Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dreiundzwanzig

"Cinta anak Pramuka itu erat bagaikan simpul mati, penuh misteri bagaikan sandi, dan jelas sangat kokoh bagaikan pionering."

∞∞∞

🎧Now Playing : iKON - Apology🎶

∞∞∞

Hari ini, sudah tiga mata pelajaran di kelas Orion tidak dihadiri oleh guru yang mengajar. Hal seperti ini tidak terjadi sekali dua, tetapi sering. Sedari kelas sepuluh, anak jurusan Bahasa jarang mendapat materi lengkap seperti halnya siswa jurusan IPA, maupun IPS. Biasanya mereka harus belajar sendiri, dan mencari materi yang tidak mereka dapatkan di kelas itu sendiri.

Absennya beberapa guru kali ini, beralasan bahwa mereka harus membimbing, dan mendampingi anak-anak yang akan mengikuti olimpiade.

"Kita nggak bisa gini terus. Gue nggak tahan. Gue ngerasa harga diri gue diinjak-injak. Udah cukup selama kelas sepuluh gue diam." Seorang pemuda berkacamata dengan seragam rapi berujar sembari bangun dari duduknya.

"Helmy udah susah payah pelajarin materi anak jurusan-jurusan sebelah demi bisa ikut olimpiade matematika kali ini, tapi hasilnya nol besar! Para guru benar-benar cuma ngelirik anak jurusan IPA yang menurut mereka paling jago hitung-hitungannya. Setiap olimpiade cuma anak IPA yang didahulukan," keluh Helena, teman sekelas Orion yang selama ini ikut merasakan suka duka menjadi anak jurusan Bahasa.

Orion menghembuskan napas berat sebelum ia ikut angkat bicara, "Menurut guru-guru, kemampuan anak kayak kita ini nggak setara dengan kemampuan anak IPA. Mereka pelajaran hitung-hitungannya lebih banyak, lebih rumit, sedangkan kita? Dalam seminggu, pelajaran matematika kita cuma tiga jam, itupun cuma di hari Jumat doang."

"Tapi gue udah--"

"Percuma. Mungkin nggak akan ada gunanya," potong Devyna yang juga terlihat lesu seperti teman-teman sekelasnya. "Kayak ini jadi pertanda bahwa lo jangan berusaha terlalu keras, Helmy. Rasanya bakalan percuma. Toh, mereka nggak bakal ngelirik, apalagi ngeliat usaha lo."

"Hei, jangan patah semangat dong! Ingat nggak? Olimpiade Bahasa Jerman kemarin, kalo bukan karena Orion sendiri yang ngotot, dan tetap bersikeras mau ikut, pasti yang ngewakilin Nuski itu anak IPA," timpal Alfa dengan riak serius yang jarang ditampilkan. "Gue yakin, kok, kalo Helmy juga bisa ngewakilin kelas kita."

"Gue setuju."

"Helmy juga punya hak yang sama kayak mereka untuk ikut olimpiade."

"Ayo kita tunjukin kalo anak bahasa juga bisa bersaing kayak yang lain."

Tak lama setelah sederet kalimat tersebut disetujui yang lain, Orion secara tiba-tiba bangkit dari duduknya. Tidak ada ekspresi ceria lengkap dengan sorot jahil seperti biasanya. Yang tertinggal di wajah Orion hanyalah ekspresi datar dengan rahang yang mengeras.

"Lo mau kemana?" tanya Alfa yang duduk di sebelah Orion. Tangannya tampak berusaha menarik pergelangan tangan Orion agar pemuda itu mau kembali duduk di tempatnya.

Namun, bukannya duduk, Orion malah menyentap kembali tangannya agar terlepas dari cekalan Alfa.

"Ruang guru."

Spontan, puluhan pasang mata yang ada di kelas tertuju pada Orion yang baru saja selesai berucap. Semuanya menatap Orion dengan tatapan tidak percaya.

"Lo mau ngapain?" tanya Auriga penasaran. "Kalo lo mau perjuangin kesetaraan untuk kelas kita, gue ikut."

"Gue juga!" timpal Alfa.

Sebelum Devyna, Helmy, dan teman-teman kelasnya yang lain sempat ikut angkat bicara, Orion segera menyela terlebih dahulu,

"Gue ke ruang guru mau konsultasi sama Frau Endang, bukan mau demo."

Tepat setelah ia usai berujar, dengan wajah seriusnya, Orion langsung melangkah keluar kelas, meninggalkan teman-teman sekelasnya yang masih dibalut ketercengangan.

Sekeluarnya Orion dari kelas, bukannya mengarahkan kakinya menuruni anak tangga yang akan membawanya ruang guru seperti niat awal, kaki pemuda tinggi itu malah melangkah dengan gontai menaiki satu per satu anak tangga menuju ke lantai tiga, tempat perpustakaan berada. Ketika sampai di perpustakaan, Orion langsung memilih tempat duduk yang berada tepat di bawah air conditioner untuk menyejukkan tubuh, serta pikirannya yang bercabang-cabang.

∞∞∞

Jam istirahat sudah hampir habis, namun, mie ayam di hadapan gadis berseragam olahraga itu belum juga tersentuh sendok. Sambal, kecap, dan saos juga belum ditambahkan. Yang tersentuh hanya segelas es jeruk ekstra es batu. Minuman itu sudah tinggal setengah gelas, dan es batunya pun sudah hampir habis dicamili.

Sedari pagi, gadis itu tidak berhasil menumpukan perhatiannya pada apapun yang sedang ia jalani. Pikirannya terus saja melayang pada kotak biru pemberian Orion beberapa hari lalu. Bukan hanya kotak beserta isinya yang mengganggu pikirannya, namun surat yang terdapat di dalam kotak kecil itulah puncanya.

Tanda pertemanan.

Elsa spontan mendengkus sinis ketika kata-kata tersebut secara tiba-tiba terngiang di pendengarannya. Karena hal itu juga, Elsa pun jadi harus bersusah payah menghindar dari Orion.

Menghindar dari teman satu sekolah, tentu saja sulit untuk di lakukan. Karena, seperti apapun usaha yang dilakukan untuk terus menghindar, kemungkinan untuk saling berpapasan tetaplah besar.

Seperti saat ini, misalnya.

Elsa terkejut saat mendapati Orion sudah tiba-tiba duduk di hadapannya dengan tatapan mengintimidasi yang tidak biasa. Elsa meneguk salivanya susah payah, lalu memalingkan wajah ke arah teman di sebelahnya.

"Ren, kita balik aja yok--"

"Loh, kenapa, Sa? Itu mie ayamnya belum lo sentuh loh. Jangan mubazir gitu, nggak baik, tau," sahut Renika sebelum Elsa menyelesaikan kalimatnya. "Lagian, kayaknya Orion juga ada yang mau diomongin sama lo."

Elsa kembali mengarahkan pandangannya pada Orion, meminta konfirmasi, apakah dugaan Renika benar? Pertanyaan tanpa suara itu lantas mendapat anggukan dari Orion.

"Gue pinjam Elsa sebentar--"

"Kalian ngobrolnya di sini aja, biar gue yang ke kelas duluan. Orion, tolong pastikan manusia es ini habisin mie ayam yang udah dia pesan," kata Renika tegas. Nada perempuan berambut ikal itu menyiratkan bahwa untuk kali ini, ia tidak ingin permintaannya dibantah.

Elsa bahkan sampai tidak sempat menyuarakan ketidaksetujuannya atas perintah yang dituturkan oleh Renika. Meski begitu, tetap saja kali ini, Elsa sudah benar-benar tidak bisa mengelak.

Setelah mendapat anggukan tanda setuju dari Orion, barulah Renika langsung bangun, kemudian bergerak menjauh dari Elsa serta Orion.

Sepeninggal Renika, Elsa menggerakkan tangannya mengaduk mie ayam yang terhidang di hadapannya dengan gerakan lunglai.

Orion terus menatap lekat-lekat gadis yang sedang menundukkan kepala, menghindar dari tatapannya.

"Kenapa menghindar?" tanya Orion to the point.

"Siapa yang menghindar?" elak Elsa tanpa mau membalas tatapan Orion.

"Lo. Gue chat cuma di-read, gue telpon di-reject terus. Gue samperin ke kelas, ke UKS, lo kabur. Kenapa sih? Seseram itukah gue?" Orion menyerang Elsa dengan pertanyaan yang bertubi-tubi.

"Tenang dong, El, gue kan bukan pencuri. Tapi, kalo lo memang menganggap tindakan mencuri hati adalah suatu tindakan kriminal, yah, mau gimana lagi?" tambah Orion lagi, masih dengan nada serius.

Sebenarnya, jika kalimat tersebut dibalut dengan nada gurauan, pasti akan terdengar manis, dan gemas di pendengaran siapapun yang mendengar. Alih-alih terdengar manis, dan gemas, yang ada malah terdengar seram.

Dan ya, kalimat bernada seram itu tetap membuat Elsa merasa di-skak matt.

Elsa memejamkan kedua matanya rapat-rapat, lalu menghela napas panjang. Giginya tidak tinggal diam, terus saja bergerak menggigit-gigit pipi bagian dalamnya resah.

"Kalo lo pikir dengan menghindar dari gue kayak gini bisa mengokohkan tembok di antara kita, lo salah, El. Sebenarnya, gue rasa, lo nggak sadar kalo yang ada di antara kita ini bukan tembok, tapi pintu. Lo cuma perlu buka pintu, dan melangkah sedikit untuk melewati pintu itu. Karena, gue udah menunggu lo di depan pintu itu."

Orion mendaratkan telapak tangannya di punggung tangan Elsa. Namun, gadis berseragam olahraga itu segera menarik kembali tangannya sebelum sempat tergenggam oleh Orion.

"Cukup, Yon. Jangan gini, please." Elsa menjeda kalimatnya sembali menggeleng pelan. "Jujur aja, gue ngerasa nggak nyaman, dan sangat terbebani dengan keberadaan, dan pemberian lo."

∞∞∞

Halo man-teman semuwa!
Ada yang sadar nggak kalo part ini, Elsa nggak rolling eyes kayak biasanya? Wkwk🤭

Btw, Thanks for waiting, thanks for reading, and thanks for vomment<3

CiinderellaSarif (Cinde)
Masih, dan akan selamanya
Menjadi Istri sah dari
Ji Chang Wook <3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro