
Oracle - 10
Mendengkus kesal, jalan ceritanya sama sekali tidak sesuai ekspektasi. Song Kang tidak habis pikir, kenapa pada saat dibutuhkan, sosok itu malah menghilang bak ditelan bumi? Padahal sebelumnya, wanita yang berpenampilan sama—gypsy—begitu sering lalu-lalang di sekitar kantor agensi.
"Maafkan aku, Song Kang-ah. Sepertinya peramal itu sudah menghilang."
Tidak ada kata yang menggambarkan perasaannya saat ini. Sedikit lagi. Tinggal butuh satu langkah lagi untuk memastikan bahwa So Hyun adalah benar wanita yang akan membawa keberuntungan. Tadinya Song Kang berpikir jawaban itu bisa didapatkannya dari sang peramal. Setidaknya peramal itu juga harus bertanggung jawab sudah memporak-porandakan logikanya dengan asupan yang semestinya tidak penting.
"Jadi apa yang akan kaulakukan?" tanya pria Han yang sudah memberikan dukungan untuk ide gila Song Kang.
"Menurutmu apa, Hyung? Tentu saja aku akan membuatnya jatuh cinta padaku."
Saat memutuskan ini semua, Song Kang jelas berakal pendek. Segala konsekuensi yang terjadi kelak—positif atau negatif—tidak dipikirkan. Baginya, menyelamatkan karir prioritas nomor satu ketimbang unsur romansa.
"Hatchim!"
Di tempat berbeda, wanita Kim yang berjalan dengan Seung Youn, sudah ketiga kalinya bersin. Bukan cuma hidung, telinganya ikut terasa gatal. Kalau kata orang tua dulu, saat ini ada orang yang menceritakan dirinya. Sayang, So Hyun tidak penganut paham tersebut. Singkatnya, ia tidak percaya hal yang bersifat anomali tanpa ada justifikasi yang pakem. Kalau boleh mengartikan sendiri, penyebab hidungnya terasa menggelitikan dikarenakan oleh debu-debu halus nan kasat mata.
"Kau sakit?"
"Tidak. Aku—"
So Hyun bungkam sesaat tangan Seung Youn menyentuh dahi dan pipinya. Suaranya enggan melanjutkan. Terlebih kala pria Cho itu memasang muka serius hanya demi memeriksa suhu tubuhnya. Jujur saja, itu sangat manis.
"Kau selalu memperlakukan aku seperti anak bayi."
So Hyun lekas menepis tangan Seung Youn, lalu melanjutkan langkahnya menuju ruang rekaman. Suhu tubuhnya meningkat menerima perlakuan Seung Youn hari ini.
"Kenapa dengan ekspresimu yang barusan, Kim So Hyun? Apa kau berdebar-debar?"
Seung Youn menyamakan langkahnya. Terus ia mengusili So Hyun yang begitu pelit tersenyum padanya. Sangat intens melontarkan lelucon hingga membuat gadis itu menyerah. Seung Youn, bukan lawan yang mudah untuk dihadapi.
"Akhirnya kau tersenyum. Itu lebih baik. Apa kau tahu, kalau kau sering tersenyum, maka aku yakin kau tidak akan sendirian seperti sekarang."
So Hyun memandang kesal. Sindiran halus itu jelas ditujukan padanya. Menelisik pada kenyataan, bukan hanya dia yang berstatus single. Seung Youn pun sama. Bahkan faktanya, So Hyun setidaknya pernah berkencan dengan beberapa orang. Tidak seperti Seung Youn.
"Yak! Lihat siapa yang mengejek diriku? Bukankah kau lebih parah dariku? Kau tidak pernah terlihat berkencan dengan siapa pun," balas So Hyun.
"Siapa yang bilang?"
Dahi So Hyun berkerut. Jawaban Seung Youn tidak seperti pemikirannya. Atau dia yang selama ini tidak tahu. Bisa saja pria itu berkencan dengan gadis lain, tapi tidak wajib memberitahukan padanya.
"Setiap pergi denganmu, aku selalu menghitungnya sebagai kencan." Jawaban lugas dan singkat, diikuti pria Cho yang tersenyum lebar. Sangat percaya diri.
Situasi ini tidak terduga. Terdengar asal, tapi membuatnya berdebar. Untuk beberapa detik, So Hyun terpaku dengan ucapan Seung Youn.
Debaran itu tidak mau hilang walau saat ini Seung Youn berada beberapa langkah di depannya. Berbicara dengan salah satu rekan sambil memegang botol minuman, pria Cho itu seperti menujukkan sisi yang lain selama ini tidak disadari So Hyun.
"So Hyun-ah! Apa kau akan terus termenung di sana?"
Tangan So Hyun merasakan debaran di jantungnya. Masih terasa jelas. Sepertinya ia butuh beberapa detik lagi untuk menenangkan diri.
**
Baru keluar dari mini market yang tidak jauh dari tempat kerjanya, tutup botol minuman dingin yang dibelinya diputar mudah. Tenggorokannya jadi lebih nyaman setelah sensasi dingin melesat masuk. Dahaganya menghilang dengan beberapa teguk.
Langit mulai bergerak jingga. Suasana musim gugur masih kentara dengan warna daun yang sama, meski tersisa beberapa hari lagi sebelum memasuki musim dingin. Udara di luar pun jauh lebih sejuk dan hanya ada ia sendiri.
Sedikit aneh karena biasanya selalu ada Seung Youn yang selalu mengikutinya tanpa diminta. Pengecualian untuk hari ini. Seung Youn dipaksa ikut bersama kru dari divisi lain. So Hyun yang merasa asing menolak sesaat Seung Youn menawarinya ikut serta. Sederhana saja, ia canggung dengan situasi yang tidak pernah melibatkan dia di dalamnya.
Fokusnya beralih pada suara nada dering ponselnya. Nama Song Kang tertera jelas di layarnya. Dengan berat hati, ia harus menerima panggilan tersebut.
"Apa kau sudah menerima pesanku?"
Tidak ada salam atau basa-basi, pria Song itu tidak pernah gagal membuat suasana hati So Hyun memburuk.
"Aku belum membacanya," aku So Hyun jujur.
"Itu karena kau terlalu sibuk melamun di depan mini market."
So Hyun spontan memeriksa sekelilingnya—kiri dan kanan. Tidak ada Song Kang. Namun, kenapa pria itu tahu yang ia lakukan sekarang?
"Kau—"
Suaranya berhenti sesaat sebuah mobil berhenti di bahu jalan. Persis di depan mini market yang So Hyun datangi. Mobil yang sama dengan milik Song Kang.
"Cepatlah naik!" Kaca dari pintu depan mobil bergerak turun. Wajah Song Kang yang terlihat tidak bersahabat, membuat langkahnya terasa lebih berat.
Suka tidak suka, So Hyun memasuki mobil pria Song tersebut. Dalam hati ia mengutuk semua perbuatan Song Kang.
"Kita mau ke mana?"
Jujur So Hyun cemas saat ini. Sikap Song Kang pelik. Sangat serius, tapi tergurat gelisah. Sekilas mengingatkan So Hyun pada masa lalu keduanya. Wajah seperti inilah yang terpasang kala dia meminta berpisah.
"Ke rumahmu," jawab pria jangkung itu singkat.
"Kenapa? Mau apa ke rumahku?"
Badan So Hyun tersentak kala Song Kang membawa mobil lebih kasar. Mendadak memberhentikan mobil dan menatapnya amat lekat. Bola matanya yang legam menjerumuskan So Hyun yang terkunci dalam tatapannya.
"So Hyun-ah, bagaimana kalau kita berpacaran lagi?"
Belum habis rasa kagetnya, Song Kang menarik tubuh So Hyun dengan mudah. Dalam sekejap, kedua bibir saling bertaut. Jiwa So Hyun serasa hilang dari raganya. Benar-benar kosong.
Beberapa lumatan lembut terkesan manis membuat ia terhenyak. Rasa bibir Song Kang berjejak di ingatannya.
Salahkah kalau ia menginginkan kenangan lama itu kembali?
***
"Sakit!"
Satu pukulan mendarat tepat di ubun kepala pria Song itu. Menggunakan sendok perak yang tidak begitu tebal, menjadi alat untuk menyiksa model yang ternyata sangat buruk dalam berakting.
"Yak! Apa kau benar-benar ingin bermain film seperti ini? Wah, pasti agensimu membayar besar agar kau bisa mendapatkan peran ini."
Song Kang merengut. Ia tidak suka dihina atau dikritik seperti sekarang. Akan tetapi, pada dasarnya ia juga menyadari kemampuannya sendiri. Dunia akting benar-benar baru untuknya. Belum lagi dengan harus mengingat rentetan dialog yang hingga sekarang tidak terhapal baik.
"Karena itulah aku memintamu mengajariku! Tapi tidak menyuruhmu untuk memukuliku! Ini namanya penyiksaan."
Mendesah panjang, kedua tangan So Hyun berkacak. Lidahnya bergerak di dalam mulut. Sebisa mungkin dia tidak ingin menyakiti pria yang juga memberi bayaran untuknya—gaji.
"So Hyun-ah, bagaimana kalau kita berkencan saja? Bukankah kita sudah kembali resmi menjadi pasangan kekasih."
Ah, So Hyun baru ingat. Tiba-tiba membahas itu, membuat ia mengingat kebodohannya beberapa waktu lalu. Seharusnya So Hyun tidak membalas ciuman Song Kang. Nyatanya, tidak. Ia ikut larut dalam permainan Song Kang.
Namun, semuanya belum pasti. Apa dengan ciuman saja bisa diartikan bahwa dia juga menyukai Song Kang? Bisa jadi semua itu karena terbuai kisah masa lalu.
"Kenapa dahimu berkerut? Jangan berpikir untuk kabur dariku. Ciuman tadi adalah bukti kalau kau sebenarnya juga masih menyukaiku. Bukan begitu?"
Song Kang memeluk pinggang So Hyun. Kesempatan yang tidak ia sia-siakan untuk mengambil hati wanita Kim itu. Seperti rencananya, Song Kang harus bisa mendapatkan hati So Hyun.
"Tapi aku dan kau yang sekarang—"
"Kenapa dengan aku yang sekarang?" potong Song Kang, "apa kau berpikir aku berubah? Aku tetap Song Kang yang menyukai gadis dingin sepertimu."
Tatapan itu masih sama. So Hyun tahu bahwa tidak seharusnya terharu karena sikap Song Kang. Namun, kadang logika kalah dengan perasaan.
Contohnya seperti sekarang. Saat Song Kang kembali memeluknya, So Hyun bergelut dengan pemikiran yang sama. Mungkin dia memang masih menyukai pria Song tersebut.
***
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro