Cᴀᴅᴇɴᴢᴀ - Hɪᴅᴇ & Sᴇᴇᴋ
Cadenza: Bagian solo yang memungkinkan penyanyi atau pemain alat musik menampilkan keahlian teknis mereka.
• • •
Sungai begitu tenang di bawah sana, jauh berbeda dengan jantungku yang berdetak memburu. Bianglala ini baru saja mencapai puncak tertinggi setelah beberapa menit lalu aku masuk tergesa, menyerobot antrian.
Bukannya tidak punya etika, tapi aku sedang mencoba menyelamatkan nyawa. Jika sampai tertangkap oleh mereka, tamat sudah dirawayatku.
Tidak lama bianglala ini ada di atas, perlahan tapi pasti aku kembali dibawa turun. Seketika kekehan miris keluar dari bibirku. Ini persis seperti hidup yang sedang kujalani. Sudah naik bersusah payah, hanya sebentar lalu balik ke bawah.
Sekarang yang bisa kulakukan hanya berdoa semoga saja mereka tidak menyadari keberadaanku di sini.
Semua kekacauan bermula dari lima tahun yang lalu, saat ayahku berhutang pada seorang rentenir untuk menambah modal bisnis barunya. Memang setelah itu pembayaran lancar karena Ayah sangat jago dalam mengembangkan usaha apa pun. Namun, pandemi datang dan menghancurkan segalanya.
Setelah Ayah bangkrut, cicilan hutang tak lagi terbayar, dan tidak lama kemudian beliau meninggal dunia, meninggalkan aku dan Ibu yang juga tidak dalam kondisi sehat.
Aku yang masih sekolah hanya dapat bertahan hingga lulus dan mendapat pekerjaan. Namun, berhutang dengan rentenir adalah cara lain mencari mati. Bukannya hutang berkurang setelah dicicir, tapi malah berlipat ganda.
"Cari di sana!" Suara berat seseorang membuat bulu kudukku berdiri dan refleks berjongkok agar tertutup oleh orang yang antri di bawah bianglala.
Aku menjauhi asal suara, menyelinap di antara keramaian dan menuju pintu keluar. Hari ini memang kesialanku karena bisa-bisanya dikejar hingga ke sini. Mereka tampak begitu bersemangat menangkapku.
Jika lolos dari kejadian ini, aku akan mengajak Ibu pindah ke luar kota dan memulai hidup baru. Kami hanya akan habis digerogoti lintah darat jika bertahan.
"Itu dia!" Aku berdiri dan langsung lari begitu mendengar suara mereka. Mati aku.
Sekuat tenaga aku berlari, tidak memedulikan protesan orang-orang yang terdorong. Satu-satunya yanga da di otak hanya menjauh dan bersembunyi dari mereka, apa pun yang terjadi.
Gerbang keluar wahana terlihat di depan mata, aku semakin mempercepat lari. Sedikit lagi aku akan bebas.
"Awas!" Aku menoleh saat mendengar orang-orang berteriak di belakangku. Sontak aku terkejut karena ada monster hitam bertangan panjang berdiri memandangku.
Lariku semakin kencang melihat hal aneh itu, tap sialnya tiba-tiba semua menjadi gelap untuk beberapa saat.
Aku mengerjap, memandang langit mendung di atas sana. Sebentar lagi akan hujan.
"Berdirilah, ini saatnya kita berangkat!" Seorang lelaki bermata hijau memandangku dari atas.
Apakah aku pingsan di jalan?
Tangannya terulur untuk membantuku berdiri, tapi anehnya begitu aku meraihnya, tubuhku terasa sangat ringan. Begitu menoleh ke bawah, ada aku yang terbaring bersimbah darah.
"Sayang sekali, harusnya masih ada satu jam lagi. Tapi apa boleh buat, daripada dia mengambilmu lebih dulu," kata lelaki itu seraya melirik monster hitam yang tadi kulihat.
"Dia ... apa?"
"Iblis yang ingin memakan jiwamu."
"Jiwa? Lalu ... Apakah ... sekarang aku sudah mati?"
"Benar."
Ah, memang sial. Tidak hanya berputat ke bawah, bianglala kehidupanku bahkan anjlok sampai terkubur tanah.
***Hᴀʀɪ Kᴇʟɪᴍᴀ***
Walau terseok-seok, tapi sesuatu yang dimulai harus diselesaikan. :'))
Sᴇʀᴇɴᴀᴅᴇ
6 Fᴇʙʀᴜᴀʀɪ 2024
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro