Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

ORACLE - 19


"Aku kira kau basa-basi saat bertanya tempat yang akan kukunjungi hari ini. Cho Seungyoun, kuakui kau ahlinya membuat kejutan."

Bertempat di salah satu kafe pinggir jalan yang mudah ditemukan di salah satu jalan besar Kota Roma, keduanya melakukan reuni setelah setahun berpisah.

"Dan kau ahlinya membuatku gila," jujur Seungyoun.

Meski banyak yang percaya bila waktu akan membantu melupakan seseorang, nyatanya tidak berhasil pada Seungyoun. Selama setahun berpisah,  perasaannya pada So Hyun tak jua luntur. Malah jarak menjadikan Seungyoun lebih berani untuk berkata jujur. Tentang perasaannya.

"Cih, apa kau sadar selalu mengucapkan hal yang sama setiap hari? Aku bahkan merasa pembicaraan ini seperti sedang bertelepon denganmu."

Begitu pula dengan So Hyun yang perlahan berubah. Ia tidak pernah lagi menyuruh Seungyoun untuk menyerah karena kenyataannya untuk melupakan sesuatu bukan perkara mudah. Hal yang turut ia kecapi dengan lukanya.

Pada akhirnya, mencintai itu hak semua orang. Tidak semudah membalikkan telapak tangan 'tuk meminta gejolak itu berhenti. Masing-masing memiliki cara untuk saling mengatasi perasaan mereka.

"Lihat kau sekarang! Sudah berani membalas ucapanku. Apa Italia mengubahmu begitu banyak?"

Kesan akrab itu tidak pernah luntur. Seungyoun yang ramah dan So Hyun yang merindukan sahabatnya, keduanya menikmati pertemuan ini. Masa lalu tidak membatasi keduanya untuk kembali bersenda gurau. Karena tanpa masa lalu, tidak akan ada masa kini. Tanpanya, mereka pun tidak akan pernah tumbuh sedewasa ini.

**

Langit gelap menyergap. Berbeda dengan Seoul, kota terpadat keempat di Uni Eropa ini menyuguhkan pemandangan yang kental dengan seni dan arsitek yang unik. Ah, juga sejarah yang menarik. Wajar kalau tempat ini menjadi salah satu tujuan pariwisata yang paling sering dituju.

Wajah-wajah asing berbaur. Tampaknya bukan hanya ia yang berpikir untuk menikmati liburan kali ini. Dari sekian banyak tempat yang layak dikunjungi, Song Kang, ia tertarik mengunjungi Ai Mancur Trevi.

Ada yang menarik dari tempat ini. Banyak yang meyakini ketika kita melempar koin ke kolam maka suatu saat kita akan kembali lagi ke Roma hingga bertemu jodoh dan menikah. Mitos yang sangat menarik.

Namun, bukan itu alasan Song Kang pergi ke sana. Bukan demi memuaskan rasa ingin tahu akan kebenaran enteng jodoh itu. Melainkan ia hanya ingin melihat langsung kebiasaan melempar koin yang didapatinya unik. Seperti rombongan yang sedang berdiri di depannya, mereka percaya melempar koin hanya menggunakan tangan kanan, di atas bahu sebelah kiri. Song Kang pernah membaca tentang hal ini. Menurut masyarakat sekitar, tangan kanan merupakan simbol kebaikan. Jadi, hal-hal baik dimulai dengan tangan kanan.

"Non sei interessato a lanciare monete?" (Anda tidak tertarik melempar koin?)

Seorang pria bertubuh gempal dan berpostur lebih pendek darinya mendekati Song Kang yang terlihat hanya berdiri. Memerhatikan satu per satu antusias para pengunjung yang tetap ramai di malam hari.

"I don't speak Italian." Song Kang melambaikan tangan. Pertanda ia tak mengerti maksud pria dengan jambang tebal di kedua sisi.

Song Kang membungkuk dan perlahan mengambil langkah untuk menepi. Meski sebenarnya masih belum puas menghabiskan waktu di tempat sejuk tersebut.

"Dove sei adesso?" (Di mana kamu sekarang?)

Sosok yang mengenakan sepatu boot yang dipadankan dengan skinny jeans, berselimutkan mantel bewarna soft brown berlari kecil sembari memegang ponsel.

"Aspettami li!" (Tunggu aku di sana!)

Masih orang yang sama memberi titah dan tak lama memutuskan panggilan.

Kakinya terus bergerak dari jalan besar menuju jalan yang lebih kecil dengan toko, restoran dan bar yang berjejeran. Ia tidak percaya harus bertemu dengan rekan kerjanya di sana, tempat yang juga pernah menjadi lokasi syuting La Dolce Vita tahun 1960.

So Hyun tiba. Ia membungkuk ketika menemukan padatnya orang-orang yang mengunjungi Air Mancur Trevi dengan latar belakang Dewa Neputunus dan Oceanus.

"Kim!"

Wanita itu mulai menegakkan badannya sesaat menemukan wajah Andreas, partner-nya yang sedang menemani kekasihnya yang merupakan  orang Jepang berlibur di Roma.

"Thank you," ucap Andreas dengan mengatupkan kedua tangannya. Berkat So Hyun, dompetnya yang tertinggal di kantor, kini kembali ke sang pemilik.

So Hyun tidak marah. Tepatnya, tidak bisa. Lagi pula, Andreas sudah banyak membantunya. Belajar bahasa, budaya, dan hal-hal lain tentang tata kehidupan di Italia, Andreas-lah penolongnya.

Meletakkan kedua tangannya di saku mantel, So Hyun berjalan mendekati para kerumunan. Ikut tertawa melihat para turis yang asyik mencoba keberuntungan mereka dengan melempar koin. So Hyun pernah ditawari untuk melakukan hal yang sama, tapi sampai saat ini belum ada koin yang ia lemparkan.

Alasannya terbilang sederhana. Ia ingat pesan ibunya yang berujar, "Manusia itu tidak bergantung pada keberuntungan, tapi kerja keras. Hal yang kau nikmati sekarang, tak lepas dari usaha yang selama ini kaujalani, Hyun."

Begitulah. So Hyun ingin mempercayai dirinya sendiri. Kalau ia berusaha keras maka suatu saat nanti, ia akan kembali ke Roma. Sementara urusan jodoh? Hm ... entahlah.

Buk!

"Scusami tanto." (Maafkan saya)

Tanpa sengaja seorang pria tinggi berkacamata menubruk So Hyun. Membuat tas jinjingnya terjatuh. Notes dan bolpoin miliknya keluar dari tas yang belum tertutup.

So Hyun berdiri kembali setelah merasa yakin barang-barang miliknya sudah dimasukan kembali. Surai panjangnya yang tergerai tampak berantakan karena sempat menunduk.

"Ketinggalan!"

Perlahan ia merapikan rambutnya. Melihat ada uluran tangan yang menyerahkan bolpoin ke arahnya. Aneh. Seingatnya ia tidak memiliki bolpoin biru yang diberikan itu.

"Bukan! Ini bukan ...."

Suaranya berangsur hilang sesaat beradu pandang dengan sosok yang berdiri di depannya. Pupilnya turut membesar. Udara di sekitarnya seakan tersedot tak bersisa. Dadanya terasa sesak dengan pertemuan ini.

"Kita berjumpa lagi, So Hyun-ah!"

**

Ditemani gelato lezat, manis dan segar, Song Kang dan So Hyun duduk di salah satu bangku taman yang tidak jauh dari tempat mereka berjumpa. Adanya gelato untuk menghindari kecanggungan yang jelas terbentuk di antara keduanya.

Khususnya So Hyun. Sedari tadi kepalanya terus bergerak tak tenang; melihat ke kiri dan kanan secara bergantian. Seperti menunggu seseorang untuk menyelamatkannya dari Song Kang.

"Apa bertemu denganku membuatmu tidak nyaman?"

"Ah?" So Hyun membalas gugup.

Tangannya meremas gelas gelato yang masih terlihat utuh. Baru dua kali So Hyun menyuapkan hidangan manis itu ke dalam mulut. Aneh, rasa manis yang seharusnya terkecap, malah terasa hambar.

"Cih, kau bahkan tidak menyangkalnya." Song Kang tertunduk. Sama seperti So Hyun, ia juga tidak menikmati makanan manis itu.

Setahun sudah ternyata mereka berpisah. Meski begitu, hubungan yang diakhiri dengan kesan buruk itu masih melekat di ingatan. Seolah kejadian itu baru terjadi kemarin, menyisakan luka yang disembunyikan dalam diam masing-masing.

"Aku ...."

"Aku ...."

Keduanya berucap kata yang sama. Sama-sama ingin berbicara pada waktu bersamaan.

"Kau dulu." Sebelum Song Kang mempersilakan So Hyun untuk berbicara lebih dulu.

Awalnya wanita Kim itu berdeham. Butuh beberapa detik agar ia memberanikan diri.

"Aku sudah melupakan semua yang pernah terjadi antara kita. Karena itu, kau bisa bersikap seperti biasanya." So Hyun berbohong.

Ia tak pernah melupakan Song Kang. Tidak sehari pun. Namun, ego sebagai pihak tersakiti dan ingin terlihat tegar, membuat So Hyun memilih kebohongan ketimbang jujur. Seperti sekarang.

Song Kang menengok ke arah So Hyun. Hatinya mencelos. Kecewa. Kata lupa itu berbanding terbalik dengan yang selama ini ia rasakan. Setiap hari, Song Kang merindukan sosok itu untuk kembali padanya.

Sayang, ia salah.

"Benarkah? Aku juga ingin meminta maaf padamu. Maaf karena menyakitimu. Yang kau bilang tentangku bahwa aku kekanakan-kekanakan, kau benar. Dan aku menyesal tidak memperlakukanmu dengan baik." Meski tidak mengakui hatinya secara utuh, Song Kang berhasil mengatakan hal terpenting yang selama ini mengganjal. Bagaimanapun, ia belum sempat meminta maaf secara layak.

Keduanya kembali memilih bungkam. Membiarkan angin malam menatap mereka yang bergelut dengan kata hati masing-masing.

"Aku harus pergi." So Hyun berdiri. Gelato miliknya sudah mencair. Begitu pula hatinya yang meringis. Ia tak ingin menangis di depan Song Kang.

"Senang bertemu denganmu, Song Kang-ssi." So Hyun mengulurkan tangannya. Sebuah salam yang bisa diartikan sebagai perpisahan. Kali ini untuk selamanya.

Song Kang masih menatap pemilik mata hazel itu. Cinta, rindu, dan keinginan untuk memiliki wanita itu masih sama. Namun, apa mungkin hanya dirinya yang menyimpan asa itu?

***
To be continued


Besok ya endingnya 😎😎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro