OPERA 🎭 Tridecim
Silahkan, perlakukan aku seperti sebuah candaan. Kemudian, jangan salahkan jika aku meninggalkan keadaan seolah itu adalah hal yang menyenangkan.
🎭
V O M M E N T!
🎭
Menanam bait, harap tumbuh rasa.
Pada sorang puan yang angkuh sukmanya.
Bukan kekeliruan aku mencinta,
Membuat Puan luruh adalah hal utama.
Biarkan Tuan mendekapmu sederhana.
Pada raga yang hanya ingin Puan saja.
Tidak boleh yang lain, hanya boleh saya.
Yang akan dapat, dan memang harus dapat.
Salam, kota muda yang semakin tua.
D. Dahlan
Lessa memejamkan mata setelah membaca dua bait tulisan tangan yang tertuang pada sebuah kertas yang sudah menguning. Ia menggulung kembali kertas tersebut, menyimpannya pada peti berbahan tembaga tadi. Didalamnya juga terdapat sebuah kunci lagi, berwarna perak namun dengan ukuran lebih kecil.
Gadis itu menatap Braga. "Coba tanya Sir, sebelumnya ini rumah siapa." Braga memberi saran, masuk akal. Lessa saja bingung, kenapa nama ayahnya tertera disana. Padahal ia baru menempati rumah ini.
Lessa kembali mengumpulkan kunci dan menyimpannya pada laci berbahan kayu dari pohon eks, totalnya menjadi dua. Udara semakin dingin, jam dindingnya sudah menunjukan pukul delapan malam. Ia mendekati Braga, duduk disampingnya. Punggung gadis itu ia sandarkan pada ranjang. Napasnya ia hembuskan pelan.
Tangan Braga merangkul bahu Lessa, mendekatkan dirinya. Lessa menatap cowok yang masih melihat lurus kedepan. Sebelumnya, ia tidak pernah sedekat ini dengan cowok asing.
"Besok Senin, Ga." Lessa masih memerhatikan Braga dari samping.
Braga menoleh, astaga dekat sekali. Bahkan hidung mereka tidak terpaut satu senti. Lessa menahan napasnya lantas sedikit bergerak menjauh, pipinya pasti memerah. Ia tidak suka detakan yang berpacu terlalu keras ini.
Cowok itu mengangguk, "iya, Senin." Lantas ia mengeratkan rangkulannya, semakin melihat Lessa yang salah tingkah ia mencubit pipi Lessa gemas. "Lo apain gue sih, Sa!" Cowok itu mendesah pelan. Braga melepaskan bahu gadis itu yang kemudian mendapati ekspresi Lessa yang tampak bingung. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan senyuman.
"Gue pulang!" Braga beranjak dari tempat semulanya. Ia kembali menuju Balkon dan mulai memanjat turun. Lessa memerhatikan cowok itu yang tidak lama sampai pada atas rumput.
"Sampai ketemu besok!" ucap Lessa ragu, juga pelan namun masih bisa terdengar jelas oleh Braga.
Cowok itu kembali meliriknya, tersenyum menyebalkan.
🎭
Brukk!
Anna menjatuhkan bokongnya tepat pada kursi di sebelah Lessa. Piercing pada telinga gadis itu sepertinya dilepas dan Anna terlihat kusut. "Shit arghh!" desis Anna masih menelungkupkan kepalanya di atas meja.
"Kenapa?" tanya Lessa santai. Anna mengangkat kepalanya, jelas kantung mata tercetak pada wajah gadis itu. "Lessa!" rengeknya seperti anak kecil.
Lessa menaikan kacamata yang ia pakai jadi di atas kepala. "Berantem sama nyokap lagi?"
Anna menggeleng, "Itu masalahnya tapi bukan itu masalahnya." Benar, otak Anna kurang sehat seperti biasanya.
"Nyokap gue gak balik tiga hari!" Anna mengerucutkan bibirnya. Lessa mengingat terakhir kali ia melihat Tante Nora, saat dalam bis. Kira-kira satu minggu yang lalu.
"Gak biasanya lo kaya gini." Punggung tangan gadis itu memegang dahi Anna.
"Duit gue abis!" Anna mendelik sebal.
Kini Lessa menganggukkan kepala, "Lo belum terima gaji Na, nanti gue kasih bagian lo." Mendengar ucapan tersebut, Anna langsung berbinar, seulas senyum kini tampak di wajah yang sudah cantik pada dasarnya itu.
"Makasi Lessa! Ah.. Thank God!" Anna memeluk Lessa berlebihan.
Selama pelajaran, Lessa sama sekali tidak kesulitan. Ia sama sekali tidak terganggu sampai seorang cowok bertubuh tegap itu masuk. Membuat Lessa menahan napasnya entah karena apa. Kira-kira lima menit, Braga kemudian kembali keluar, manik matanya sempat beradu dengan Lessa yang terlihat panik, entahlah. Tanpa berekspresi lebih, Braga meninggalkan kelas.
Cowok itu mendatangi Bu Rose, guru matematika yang tadi pagi menyuruh Braga mendatanginya. Hanya untuk olimpiade, namun Braga menolak dan menjelaskan alasan yang sengaja dibuat-buat. Ia malas.
Anna menyadarkan Lessa yang terlihat seperti orang yang baru saja melihat alien masuk. Gadis itu tertunduk sekarang, "kenapa, sih?"
"Akhir-akhir ini gue deket sama Braga," jawab Lessa kembali memerhatikan buku paket yang terbuka di atas meja. Anna hanya mengangguk, nanti juga jika mau, Lessa akan cerita dengan sendirinya.
Bel istirahat berbunyi, lantas mereka langsung menuju kantin. Kali ini Lessa tidak memesan kopi, ia bahkan hanya membeli roti gandum berselai kacang. "Tumben, lagi miskin?" Anna duduk setelah melihat apa yang dibeli Lessa.
Bahkan sepertinya, untuk menghabiskan sebuah rotipun butuh energi yang ekstra. Lessa kehilangan mood entah karena apa hari ini.
"Boleh gabung?" Satya duduk di samping Lessa sebelum salah satu dari mereka meng-iyakan. Tidak, lebih tepatnya menolak.
"Nih!" Cowok itu menyodorkan sebuah susu vanila kepada Lessa, belum sempat melihatnya, Lessa memutar bola mata. Ia malas dengan orang-orang.
"Makasih!" ucap Anna mengambil susu tersebut lalu meminumnya. Lessa ingin tertawa namun bibirnya enggan tertarik, ia masih berekspresi datar. Sementara itu, Satya yang merasa diacuhkan kini memerhatikan Lessa.
Mata gadis itu menyapu area kantin, menemukan Braga di pojokan yang sedang bergabung bersama teman-temannya. Ada Brisia juga disana. Jarak mereka tidak terlalu jauh, dan sedaritadi Lessa merasa diawasi.
"Pulangnya, boleh kita bicara dulu?" tanya Satya yang langsung ditatap Lessa heran.
Lessa menimang sebentar, pulangnya ia tidak ada jadwal apapun. Toko bisa Anna yang membuka seperti biasa. Ia mencuri arah pada Braga dan langsung merasa malu, karena dengan terang-terangan Braga menatapnya.
"Bisa," jawab Lessa kemudian, menyebabkan bibir Satya tersenyum simpul. "Kalau gitu, nanti aku tunggu di parkiran." Satya beranjak dengan senyum yang tidak hilang dari bibirnya.
Anna menatap Lessa dengan tatapan menyelidik, "lo lagi jatuh cinta ya?" tanya Anna menggoda.
Lessa menatap sahabatnya itu, yang secara tidak langsung ikut menatap Braga yang hampir sejajar dengan posisi Anna. "Enggak!" tolak Lessa mentah. Lebih tepatnya Lessa tidak tahu, apa rasa was-was yang akhir-akhir ini hinggap itu disebut jatuh cinta?
Anna terkekeh geli, gadis itu kemudian bangkit untuk mengembalikan mangkuk mie ayam yang tadi dipesannya. Saat yang bersamaan, Brisia juga bangkit, mengikuti Anna yang menuju tempat penjual mie ayam.
Lessa melihat mereka bercakap-cakap, Brisia terlihat tertawa saat dirinya memperlihatkan ponsel pada Anna, namun Lessa tidak bisa melihat ekspresi Anna karena gadis itu membelakangi. Suara mereka juga teredam ramainya suasana kantin. Jadi, saat Anna kembali, ia datang dengan ekspresi wajah yang memerah. Sangat kentara bahwa gadis itu sedang menahan emosinya.
"Bawa gue pergi dari sini Sa!" Dengan cepat Lessa beranjak, namun saat akan kelangkahkan kakinya, tangan Lessa ditahan.
"Mau kemana lo?" tanya Brisia mengintimidasi.
Lessa menghela napasnya bosan. Berdebat dengan Brisia Fur itu sebuah kesalahan. "Emang cocok ya, anak jalang temenannya sama anak jalang lagi!" Ucapan Brisia barusan menggema ke seluruh penjuru kantin, suasana yang semula riuh kini berubah hening.
Braga tidak habis pikir pada Brisia, gadis itu terlalu suka mengintimidasi adik kelasnya.
"Ngomong apa lo?" tanya Lessa dengan penekanan berbeda, gadis itu berucap lebih santai seolah sudah biasa tertindas.
Brisia mengeluarkan ponselnya, mendekatkan ponsel itu pada wajah Lessa, "Liat gak lo! Siapa tuh? Nyokap lo?" Brisia semakin menjadi sekarang, jelas emosi terpancar dari caranya berucap. Braga pun sedikit heran, biasanya dia hanya mengintimidasi adik kelas untuk kesenangannya saja, tapi sekarang? Ia terlihat tidak main-main.
Lessa melihatnya, foto persis sama dengan paket yang datang kemarin. Kini Lessa sedikit tercekat, darimana bisa Brisia mendapatkan foto tersebut?
"Gak lo! Gak dia! Sama-sama hancurin kebahagiaan gue! Apa kalian gak bisa punya nyokap normal yang diem di rumah gak gatel ke suami orang!" Sumpah, Brisia seperti orang gila sekarang. Pembahasannya keluar dari topik yang Lessa sendiri tidak mengerti.
Memangnya laki-laki yang berada di foto tersebut itu suami Brisia? Batin Lessa.
"Asal lo tau! Nyokap gue lagi koma di rumah sakit dan Bokap gue seneng-seneng sama nyokap lo!" Brisia sangat naik pitam, ia melemparkan ponselnya dan pergi dari sana, tentu saja menangis.
Semua yang ada disana terkejut, termasuk Lessa, ia jauh lebih terkejut. Braga menatap gadis yang terlihat sedang mencerna kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut Brisia, lantas berbalik meninggalkan kantin dan pasti menyusul gadis yang kini tengah menangis.
Desusan di kantin semakin menjadi, Lessa tersadarkan setelah tangannya di tarik oleh Anna menjauh.
Salah gue apa?
🎭
TBC
THANKS FOR YOUR VOTE AND COMMENTS!
Me when seeing that photo;
Instagram; bellaanjni
Bellaanjni
Author jahat yang lagi apa ayo?
Bandung, 18/12/2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro