Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

OPERA | Undecim

Aku menghadapi dua teka-teki kini. Nyata dan semu. Teror dan detakan. Yang nyata membuatku gelisah, yang semu membuatku lelah, lelah mencari ujungnya, aku jatuh cinta.

🌻

Ada apa?

Lessa memasuki rumah, ruang tamunya hening.

"Ayah?" panggil Lessa mencari keberadaan Dahlan.

Gadis itu menuju ruang keluarga, suara televisi semakin keras. Ia melihat ayahnya tengah duduk bersandar di sofa beludru warna ungu dengan corak balok menarik.

"Sudah pulang?" tanya Dahlan tersenyum, membuat kerutan di matanya semakin terlihat jelas.

Lessa menghampiri lantas mengecup punggung tangan ayahnya. "Sudah," jawab Lessa sopan.

"Sini duduk sama Ayah!" Dahlan menepuk-nepuk kursi kosong disebelahnya, ia lantas mengusap rambut panjang putri satu-satunya itu.

"Kamu sudah besar," ucap Dahlan bangga menatap Lessa.

Lessa hanya balas tersenyum, "Ibu kenapa, Yah?" tanya gadis itu penasaran.

Ayahnya mendesah pelan, lantas melepas kacamata yang semula bertengger di hidungnya.

"Jika remaja, mungkin Ayah sedang patah hati." Dahlan terkekeh hambar.

Bibir Lessa tidak bergeming sedikitpun untuk tersenyum, sebuah luka tersirat dari wajah ayahnya.

"Ayah kenapa?" tanya gadis itu semakin penasaran.

"Ayah titip, kamu perempuan. Harus bisa menjaga kehormatan, kepercayaan, dan harga diri." Bukannya menjawab, Dahlan justru menasehati Lessa.

"Iya Yah, Lessa ngerti."

"Ayah rindu ibumu."

Mata Lessa memanas kini, kacamata yang dipakai gadis itu kini beruap. Hatinya tersayat kecil, ia lantas memeluk Dahlan. "Lessa juga rindu Ibu." Satu cairan bening berhasil lolos di pipinya.

Mana mungkin ia tidak merindukan sosok malaikatnya. Yang selalu ada dalam kondisi apapun, selalu mendukung Lessa, selalu tersenyum dalam segala keadaan, masakannya yang selalu terasa lezat, bahkan kata-kata cerewet yang keluar dari sosok ibu. Sayangnya, Lessa tidak diizinkan Tuhan untuk mengenal ibunya lebih lama.

Dahlan mengusap punggung anaknya yang mulai terisak. "Maafkan Ayah ya? Tidak bisa menghadirkan sosok ibu yang kamu butuhkan." Ia mengusap air mata Lessa.

Gadis itu menggeleng, "Lessa masih bersyukur punya Ayah." Ia berkata sedikit terbata.

Setelah beberapa saat berbincang, Lessa pamit untuk memasuki kamarnya. Rencana gadis itu, ia akan mencari kotak paket yang dikirim hari ini. Pasti Dahlan tidak akan membahas teror paket itu padanya.

Latifa tidak pulang malam ini, entah ia kemana. Lessa rasa, ada maupun tidak ada wanita itu, semuanya sama saja.

Lessa menatap langit-langit kamarnya. Lantas matanya membulat ketika ia melihat sebuah kunci tergantung pada salah satu sudut langit-langit. Kenapa ia baru menyadari ada sebuah kunci tergantung disana? Ia beranjak lantas mendorong kursi untuk dinaikan pada kasur. Ia menaiki kursi itu, belum sempat ia menggapai kunci, kursi itu bergoyang karena yang ditindihnya adalah kasur empuk.

Brukk!

Tidak bertahan lima detik, Lessa sudah terjerembab pada lantai, untung saja ubinnya beralaskan karpet tebal.

Gadis itu berkeringat, ia lantas mengusap dagu, sikut juga lututnya. Ia meringis kecil, kemudian kembali menatap kunci yang seakan melambaikan tangan untuk ia sambut. Ditengah lamunannya, ia tersentak, ponselnya berbunyi.

Lessa menatap sebuah panggilan masuk, dengan cepat ia menekan tombol hijau dan merapatkannya pada telinga.

"Ada apa?" Tanya Lessa yang kini duduk di pinggiran kasur.

Sudah tau apa isi paket hari ini?

Gadis itu menggeleng, mungkin ia lupa bahwa si penelepon tidak bisa melihatnya. "Belum,"

"Aku nemu kunci Ga!" ucap Lessa tiba-tiba antusias.

Kunci apa?

"Gak tau, aku gak sampai buat ambil."

Braga terkekeh, "Gue ada dibawah kalau lo butuh bantuan."

Lessa mematung, "bawah mana?"

Cowok itu mendengus geli, "Padahal, lo pinter."

Gadis itu membuka pintu rooftopnya, melirik ke bawah, benar saja. Depan tempat nasi goreng, cowok itu melambaikan tangan.

"Ngapain?" tanya Lessa masih dalam telepon.

"Lo gak liat gue lagi makan Sa?"

"Liat, maksudnya, kok jauh-jauh cuma buat beli nasi goreng?"

"Engga terlalu jauh, rumah gue sepuluh blok dari sini."

Lessa hanya mengangguk pasrah, tidak tahu mau bicara apa.

"Jadi, mau gue ambilin kuncinya?" tanya Braga membuat gadis itu kembali melihat ke arahnya.

"Caranya?"

"Gue bilang Sir,"

"Jangan!" Lessa berucap nyaring.

"Kalau gitu, gue bisa panjat."

Gadis itu melirik ke bawah, jarak rooftop dan tanah dibawahnya hanya berkisar lima meter. Temboknya juga memiliki pijakan, bukan pijakan yang menonjol, tapi berupa lubang-lubang kotak beralur zig-zag.

"Aku gak yakin." jawab Lessa setelah menimbang.

Braga menyelesaikan makannya terlebih dahulu. Setelahnya, barulah ia melewati pagar dengan mudah.

"Gue yang bakal bikin lo yakin."

Lessa hanya menyaksikan Braga dibawah yang mulai memijakan kakinya pada salah satu lubang, memindahkan tangan dari satu lubang ke lubang lainnya hingga semakin atas.

Pada kotak lubang kedua terakhir. Braga sedikit terkejut karena tangannya menyentuh sebuah permukaan yang dingin. Ia mengabaikannya lantas langsung menaikan sebelah kaki ketika sampai di lubang terakhir.

"Lumayan!" Cowok itu menyeka keringat di dahinya.

"Mana?" tanya Braga menatap Lessa yang mengenakan piyama kelinci.

Gadis itu masuk kamar dan menunjuk salah satu sudut langit-langitnya. "Itu!"

Braga melihat sebuah kursi diatas kasur, "lo udah coba?"

Lessa mengangguk, Braga lantas menyentuh dagu Lessa dan sontak gadis itu meringis, menepis tangan Braga.

"Dagu lo memar, jatoh?" tanyanya masih menyelidik.

"Iya, kelihatan?"

Cowok itu mengangguk, lantas membenarkan posisi kursi diatas kasur. "Pegang kursinya."

Lessa menurut, memegangi kursi yang kini dinaiki Braga, tidak lama, cowok itu kembali turun dengan sebuah kunci berwarna perak ditangannya.

"Kunci apa ya Ga?" Lessa meneliti lantas mengusap kunci yang sudah berdebu, hampir termakan usia.

Braga tidak menjawab, karena ia tidak tahu. Ia kembali memerhatikan wajah Lessa. Membuatnya teringat pada seseorang.

Suara petir berhasil memecah keheningan dari deruan napas masing-masing. Mereka lantas melihat keluar, tanpa aba, hujan turun deras. Lessa menutup pintu rooftop yang langsung terhubung ke kamarnya itu.

"Lo gak takut?" tanya Braga memerhatikan Lessa yang sudah kembali duduk disampingnya.

Gadis itu menggeleng, "kan ada kamu! Jadi gak takut, kalau sendiri aku takut."

"Justru itu, karena ada gue, harusnya lo takut."

Lessa mengerutkan keningnya, ucapan Braga tidak masuk akal menurutnya. "Braga gak gigit kan?" Gadis itu terkekeh kini.

Braga menatapnya tajam, mungkin sampai Lessa merasa kepalanya bolong karena tapapan Braga. "Engga," jawab Braga datar. "Buat sekarang engga."

Lessa semakin cengo dibuatnya, "sekarang atau nanti, tetep aja gaboleh!" ucap Lessa yang membayngkan Braga berubah menjadi beruang ketika menggigit.

Gadis itu tersenyum lantas menyenderkan kepalanya pada bahu Braga, membuat Braga sedikit terkejut.

"Aku gak ngerti," gumam Lessa namun masih terdengar jelas. "Jantung aku selalu deg-degan tiap deket kamu, Ga!" Lesaa melirik Braga yang kini balas menatapnya.

Gadis itu menghela napas lantas memegangi dadanya. "Aku takut lama-lama jantung aku copot, tapi rasanya seneng, sekaligus sedih. Aku bingung."

Braga menatapnya lekat, "cepet tidur,"

"Kenapa? Aku belum ngantuk."

Braga kini menghadap Lessa, menyelipkan anak rambut dibelakang telinga gadis itu.

"Nanti gue berubah jadi monster," Braga berbisik tepat disamping telinga Lessa, lantas, sedikit menggigit telinganya.

Lessa mendorong cowok itu menjauh dan buru-buru menaiki kasur, menutup tubuhnya dengan selimut. "Kalo ujannya reda, kamu pulang aja!" ucap Lessa teredam selimut. Demi apapun, detakannya semakin tidak karuan.

Braga membuka pintu rooftop. "Gue pulang sekarang." Keadaannya masih hujan, padahal.

Tidak ada jawaban dari Lessa, karena kini, gadis itu berusaha mati-matian meredakan detak jantungnya yang kelewat cepat, atau mungkin memang hampir copot, meletup bahkan meledak.

Braga! Monster.

Sip. Lessa merasakan darahnya berdesir hangat. Rasa macam apa ini?

🌻

TBC..
VOMMENT YAA!!

Bellaanjni
Author jahat yang lagi bedmud 😝😔

Bandung, 8 Desember 2018.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro