
ORACLE - 13
Klik!
Bunyi tut kamera terdengar dominan. Pemuda jangkung yang terus meliukkan badannya dalam balutan busana bermerek, sudah tidak merasa asing dengan sengatan cahaya lampu yang intens menyorotinya. Sudah tiga jam berlangsung, baju demi baju silih berganti dikenakannya. Dempulan make-up berulang kali diperbaiki untuk menghasilkan gambaran sempurna.
"Selesai!" seru photographer utama. Diikuti tepuk tangan riuh yang menyelesaikan sesi pemotretan kali ini.
"Wah ... Song Kang, sepertinya kau masih sanggup bekerja. Mukamu masih terlihat semangat. Apa menjadi model sangat menyenangkan?"
Pria Han—manager Song Kang—menggoda pria yang berjalan terburu-buru ke ruang ganti. Tidak langsung menjawab, dengan sigap malah membuka bajunya. Memperlihatkan bentuk tubuh yang membuat penata gaya yang mengikutinya turut tersipu.
"Pasti urusanmu dengan wanita kesepuluh itu berjalan lancar, kan?"
Song Kang melirik, tapi belum menjawab.
"Peragaan busana di Milan, apa kau sudah mendapat kabar dari Designer Han?"
Pertanyaan lain terujar. Bedanya, kali ini Song Kang agak tertarik. Pasalnya, Designer Han memiliki latar belakang yang unik dengannya.
Dulu, Song Kang merupakan model yang paling disukai perancang yang sudah memasuki usia empat puluh lima tahun itu. Namun, entah sejak kapan, rasa suka itu berganti dengan pengabaian. Sudah dua tahun, Song Kang tidak pernah terpilih dalam deretan model yang membawakan busana rancangan si designer handal.
Tahun ini pun, Song Kang masih bertanya, apa mungkin namanya masih tercoret dalam list perancang nomor satu di Korea Selatan saat ini?
"Aku tidak begitu peduli."
Song Kang bohong. Sembari mengenakan mantel cokelat kesukaannya, ia tidak ingin terdengar menyedihkan. Apalagi untuk berharap.
"Benarkah?" ulang pria Han itu menyeringai licik.
Song Kang menatap manager muda itu. Dia bisa membaca ada sesuatu yang ditutupi pria Han itu darinya. Menarik ulur rasa ingin tahunya, berharap ia memohon untuk lekas diberitahu. Cih ... tidak akan!
"Jadi tahun ini kau yang akan menolaknya? Baru saja aku ditelepon agensi bahwa Designer Han ingin kau menjadi—"
"Benarkah, Hyung?" Song Kang memekik lantang. Kedua tangannya meremas pundak kurus sang manager yang cepat mengangguk.
"Designer Han memintaku menjadi model utama. Bahkan kau yang akan membawa buket di akhir peragaan," jelas si manager masih dengan tubuhnya teremas geram.
Tentu saja Song Kang bahagia. Membawakan buket bunga di akhir peragaan, entah sudah berapa lama ia tidak mendapatkan kehormatan itu. Akhirnya, jalan kesuksesan kariernya kembali terbentang. Sangat lebar.
"Tunggu dulu!"
Pria Han itu menarik lengan mantel Song Kang. Caranya untuk menahan kepergian Song Kang yang tampak tergesa-gesa. "Kau mau ke mana?" lanjut pria yang sama.
"Tentu saja pulang," jawab Song Kang polos.
Kepala manager-nya menggeleng. Bukan jawaban yang tepat menurutnya. "Designer Han mengundangmu ke pestanya malam ini. Kau harus datang, Song."
Raut muka Song Kang tampak kecewa. Bukan karena ia gagal pulang, melainkan ia sudah berjanji akan menjemput So Hyun di tempat kerja. Setelahnya ada lagi beberapa rencana lain sudah terancang apik. Sayang, sepertinya semua itu hampir dipastikan gagal.
***
Berdiri di depan gedung, mengenakan syal untuk mengurangi rasa dingin dari embusan angin yang tidak memberi ampun, rasanya tidak akan membuatnya bertahan lama. Sejak dua puluh menit tadi, tangan So Hyun bersembunyi di balik mantel. Hari ini nyatanya lebih dingin dibandingkan kemarin.
Sial! Ditambah ia melupakan sarung tangan yang sudah dipersiapkan di atas meja makan.
Sesekali So Hyun mengembuskan napas yang membentuk uap dingin. Banyak orang yang sudah berlalu-lalang, tapi hanya dia yang belum beranjak dari tempat yang sama. Inginnya menunggu di dalam lobi, tapi ia takut. Bagaimana kalau ada orang yang melihat Song Kang datang. Lagi-lagi So Hyun memikirkan skandal yang berpotensi besar menerpa. Akan lebih mudah bila dia menghadang sebelum pria itu keluar dari mobil. Seperti yang ia rencanakan sekarang.
Namun, yang ditunggu belum juga tiba. Teleponnya juga tidak tersambung. Kemungkinan besar pria Song itu terlambat. Setidaknya Song Kang akan memberitahu bila batal menjemput So Hyun, kan?
"Kau belum pulang?"
So Hyun tersentak. Respon yang terbilang berlebihan sesaat ia menemukan Seung Youn-lag yang menyapa, bukan orang lain.
"Belum."
Kepala wanita Kim itu tertunduk. Agak malu karena ia lebih dulu berpamitan pulang, tapi lihatlah! Dia masih tertahan di sini. Terkesan seperti ialah yang menghindari Seung Youn. Menolak pria yang tadinya masih mengajak pulang bersama.
Seung Youn memerhatikan kedua tangan Sohyun yang tersemat dalam saku. Syalnya terpasang miring, dan juga kurang tebal.
"Pakailah ini! Lebih hangat!"
Melepaskan syal rajut miliknya, Seung Youn membelitkan kain tebal dan panjang itu di leher So Hyun. Sarung tangan yang tadinya ia kenakan, ikut dipasangkan ke tangan So Hyun yang terasa dingin—persis dugaannya.
"Tapi, kau—"
"Kau masih harus menunggunya. Tidak mungkin kau bisa bertahan lama kalau hanya bermodalkan tangan kosong dan syal tipis. Kalau kau merasa bersalah karena aku meminjamkannya, sebaiknya kembalikan ini setelah mencucinya."
Kebaikan yang selalu diikuti lelucon. Tipikal Seung Youn sekali.
Hati So Hyun mencelos. Perasaannya buruk karena masih saja mendapatkan perhatian dari pria Cho tersebut.
Namun, di mana Song Kang sebenarnya?
**
Lantai dasar tempat perhelatan besar diadakan itu, tampak dipenuhi sekumpulan orang penting. Dimulai dari pejabat, artis, beberapa media, dan wartawan ikut meramaikan acara yang diselenggarakan oleh salah satu orang terkenal di Korea Selatan. Perancang busana yang berhasil menorehkan namanya di kancah internasional. Bukan orang sembarangan.
"Hyung ... boleh aku meminjam ponselmu?"
Dari sekian tamu, tampak Song Kang yang gelisah. Sejak tadi melirik jam tangan. Pun mencari cara untuk menghubungi wanita yang mungkin masih menunggunya. Sial sekali, ponselnya terjatuh dan tidak bisa digunakan setelah adanya pergulatan dengan pria Han yang terus memaksanya pergi.
"Kenapa? Tidak bisakah kau menunggu acara ini selesai baru berkencan? Aku tahu kau pasti ingin menghubungi wanita kesepuluh itu, kan?"
Dugaan tentang siapa yang ingin ditemuinya, itu benar. Lantas apa ia memiliki kesabaran untuk menunggu hingga acara ini selesai? Mungkin tidak.
"Aku pulang, Hyung."
Keputusan Song Kang sudah bulat. Ia akan menjemput So Hyun. Cuaca di luar tidak begitu baik, dan membuat wanita itu menunggunya, jauh lebih buruk.
"Song Kang-ssi."
Tadinya begitu. Song Kang sudah berniat. Sebelum wanita yang menjadi sorotan malam ini, menyapa dan menarik atensi padanya. Dia adalah Designer Han, perancang tenar yang mendatangi Song Kang.
Sepertinya akan ada keputusan lain yang harus dia ubah. Keputusan yang mungkin bisa mengubah jalan hidupnya.
So Hyun atau Designer Han?
Sementara itu, masih di depan gedung tempat ia bekerja, So Hyun terus menatap layar ponselnya. Sudah satu jam. Kakinya cukup lelah menunggu. Tidak ada kabar, membuat pikirannya hambar. Sejak tadi ia terus menyemangati diri sendiri, bahwa Song Kang akan datang lima menit lagi. Lalu, setelah lima menit berlalu, ia akan berulang mengatakan hal yang sama. Begitu seterusnya.
Tiba di titik ini, semangatnya memudar. So Hyun tidak tahu lagi untuk apa menunggu.
Matanya terasa panas. Ia tidak boleh menangis. Tidak boleh kecewa. So Hyun ingin sekali memaklumi pekerjaan Song Kang yang notabene bukan orang biasa sepertinya. Dia berada di kehidupan lain yang sulit diartikan So Hyun. Gaya hidup yang bertolak belakang dengan dirinya.
Drrt!
Sebelum getaran dari ponselnya, menarik atensi So Hyun. Setelah lama bersungut, garis lengkung mulai menghiasi wajahnya.
"Masih menunggu?"
Kepala So Hyun mengangguk. Tanpa ada kata yang lolos. Mungkin ia berharap lawan bicaranya bisa melihat geriknya.
"Berhenti menunggunya. Ayo, pulang."
Kalimat berikutnya sontak membuat air mata So Hyun menitik. Suara itu milik Seung Youn, pria yang ternyata masih mengamatinya dari kejauhan. Berada di seberang gedung, yang sejak tadi tidak disadari So Hyun.
Sesak. So Hyun merasa hatinya penuh dengan Song Kang, tapi mungkin tidak dengan pria Song itu. Berharap lebih padanya mungkin bukan cara yang bijak. Yang ada, cuma meninggalkan kekecewaan teramat dalam.
***
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro