
Oracle - 07
"Bagaimana dengan kencanmu?"
Blam!
Pintu terbanting lantang. Seperti sengaja dijadikan pelampiasan untuk kekesalan yang membuncah. Lagi pula, tidak ada yang pelampiasan lainnya yang ditemukan.
Membanting ponsel? Ah, harga ponsel belakangan ini membumbung tinggi. Untuk mendapatakan seri terbaru, kadang membuat Song Kang berpikir ulang. Salahkan dirinya yang masih begitu perhitungan saat merasa kesal. Setidaknya pria berparas tampan itu masih bisa memilih barang yang mana layak atau tidak layak dijadikan pelampiasan.
"Dasar si So Hyun! Bisa-bisanya dia tidak menahanku saat mau pergi. Apa dia lupa siapa aku? Aku ini adalah Song Kang, pria keren dengan karir cemerlang. Belum lagi wajahku yang tampan. Mana bisa disandingkan dengan pria putih si Seung Seung yang bahkan menumpahkan es krimnya. Bertingkah seperti anak kecil saja!" Gerutuan panjang yang tidak berkesudahan. Di dalam kamar, Song Kang hampir terlihat sedang berdrama sendiri. Mondar-mandir tidak jelas hingga merasa lelah sendiri. Dengan begitu, mungkin kekesalannya perlahan menguap.
"Sial!"
Hingga di suatu titik, Song Kang menyerah. Lantas merebahkan tubuhnya di atas kasur. Menutup mata dengan lengan tangan kanannya, Song Kang merasa aneh dan frustasi tiap kali berhadapan dengan So Hyun. Ini bahkan tidak sejalan dengan rencananya.
Wanita kesepuluh, ramalan, semua ini terjadi karena ulah wanita berpakaian gypsy itu. Seandainya tidak terganggu ucapan si peramal, Song Kang tidak mungkin repot memikirkan cara untuk mendekati So Hyun. Ia mungkin bersikap tak acuh layaknya yang dilakukan So Hyun padanya.
"Tidak bisa! Aku tidak boleh menyerah." Song Kang mendadak mengubah posisinya. Tidak lagi rebah, melainkan terduduk di tepian tempat tidur.
Lanjutnya menggebu-gebu, "Aku juga tidak menyukainya. Aku hanya perlu meminta So Hyun dekat denganku. Coba pikirkan, Song Kang! Pasti ada cara untuk membuat ia lebih dekat dengamu. Ayo, berpikir!"
Beberapa menit berpikir keras, akhirnya seutas senyum miring terhenti di parasnya. Song Kang yakin sudah menemukan cara lain. Setidaknya tidak terlalu buruk untuk dicoba.
***
Berjalan menuju rumah, So Hyun merasa langkahnya berat. Layaknya dijejali beban. Mengingat wajah Song Kang seiring wajah pria itu tampak kecewa, salah satu alasan So Hyun terusik.
Ingatannya terulas ke kejadian tadi—saat ia, Seung Yeon, dan Song Kang keluar bersama. Saat menunggu Seung Yeon keluar dari toilet—akibat aksi es krim tumpah—Song Kang mendadak bersikap aneh. Tanpa banyak kata, dia melengos pergi.
"Kenapa dia pulang?"
Seong Youn yang tidak lama keluar segera mendekati So Hyun. Ia sempat mengamati punggung belakang Song Kang yang terus bergerak menjauhi mereka.
So Hyun mengendik. "Dia bilang masih ada pekerjaan lain."
Sejujurnya So Hyun tidak begitu mempercayai alasan Song Kang pergi. Intuisinya mengatakan ada yang membuat Song Kang resah, tapi bukankah itu bukan urusannya? Dia dan Song Kang tidak lagi berada di masa lalu.
Ditambah lagi, ada Seung Youn. So Hyun masih menutupi rahasia tentang ia dan Song Kang. Bukan sesuatu hal yang membanggakan untuk menceritakan cerita usangnya.
"Kau baik-baik saja? Kenapa terlihat kecewa?"
Kepala So Hyun mendongak. Berbalas menatap wajah Seung Youn. Dalam hati So Hyun ingin bertanya hal yang sama, "Apa di wajahnya sangat kentara ia kecewa?"
"Mungkin karena lelah," bohong So Hyun.
"Kalau begitu, pulanglah. Kau pasti lelah karena kerja lembur. Beristirahatlah, Kim So Hyun."
Tangan dan senyum yang lembut. Seong Youn, selalu memberi kehangatan. Di balik sifat cerianya, Seung Youn selalu ada dan menjadi pendengar yang baik. Selalu begitu.
Dan di sinilah So Hyun sekarang. Melewati jalan-jalan kecil yang kerap ia lalui, hatinya berkecamuk memikirkan banyak tanya. Tanpa merasa ingin, hatinya tetap saja memikirkan perasaan Song Kang.
Drrtt!
Getar dari ponsel yang tersimpan di saku mantel So Hyun, lekas mengalihkan perhatiannya.
"Ya, Sutradara Hwang."
Terlebih lagi yang meneleponnya adalah atasannya.
" ...."
"Apa? Benarkah aku harus ke sana? Tapi, aku sekarang-"
Tut!
Panggilan terputus. Padahal masih banyak yang ingin So Hyun sampaikan. Sayang, tidak ada kesempatan yang cukup diberikan.
"Dasar, Song Kang! Apa sebenarnya yang sedang dia pikirkan sekarang?"
Rasa bersalah itu tidak ada lagi. Memikirkan nama itu, sontak membuat So Hyun dongkol. Seperti sengaja membuatnya harus berputar arah.
***
Lima tahun sebelumnya.
"Kau menyukaiku?"
"Apa?"
"Baiklah. Kalau begitu kita resmi berpacaran mulai hari ini."
Pemuda bertubuh jangkung yang jelas-jelas sangat mencolok kehadirannya, tanpa maksud yang jelas, tiba-tiba mendatangi kelas gadis ber-tag name Kim So Hyun. Tepat pada saat jam istirahat baru beberapa detik berbunyi, kehadirannya disaksikan banyak teman kelas si gadis berponi. Apa ini jenis pengungkapan cinta terbaru? Kenapa terkesan memaksa?
"Yak, apa kau sudah gila?" tukas So Hyun yang tak mengerti dengan perkataan pemuda bernama Song Kang tersebut.
Buk!
So Hyun mendelik tajam pada teman sebangkunya yang memukul punggung belakangnya cukup kuat.
"So Hyun-ah, dia itu Song Kang. Dia sangat populer di sekolah," bisiknya pada So Hyun yang tak lantas mengubah pemikirannya.
Masih saja kedatangan pemuda jangkung itu menghadirkan decak kagum pada beberapa siswa. Postur dan wajahnya, dari jarak dekat, suara riuh dari para gadis—kebanyakan—menjadikan kelas mereka tampak penuh.
Namun, tidak dengan So Hyun. Ia sama sekali tidak peduli dengan popularitas pria yang dianggapnya tak waras.
"Maaf, tapi aku tidak berminat pacaran dengan orang gila." So Hyun melengos pergi. Sedikit marah. Terlihat sesaat ia mendengkus dan meninggalkan teman dekatnya begitu saja.
Di sepanjang koridor menuju kantin, bibir So Hyun seolah enggan mengoceh. Segala jenis umpatan, makian yang terdengar bak sumpah serampah, lolos dari mulutnya. Sebelum langkahnya mulai melambat dan menyadari ada hal yang aneh dengan hari ini. Hampir setiap orang yang berpapasan dengannya tampak berbisik.
Aura aneh muncul di sekitarnya. Kentara sedang membicarakannya.
Langkahnya terhenti tepat di depan mading sekolah yang terletak tak jauh dari kantin. Pandangannya menatap lurus pada satu lembar kertas yang berisikan namanya.
"Surat Cinta Kim So Hyun untuk Song Kang."
Konyol!
Terjawab sudah kalau inilah alasan kenapa harinya tiba-tiba dirundung awan gelap. Inilah kenapa sosok asing tadi yang tak lain adalah kakak kelasnya, tiba-tiba saja mendekati So Hyun dengan pengakuan cinta yang jauh dari kata romantis.
"Kau percaya surat ini dariku?"
So Hyun toleh pada sosok yang berdiri di sampingnya. Song Kang, pria itu sangat cepat menyusulnya. Kakinya yang panjang, mungkin itu alasan kenapa dia bisa melangkah dengan cepat.
"Entahlah. Berkat surat ini, aku pun jadi sadar kalau ternyata sangat populer. Bahkan untuk gadis dingin sepertimu." Ia tersenyum sinis.
Berbeda dengan So Hyun. Dia sama sekali tidak nyaman dijadikan bahan tawa hari ini. Jelas, ada seseorang yang mengerjainya.
"Aku tidak menyukaimu dan tidak pernah menulis surat ini. Jadi, tidak perlu repot berpacaran denganku."
Song Kang tergelak. Jelas sangat lucu. Belum pernah ada gadis yang berani menolaknya. Sejauh ini, dialah yang kerap kali bersikap dingin dan menolak permohonan banyak gadis.
Namun, sikap gadis Kim itu benar-benar di luar nalar. Menolaknya? Di depan banyak orang? Mana mungkin Song Kang biarkan.
"Sepertinya aku telanjur menyukaimu, Kim So Hyun. Jadi, kita tetap berpacaran."
Iris So Hyun membola. Senyum Song Kang-lah penyebabnya. Tergambar jelas pria itu menikmati permainan ini. Terlepas semua ini berawal dari kesalahpahaman, tak jadi masalah untuknya.
***
"So Hyun-ah!"
Pemilik rambut panjang dan tubuh ramping itu memutar sesaat namanya terpanggil lantang.
Garis lengkung kentara di wajahnya. Ia tersenyum pada pria yang menyerukan namanya.
Sosok di hadapannya adalah Song Kang. Pemuda yang tiga bulan lalu dianggapnya gila. Namun, mungkin bukan hanya Song Kang yang gila. Nyatanya, kegilaan Song Kang menular pada So Hyun. Sejak hari pelik itu, keduanya resmi menjadi sepasang kekasih.
"Ayo, pulang bersama."
Kedua alis So Hyun meninggi. Padahal tadi Song Kang mengatakan tidak bisa pulang bersama. Katanya lagi, ada hal penting yang harus dilakukan.
"Benarkah? Bukankah tadi-"
Cup!
Satu kecupan di dahinya menghentikan suara So Hyun.
"Hari ini aku pun ingin pulang bersamamu. Lalu bergandengan tangan bersama. Aku suka saat kita menghabiskan waktu bersama."
So Hyun tersenyum. Tangannya tergenggam erat. Song Kang, ia bagaikan penyihir. Entah pada hari keberapa, So Hyun berhasil dibuat jatuh cinta padanya.
Gadis dingin dipertemukan dengan pemuda penggombal sepertinya, formula yang nyatanya larut dengan sempurna. Meski, kadang di dalam hati, So Hyun takut suatu saat kejadian seperti ini hanya akan menjadi kenangan.
Keduanya pun tidak bisa memastikan kapan terjadinya pasang surutnya suatu hubungan. Rasa bahagia, terharu, marah, curiga, cemburu, berbagai emosi singgah di antara mereka yang masih menjajaki impian masa depan. Penuh pergumulan dan pertentangan untuk ego yang terbendung tidak sempurna.
Hingga di suatu titik, keduanya tiba di akhir perjalanan hubungan. Keputusan bersama yang dirasa menjadi jalan terbaik. Setelah hampir satu tahun, kedekatan yang dulunya bak lem, kini merenggang. Alasan demi alasan, hanya menjadi penyangkalan agar tidak dari salah satu mereka dipersalahkan.
Tangan yang dulunya digenggam erat pun mau tidak mau harus dilepaskan. Saling berjalan memunggungi punggung masing-masing, jalan yang mereka tuju sudah berbeda.
***
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro