderung tertutup, dan jarang mengekspresikan perasaannya. Jadi Orion bisa mengambil kesimpulan bahwa Elsa adalah tipe perempuan yang datar, galak, dan sangat jarang mengulas senyuman.
Tolong dicatat. Jarang bukan berarti tidak pernah.
Jika mungkin lelaki lain akan merasa sebal dengan dengkusan yang selalu disertai dengan rotasi bola mata khas milik Elsa, tetapi anehnya, Orion malah merasa senang. Dengkusan, dan putaran bola mata itu membuat jantung Orion berdetak dengan ritme yang tidak terkendali.
Aneh, namun, itulah faktanya.
"Orion."
Suara Elsa berhasil menyeret Orion yang asyik dengan fantasinya untuk kembali pada kenyataan. Pemuda itu menatap Elsa dengan wajah bingungnya, lengkap dengan kedua mata yang mengerjap berkali-kali. Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya yang tadi sempat tertelan fantasi.
"Kenapa?" tanyanya polos.
Elsa menunjuk semangkuk bakso yang sudah terhidang di depan Orion dengan lirikan mata.
Orion spontan meringis saat ia akhirnya menyadari semangkuk bakso sudah terhidang di hadapannya. Tatapan Orion lagi-lagi beralih ke Elsa. Gadis itu tampak sedang asyik menumpahkan sambal pada baksonya, dan lagi-lagi Orion terpancing untuk menegur,
"Itu sendok keberapa?"
"Lima," sahut Elsa kelewat santai sembari mengaduk baksonya menggunakan sendok, dan garpu.
"Katanya anak PMR, tapi sama diri sendiri aja lo begini," sindir Orion dengan nada sinis yang tidak biasa.
Elsa menghentikan tangannya yang akan menyuap. Diletakkan kembali sendok di tangannya ke mangkuk. "Sebentar deh, begini yang lo maksud itu apa ya?"
"Ya begini. Sama kesehatan lo sendiri aja nggak lo peduli. Gue nggak perlu jelasin dong, karena gue yakin, lo sendiri pastinya hafal apa efek yang ditimbulkan dari sambal itu."
"Lo aja yang anak Pramuka nggak jaga keselamatan diri sendiri, dan lo bahkan nggak taat peraturan lalu lintas tuh." Elsa membalas kata-kata Orion dengan nada yang tak kalah sengit, sampai ia lagi-lagi tidak jadi menyuap bakso ke dalam mulutnya.
Begitulah perempuan, tidak pernah mau kalah. Selalu saja memiliki bahan yang bisa digunakan untuk memutar kondisi, dan situasi sehingga lawan melemah.
Orion menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Kali ini, wajahnya kembali menampilkan ekspresi bingung. "Loh, loh, loh. Emangnya gue ngapain?"
"Buktinya, tadi lo kebut-kebutan di jalan. Itukan membahayakan diri sendiri, dan orang lain. Sadar nggak lo?"
∞∞∞
Orion menguap untuk yang kesekian kalinya sesaat setelah ia masuk ke kamar, dan menghempas tubuhnya di atas kasur. Semua penat, dan beban yang bertengger di pundaknya terasa menguap begitu saja saat ia berada di kasur. Dipandangi langit-langit kamar yang banyak ia tempeli stiker glowing in the dark dengan perasaan lega.
Perlahan, saat bayangan seseorang mampir di benaknya, bibir Orion mencetak senyum simpul. Hanya dengan memikirkannya saja, degup jantung Orion lagi-lagi dibuat berdetak diluar batas normal.
Kacau.
Senyum Orion menyurut saat pintu kamarnya dibuka dengan keras dari luar sehingga membuat Orion yang terkejut secara reflek menukar posisi rebahannya menjadi duduk.
Ternyata pelakunya adalah Shea, adik kembar Orion.
Gadis itu menatap Orion dengan tatapan garang, dan kedua tangan terkepal. Jangan tanya kepada Orion apa penyebabnya, dia sendiripun bingung kenapa gadis itu datang kepadanya dengan raut, dan gestur murka seperti itu.
"Kenapa sih?"
Orion bertanya seraya melipat kedua tangannya di dada. Nadanya setengah bercanda. Berusaha mencairkan suasana hati yang sempat tegang karena pintu kamarnya dibuka dengan cara yang kasar.
Shea yang tengah murka pun masuk. Gadis itu langsung saja menghadiahi lengan Orion dengan pukulan, dan cubitan maut, membuat intensitas kaget dalam Orion yang sempat menyurut kembali meningkat dengan pesat.
"LO APA-APAAN SIH, SYE?!"
Orion menyentak kesal setelah ia berhasil mengunci pergerakan Shea dengan sekali dekap.
"Lo yang apa-apaan?!" balas Shea sengit. "Gue tungguin lo buat pulang bareng, eh, taunya lo pulang bareng si queen wannabe itu. Lo benar-benar mengesampingkan gue untuk cewek lain, Yon? Sumpah, gue kecewa parah sama lo."
"Heh! Gue udah nge-whatsapp lo, ngabarin kalo gue mau pulang sama Elsa." Orion melayangkan pembelaan sambil melepaskan dekapannya.
Shea menatap Orion sengit, lalu berdecih sebal, "Nggak ada tuh!"
"Ada!" Orion menjeda kata-kata sembari merogoh kantong seragamnya, mengeluarkan benda pipih kesayangannya dari dalam sana. Lalu dibukanya aplikasi whatapps yang menampilkan pesannya dengan Shea.
"Tuh kan!"
∞∞∞
1420words, masih mau bilang kurang?
Kalo lebih, memang kalian bisa fokus sama inti ceritanya? Yang wordsnya 1000 aja, kalian cuma fokus di awal, dan akhir ceritanya:") sedih hayati.
Oiya, kemarin ada yang nanya,
"Kenapa harus komen juga? Memang nggak cukup hanya dengan vote?"
Untuk saya, komentar pembaca itu ibaratnya suntikan semangat. Dengan komen dari teman-teman pembaca itu membuat saya merasa seolah diberi penghargaan yang besar.
Apakah itu salah?
Sudah dulu ya:))
Sampai bertemu dilain kesempatan.
Semoga sehat selalu<3
Oh iya, berkat kalian,
Orion bisa menempati posisi pertama di teenfiction. Beneran deh, tanpa kalian, Orion tidak akan bisa mendapatkan posisi pertama itu<3
Terima kasih banyak<3
Thanks for waiting, thanks for reading, and thanks for vomment!
Borahae💜
Fast update tidak?!
CiinderellaSarif (Cinde)
Istri sah Ji Chang Wook<3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro