
Oracle - 09
Sudah tiga puluh menit, tapi tujuan keduanya masih belum jelas. Bukan! So Hyun-lah yang belum mengetahui ke mana sebenarnya Song Kang akan membawanya.
Mau bertanya lagi, rasanya percuma. Song Kang pasti diam. Atau paling tidak tersenyum. Tanpa membiarkan ada penjelasan lebih lanjut; tidak membuatnya puas.
Tidak tahukah Song Kang kalau ia sekarang mengantuk?
Terlebih lagi, udara di luar sana begitu sejuk. Sensasi kentara tatkala Song Kang sengaja membuka kap atas mobilnya dan membiarkan tenangnya suasana malam Seoul membuai keduanya.
Sayang, So Hyun kalah dengan dirinya sendiri. Ia lelah dan hanya ingin memejamkan mata. Siapa bilang pekerjaan di penataan musik gampang?
Mulai dari pagi-sejak jam kerja dimulai-rungunya dijejali berbagai jenis musik. Belum lagi ia harus memutar tayangan yang sama untuk menentukan spot peletakan musik. Pekerjaan yang terus-menerus berulang hingga membuat matanya memerih.
"Kita sampai."
Song Kang menoleh dengan senyum lebarnya. Sayang, lawan bicaranya telanjur larut dalam bunga tidur. Membiarkan Song Kang terkesima sendiri tanpa sempat membanggakan diri sendiri.
"Apa-apaan dia ini? Bisa-bisanya tertidur saat aku berpikir akan membuat ia terpesona."
So Hyun lelah. Wajah tidurnya yang polos bukti yang otentik. Bulu matanya yang lentik tak mengurangi kecantikan matanya yang terpejam. Parasnya yang terpoles make-up tipis malah membuat Song Kang terpukau. Seperti dulu, mantan kekasihnya itu masih tetap cantik.
Menengadahkan pandangannya ke langit, Song Kang bersandar dengan kedua tangannya sebagai alas kepala. Demi malam yang berjalan mulus, Song Kang bahkan memastikan ramalan cuaca hari ini. Probabilitas turunnya hujan yang hampir dibilang tidak mungkin, membuat Song Kang memilih Sungai Han menjadi tempat untuknya berlatih. Namun, lihatlah sekarang?
Padahal bintang bertaburan indah malam ini. Lampu hias di sepanjang jembatan juga menyempurnakan tempat yang ia pilih. Dari semua elemen yang dia pertimbangkan, Song Kang melupakan kemungkinan lain. Contohnya saat ini. So Hyun yang tertidur.
"Kenapa sulit sekali membuatmu terkesan?" Song Kang bermonolog sembari memerhatikan wajah teduh So Hyun. Jemarinya bergerak menyentuh wajah yang tidak menyadari kehangatan tangannya. Memperbaiki beberapa untaian rambut yang menutupi wajah So Hyun.
"Jadilah wanita kesepuluh itu, Hyun."
***
Bersandar di tempat tidur, diikuti kedua tangannya mengepal sembari terentang, rasanya sangat nyaman. Rasanya sudah lama dia tidak tertidur pulas. Pagi yang sempurna.
Menyusul kedua matanya yang bergantian terbuka. Ada sinar mentari yang menyambut paginya. Mencuri masuk melalui sela-sela ventilasi di depannya, dugaannya pagi ini akan berlangsung cerah.
Senyumnya terpasang lebar sebelum ia memutuskan untuk bersiap-siap ke kantor.
Tunggu!
Matanya membola. Menelisik dari kondisi kamar yang ganjil, sosok itu—So Hyun—baru sadar bahwa tempat ini berbeda jauh dengan kamarnya.
Atensinya teralihkan pada suara asing. Suara melenguh dan terasa sangat dekat.
Hampir saja So Hyun tersungkur—saking kagetnya—menemukan sosok lain yang tertidur di sebelahnya. Untuk beberapa detik, ia yakin jantungnya sempat berhenti.
"Kya!" pekik So Hyun nyaring. Mengalahkan suara alarm yang tidak pernah berbunyi selama beberapa tahun di rumah itu.
Song Kang spontan menutup kedua telinganya. Suara So Hyun belum juga berhenti. Membabi buta mengusik pagi yang tenang.
"Yak!"
Dengan telapak lebarnya, Song Kang berhasil menutup mulut So Hyun yang spontan mengigit tangannya.
"Aw!"
"K-k-kau! Apa yang kaulakukan padaku, hah?"
Song Kang meringis kesakitan. Gigitan yang dalam berjejak di tangannya. Sangat jelas.
"Apa kau ini anjing liar? Kenapa mengigitku?" ringis Song Kang masih kesakitan.
"Eoh. Aku berencana akan mengigitmu sampai kau kehabisan darah. Harusnya aku yang bertanya padamu, kenapa aku bisa di sini?"
Iris So Hyun bergerak awas melihat ke sekelilingnya. Sekali lagi, ia bisa memastikan bahwa ini bukan rumahnya. Melainkan rumah mantan kekasihnya, Song Kang. Untungnya—masih ada untung—pakaian yang kemarin malam dikenakannya masih utuh terpasang. Tidak kekurangan satu kancing pun.
"Akh!"
Penderitaan pria tersebut berlanjut saat So Hyun menendang Song Kang dari tempat tidur. Mendesaknya hingga pria jangkung itu terjatuh dari tempat tidurnya sendiri.
"Yak! Kau ini! Seharusnya malam tadi aku membiarkan kau tidur di jalanan. Wah ... lain kali aku pasti tidak akan berbaik hati lagi padamu, Nona Kim."
So Hyun belum paham, tapi matanya menantang Song Kang. Sangat yakin semua penjelasan Song Kang hanya karangan belaka.
Song Kang menatap heran pada So Hyun. Siapa bilang wanita Kim itu kehilangan taring? Dia masih seperti dulu; galak dan tidak berperikemanusiaan.
"Song Kang-ah!"
Serentak keduanya—So Hyun dan Song Kang—membelalakkan netra ketika mendengar suara asing menyela dari arah ruang tengah.
"Cepat! Kau harus sembunyi!" Song Kang bergerak panik.
Untuk kali ini So Hyun setuju dengan ide Song Kang. Bukan ide yang baik bila ada yang menemukan ia berada di rumah Song Kang. Skandal ... satu hal yang paling So Hyun benci.
"Ah! Kau sudah bangun rupanya!"
"Hyung!" Song Kang mengangkat tangannya. Senyum lebar terpasang demi menyamarkan kekikukkannya.
"Aneh! Kenapa kau terlihat senang menyambutku? Apa ada yang sedang kausembunyikan?"
Memeriksa sekilas, Manager Han terlihat mencurigai perangai Song Kang yang dianggap tidak biasa. Mana pernah Song Kang menyambutnya seramah ini. Biasanya hanya berisi gerutuan atau kalimat sarkas sebagai bentuk ketidaksukaan pada pria matang itu.
"Tidak ada, Hyung. Kau berpikiran berlebihan. Apa ini efek karena kemarin aku meninggalkanmu sendirian?"
Song Kang berhasil mendorong tubuh Manager Han keluar dari kamarnya. Bersamaan dirinya juga ikut keluar dari kamar. Untuk beberapa detik yang singkat, Song Kang melirik ke tempat tidurnya. Senyumnya terbit—senang. Seseorang yang bersembunyi di gundukan selimut putih itulah penyebabnya.
Pagi yang kacau. Namun, menyenangkan.
***
"Tada!"
Kurang antusias, So Hyun menyambut kedatangan Seung Youn dengan senyum seadanya. Tenaganya sudah terkuras sejak pagi. Belum lagi masih lekat di benaknya untuk kericuhan pagi ini.
"Apa kau tidak pulang ke rumah kemarin?"
So Hyun tersadar ada yang aneh dengan dirinya. Pakaian, itu penyebabnya. Ia masih mengenakan atasan dan bawahan yang sama dengan kemarin. Wajar saja kalau Seung Youn mencurigainya.
"Aku ... aku kesiangan!" Begitu cara So Hyun berkilah.
Tidak terpikirkan alasan lain. Lagi pula jarak rumahnya dengan apartemen Song Kang terbilang jauh. Boros waktu. Bisa-bisa dia terlambat bekerja. Bukan penilaian yang bagus untuk seorang pekerja lepasan untuknya.
"Kalau begitu, pakailah ini!" Seung Youn menawarkan jaket kotak-kotak yang tadi dikenakannya.
"Dan kau?"
"Bukankah aku lebih keren seperti ini?"
Pria jangkung itu memamerkan gaya fashion-nya. Bersikap layaknya model dengan atasan kaus putih yang serasi dipadankan dengan jeans biru yang membalut kaki jenjangnya.
"Terima kasih, Seung Youn-ah!"
Ia benar-benar bersyukur memiliki Seung Youn sebagai teman terbaik. Walau kadang kebaikan pria Cho itu membuat ia sedih. Layaknya terus merepotkan pria yang selalu tersenyum padanya.
"Satu cup coffee sudah cukup membuatnya impas," goda Seung Youn sambil mengacak poni depan So Hyun.
Sementara itu di tempat berbeda, Song Kang terkejut dengan jadwal pemotretannya yang semakin berkurang. Baru saja Manager Han memberikannya schedule kerja untuk dijalani tiga bulan ke depan. Penurunan yang drastis.
"Tenanglah. Kami sedang mengusahakan kontrak dengan majalah dan pihak produk pakaian untuk menjadikanmu sebagai brand ambassador utama. Minggu depan mereka akan memberi jawabannya."
"Wah ... apa sekarang jatah kerjaku lebih banyak diberikan pada Nam Joo Hyuk?" sarkas Song Kang sadar pamor rivalnya sedang nak daun.
Sama-sama berprofesi sebagai model, tapi Nam Joo Hyuk menjadi lebih terkenal setelah mengambil peran di salah satu drama. Trik yang sama dilakukan agensi Song Kang yang memintanya untuk ikut dalam film garapan Sutradara Hwang. Menilai cara itu bakal berimbas sama pada popularitas Song Kang.
"Bukan begitu Song Kang-ah, tapi kau tahu drama Nam Joo Hyuk berakhir dengan rating yang bagus. Karena itulah kau juga harus menyukseskan film ini agar bisa mendapatkan pamormu kembali," tutur perwakilan agensi yang berusaha terdengar positif.
"Bagaimana dengan wanita kesepuluh? Apa kau tidak berhasil mendekatinya?" bisik pria Han—managernya—membuat dahi Song Kang berkerut.
"Bukannya Hyung tidak percaya hal-hal seperti itu? Kenapa sekarang menyemangatiku?"
"Sepertinya kau harus intens mendekatinya. Setelah kupikir ulang, tidak ada salahnya mendengarkan kata peramal itu. Kali ini kau akan mendapatkan dukungan dariku."
Song Kang terdiam. Karirnya dipertaruhkan kali ini. Di titik ini, semua cara layak untuk dicoba. Termasuk mempercayai hal-hal yang bertolak dengan keyakinannya sejak awal. Ramalan, sejak awal ia pun tidak ingin mengandalkan keberuntungan seperti ini. Namun, sekarang?
Ekspresi muka Song Kang berubah. Lebih kepada menujukkan ambisinya.
"Hyung ... bantu aku menemukan peramal kemarin."
***
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro