
ORACLE - 11
Aneh. Seperti ada yang salah dengan tubuh So Hyun. Tidak hanya terasa kaku, sejak tadi debaran di dadanya terus berpacu sengit.
Seharusnya tidak begini. Semestinya dia lebih bisa mengendalikan diri mengingat ini bukan pertama kalinya ia berpacaran. Terlebih lagi, pria yang duduk di sampingnya ini adalah mantan kekasihnya. Hanya memang, tidak pernah disangka kalau ia akan menjalin kembali hubungan dengan pria yang sama. Kata mantan, sekarang tidak lagi berlaku.
"Maafkan aku karena nanti tidak bisa menjemputmu. Siang ini aku masih ada jadwal pemotretan. Kurasa akan lama," ungkap Song Kang sembari mengusap rambut So Hyun.
Ketulusan itu ditangkap jelas oleh Sohyun. Baginya, begini saja sudah cukup. Dengan jadwal kerja Song Kang yang padat, So Hyun bisa memaklumi kesibukan sang kekasih. Ia bahkan tidak pernah meminta Song Kang untuk menjemput dan mengantarkannya ke tempat kerja. Seperti sekarang.
Semua bermula pagi ini. Kejutan spontan sesaat So Hyun membuka pintu rumah.
Mengenakan sarung tangan, jaket berlapis dengan tudung yang menutupi rambut, So Hyun terkesiap menemukan Song Kang berjongkok di depan rumahnya. Sunguh, tidak terbesit sama sekali model kondang sepertinya bakal mendatangi rumah sederhana yang So Hyun tinggali. Pun tidak menyangka pria Song itu menunggunya. Berapa lama pastinya, So Hyun hanya menebak bahwa itu cukup lama.
Bibir Song Kang yang memucat dengan senyum yang dipaksa tampil. Ditambah harus bergumul dengan hari yang sejuk. Maklum saja, beberapa hari lagi akan memasuki musim dingin. Perubahan udara sudah cukup terasa.
"Aku takut membangunkanmu, jadi aku memutuskan untuk menunggu di luar," kata Song Kang waktu itu.
Terdengar konyol. Kendati begitu, alasan itu berhasil menggugah perasaan So Hyun. Ia terharu.
"Dasar, Bodoh!"
Ucapan So Hyun bertolak belakang dengan tindakan. Meski sadar dirinya tidak begitu manis dalam berucap, tapi sekadar menaruh perhatian dengan cara mengusap pipi Song Kang yang dingin, tidak lantas membuat dunianya runtuh.
Sekarang keduanya telah tiba di pelataran parkir gedung tinggi. Tampak plang besar dengan nama perusahaan, tempat So Hyun bekerja.
"Kalau begitu nanti aku akan meneleponmu." Song Kang membuat isyarat hati dengan jemarinya sesaat Sohyun baru keluar dari mobil.
Beruntung suasana di sekitar kantor belum begitu ramai. Hanya terdapat beberapa orang yang berlalu-lalang tanpa menaruh perhatian mencolok. Meski dalam hati, So Hyun terus merapal doa.
Jujur saja, Sohyun belum siap seandainya seseorang menangkap basah dirinya dengan Song Kang. Katakan saja, logika datang setelah renjana dikedepankan.
"Baiklah. Kalau begitu berhati-hatilah." Sohyun melambai sebelum memutar tubuhnya.
Perlahan, kakinya mulai bergerak santai menuju gedung di depannya.
"Hyun-ah!"
Tubuh wanita berpostur ramping itu kembali berputar. Alisnya bertaut sesaat menemukan Song Kang keluar dari mobil. Cuma butuh beberapa langkah untuk mempertemukan keduanya saling berhadapan.
"Apa ada yang ketinggalan?" tanya So Hyun sambil sesekali memerhatikan kondisi di sekitarnya. M
"Ada."
So Hyun semakin dibuat bingung mendengar jawaban Song Kang. Apalagi kekasihnya itu tidak langsung meneruskan ucapannya, malah memberi jeda yang mengais rasa penasaran Sohyun.
Cup!
Pupil So Hyun membelalak penuh. Kecupan singkat dan manis, layaknya sebuah mantra agar ia terus mematung.
"Ciuman pagi dariku. Bagaimana bisa kau meninggalkan hal sepenting ini?" Tangan lebar lelaki Song itu mengusap poni depan Sohyun. Tidak kasar, hanya beberapa kali usapan lembut sebelum berpamitan.
Hingga mobil sport Song Kang melaju, kaki So Hyun masih terpaku di tempat yang sama. Sekujur tubuhnya berangsur terasa hangat. Ada desiran menyenangkan. Semacam damba akan kisah keduanya.
Masa pada saat ia pertama kali jatuh cinta.
***
"Wah!"
Terkejut sembari bersandar pada daun pintu yang masih terbuka lebar, tersisa satu kata yang pantas disematkan pada pria Cho yang hari ini mengenakan baret hitam kesukaannya. Berlebihan, begitu menurut Sohyun. Air muka pria bermata kecil itu dinilai bereaksi terlalu berlebihan, meski memang ini pertama kalinya So Hyun tiba lebih dulu darinya.
"Apa kau sedang kerasukan arwah rajin? Wah ... lihat! Aku merinding," sindir Seung Youn.
"Bukannya kau yang dirasuki arwah pemalas hari ini?" sarkas Sohyun; tidak mau kalah.
Ini sangat normal. Di satu sisi mereka saling menghibur, menyemangati, lantas di sisi lain, keduanya juga sering saling mencela. Cara yang mudah untuk mengartikan keakraban keduanya. Walau sebagian orang tidak begitu yakin, hubungan keduanya murni dinyatakan sebagai teman baik.
"Malam ini, apa kau punya rencana?"
So Hyun menoleh. Mengambil sedikit jeda, layaknya berpikir sejenak.
"Kenapa?"
"Apanya yang kenapa? Bukankah aku sudah sering bertanya seperti ini?" sahut Seung Youn tanpa membalas tatapan So Hyun. Fokusnya tersita pada layar komputer dengan rentetan tugas yang sudah tercatat di kepala.
So Hyun mengerti. Benar juga. Sikap Seung Youn masih sama. Yang berbeda adalah dia. Setelah ia berpacaran dengan Song Kang, bukankah wajar bila mempertanyakan tujuan pria lain mengajaknya keluar? Setidaknya ia menghindari kesalahpahaman yang tidak diinginkan.
"Aku ingin beristirahat di rumah," tolak Sohyun sembari membuka file-file yang perlu didokumentasikan.
"Aneh."
So Hyun menghentikan gerakannya. Untuk kali ini, tatapannya beradu dengan Seong Youn yang menelisiknya tajam.
Ada rasa takut kalau ia ketahuan sedang berbohong. Namun, lebih tidak nyaman ketahuan bahwa dia kembali berkencan dengan Song Kang, pria yang bulan depan akan menjadi rekan kerjanya.
"Kenapa?" tukas Sohyun memberanikan diri, "apa yang aneh?"
"Bukan apa-apa. Aku baru saja menyadari bahwa kau mirip beruang yang suka sekali hibernasi."
So Hyun spontan melempar salah satu lembaran file ke arah Seung Youn yang tergelak lepas. Tidak cukup puas, ia berencana mengacak-acak rambut pria Cho yang ikut menahan pergerakannya.
"Hahaha ...."
Seong Youn masih tertawa. Tepatnya, mengejek. Tubuh tingginya tidak berhasil dijangkau So Hyun yang lebih pendek. Lebih lucu karena So Hyun tidak mau kalah. Ia melompat-lompat meraih baret Seong Youn hingga pria itu tersudut ke salah satu meja.
So Hyun berhasil mengambil topi kesayangan Seung Youn. Namun, ia hampir terjatuh.
Beruntung ada Seung Youn yang menahan. Dengan sebelah tangan kirinya, pemuda Cho itu merengkuh pinggang ramping So Hyun. Memposisikan keduanya dengan rongga yang sedikit rapat.
Situasi yang jelas canggung. Pertama kalinya So Hyun begitu intens ditatap Seung Youn. Iris kecil yang biasanya tersenyum dan bercanda dengannya, kini menatapnya serius.
"Seung Youn-ah, lepas—"
"Aku tidak mau," sela Seung Youn pasti.
Seketika perasaan So Hyun sesak untuk meminta kedua kali. Bukan saja karena tatapan Seung Youn mengukungnya, tetapi juga melemahkan niatnya. Kalau sepertinya, bukan tidak mungkin wajahnya akan merona.
"Kecuali,"
Debaran itu jelas. Wajah Seong Youn terus mendekat. Membuat batasan keduanya semakin pendek. Hati So Hyun meragu, apa saat ini pria Cho itu sengaja mempermainkannya, atau benar-benar serius.
"Belikan aku kopi! Aku butuh asupan cafein!"
Tenaga Seung Youn melonggar. Tidak lagi menahannya. Menyudahi leluconnya yang tanpa sempat melihat wajah So Hyun merona.
Tanpa perlu berpikir dua kali, So Hyun bergerak sigap keluar ruangan. Sebenarnya, degup jantungnya masih berantakan. Ada kelegaan semua itu hanya lelucon.
Lain So Hyun, maka lain pula Seung Youn. Pria berkulit putih susu itu tampak menutup wajahnya. Perasaannya hampir saja diketahui Sohyun.
***
"Kau sedang apa?"
Song Kang bersikap abai pada pria Han yang muncul dan dianggap mengganggu ketenangannya. Memasukkan kudapan kecil ke dalam mulut sembari mengirim pesan pada kekasihnya, dirasa lebih menyenangkan.
"Yak! Yak! Aku sedang berbicara denganmu."
"Hem!" deham Song Kang singkat. Sangat jelas Song Kang tidak tertarik dengan kedatangan sang manajer.
"Baiklah. Kalau begitu aku pergi. Aku bisa memberitahumu besok."
Tersirat hal penting yang membuat Song Kang akhirnya tertarik. Pandangannya beralih pada si manager yang berdecak sinis. Akhirnya ia berhasil menarik perhatian si model tampan.
"Apa kau sudah berpacaran dengan wanita kesepuluh itu?" tanyanya tiba-tiba.
Song Kang mengangkat bahunya. Tidak membenarkan atau menolak mentah. Hanya menyamarkan.
"Berarti benar kau sudah mendapatkannya."
Niat Song Kang gagal. Pria Han itu terlanjur mengambil kesimpulan sendiri. Sial! Dia sudah lihai membaca gerik tubuh Song Kang.
"Maksudmu, Hyung?"
"Baru saja kau mendapatkan kontrak dengan salah satu perusahaan kosmetik terbesar. Mereka akan memintamu menjadi model pria untuk produk baru yang diluncurkan musim dingin nanti," jelas manager Han.
"Benarkah?"
Satu anggukan menjawab tanyanya.
Song Kang berseru lantang hingga sempat menarik perhatian beberapa pengunjung. Jangan salahkan dia yang terlalu antusias menerima berita yang menyenangkan.
"Padahal tadinya mereka akan menggunakan Nam Joo Hyuk, tapi tiba-tiba saja mereka berubah pikiran dan memilihmu."
Penjelasan beruntun yang membuat hidung Song Kang mengembang. Ada kebanggaan tersendiri bisa melampaui rivalnya. Momen yang membuat senyumnya enggan luntur.
"Berterimakasihlah pada wanita kesepuluh yang sepertinya sudah mengembalikan keberuntunganmu."
Song Kang lupa. Tentang keberuntungannya ini, mungkin benar bukan karena usahanya. Melainkan karena ia berhasil mengencani So Hyun. Bisa dibilang, memang So Hyun yang jadi Dewi Fortuna dalam kisahnya. Mulai sekarang.
***
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro