Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

OPERA | Tres

Aku yang selalu salah menilai atau dia yang memang penuh kejutan?

Jangan lupa berpendar pada garis yang sama denganku di instagram; bellaanjni


▪▪▪

"Satya, makasih ya. Besok-besok gak usah jemput kaya gini ya, gue bisa sendiri kok," Lessa memberikan helm pada cowok itu, lantas menoleh pada motor hitam yang barusaja parkir di sebelah kanan motor milik Satya.

"Gak pa-pa kali, Les. Kaya yang baru kenal gue aja," Satya memerhatikan Lessa yang justru memerhatikan orang lain, yang baru saja turun dari motor besarnya.

"Kamu Braga, kan?" Lessa bertanya saat cowok itu melepas helmnya.

Bukannya menjawab, Braga justru memerhatikan penampilan Lessa, dari atas hingga bawah. Menelitinya, dan ya, Lessa merasa seperti seekor kutu yang sedang diteliti oleh maha guru sekarang.
Braga berbalik, tidak minat. Dan Lessa rasa, mana ada maha guru yang tertarik pada seekor kutu.

Lupakan.

"Braga! Nametag saya!" Lessa berlari kecil, menyusul langkah Braga yang menurutnya tidak adil dan meninggalkan Satya yang.. Entahlah Lessa tidak tahu Satya sedang apa saat ia meninggalkannya.

Di tepi koridor, Braga berhenti lantas berbalik. "Seberapa penting sebuah nametag? Sampai lo berani ikutin langkah gue?"

Lessa mengerutkan keningnya, memangnya kenapa jika ia mengikuti langkah Braga?

Pertanyaan dalam batinnya terjawab sudah, beberapa pasang mata mengamati mereka, lalu berbisik, bergosip.

Melihat gadis didepannya yang tak kunjung merespon, Braga melanjutkan langkahnya.

"Eh! Eh! Tunggu, penting banget, nanti kalau ada razia gimana?" Lessa kembali berlari kecil, kini menaiki tangga yang juga Braga pijaki.

"Bukan urusan gue."

"Nanti saya kena hukuman, kalau sering nanti nama saya dipanggil terus di BK." Lessa berhenti tepat di depan pintu, saat Braga memasuki kelasnya.

Sialan, kacang! Kacang! Kacang! Sarapan martabak deh pagi ini.

"Eh?" Lessa terdiam sesaat. Ia melihat gantungan kelas yang bertuliskan "12 IPA 1"

Mati gue!

Kenapa bisa seceroboh ini?

Braga kakak kelasnya? Se-kurang up to date itukah dirinya sampai ia saja tidak tahu kelas seorang Braga? Apa tadi ia memanggil tanpa di embel-embeli "Kak?"

"Misi," suara merdu itu menghiasi telinga Lessa sekarang, Lessa yang sadar tubuhnya menghalangi jalan kini menepi, membiarkan sosok cantik itu masuk.

Bodoh, sedang apa juga sekarang dirinya disana?

Brisia berbalik, "lo ada perlu apa gitu?" tanyanya membuat Lessa sedikit kaget, berbicara dengan Brisia bukanlah sesuatu yang lumrah.

"Eh, mau ngambil nametag di Kak Braga." Lessa menunduk, menggigit bibir setelahnya.

Brisia mengangguk, "tunggu sebentar!"

Ohmy, baik sekali Brisia. Pantes aja jadi ratu sekolah. Cantik, baik, pinter, ramah.

Lessa melihat Brisia yang menghampiri meja cowok itu, berargumen beberapa saat, lantas kembali dengan sebuah benda hitam kecil di tangannya.

"Nih! Dia emang kadang usil!" Brisia menyodorkan benda itu.

Lessa tersenyum, "Makasih banyak Kak Bris!" ucapnya tulus.

"Cia," ralat Brisia, tidak ingin dipanggil Bris.

"Eh? makasih Kak Cia," ulang Lessa.

Brisia membalas senyumnya, "tapi, lo harus hati-hati deh, mungkin lain kali, bukan cuma nametag yang Braga ambil!" Brisia terkekeh, sementara Lessa tidak mengerti maksud dari ucapan gadis itu.

Tidak ambil pusing, Lessa hanya mengangguk dan bersyukur nametagnya telah kembali. Razia bukan masalah lagi baginya.

Kelas 11 IPA 3 ini sudah cukup ramai, bahkan Anna si ratu ngaret saja sudah datang.

"Kok cemberut? Lagi seneng ya lo?" tebak Anna yang ternyata sedang mengigiti permen karet.

Lessa menyentuh pipinya yang ternyata mengembung, "tau aja!"

"Kenapa?" Anna mengeluarkan buku tugasnya, membuka resleting tas milik Lessa dan mengambil buku tugas gadis itu juga.

"Tadaaaa!" Lessa memamerkan nametagnya.

"Wahh! Kok bisa?" Anna mengeluarkan pinsilnya, lalu mengukur pada kelingking. "Untung belum kurang dari kelingking, katanya kalo udah kurang dari kelingking ibu gue mati, amit-amit!" Gadis itu terkekeh, lantas kembali menyalin pekerjaan milik Lessa.

"Brisia yang ambilin."

"Whatt! Brisia?" Anna memekik nyaring.

"Iya Annatasya Darmawan!"

"Jangan sebut nama bapak gue disini!" Anna diam sejenak, lantas kembali mencatat. "Gue gak suka Brisia,"

Lessa mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, "kenapa? Dia baik."

Gadis itu kemudian menatap Lessa seraya menyipitkan matanya "Cewek ular!" jawab Anna,

Lessa hanya mengedikan bahu, "kebanyakan nonton sinetron siluman! Otak lo mesti dibenerin!"

Anna tertawa, "yaudah sii, ah!"

"Pulangnya anterin ke teater yuk Na," ajak Lessa,

Tanpa meliriknya, Anna menggeleng. "Ngapain? Tuh teater kena bom, lo gak takut ada bom susulan apa?"

Lessa mendengus, benar juga. "Enggaklah, lagian udah ditangani juga."

Sebenarnya, Lessa enggan pergi kesana, tapi karena ia kepo akut untuk melihat kondisinya, ya terpaksa ia harus pergi. Lagipula hanya beberapa menit, setelahnya ia akan menuju rumah sakit untuk mengunjungi teman-temannya yang menjadi korban.

"Less," Anna memanggil gadis itu pelan, dijawab sahutan kecil. "Ya?"

"Tempat tinggal baru lo gimana? Kabarnya rumah yang lo tempatin sekarang itu ada hantunya, iya?"

Lessa terkekeh sedikit, karena jujur ia merasa takut. "Apasih, Na. Gue biasa aja ah!"

"WOY!! GURU-GURU RAPAT!"

Suara itu berasal dari Nino, ketua kelas 11 IPA 3. Nino berteriak kencang, menimbulkan sorak-sorai dari murid-murid di dalamnya. Anna mendengus, "Tau gini gue gak akan kerjain nih soal sialan!" Gadis itu menyingkirkan buku dihadapannya. "Well, ayo! Pak Nirman dan mie ayamnya udah nungguin kita!"

Lessa tersenyum kali ini, dirinya ditarik Anna yang berjalan cukup cepat. "Pelan-pelan, Na!" protes Lessa ketika mereka sudah duduk di salah satu meja kantin.

Anna hanya tercengir, "surga banget deh buat gue! Andai aja guru rapat tiap hari!"

"Terus lo mau ngapain ke sekolah kalo guru rapat tiap hari? Pinter!" Lessa menggelengkan kepalanya sedikit.

"Emm, Nah! Mau makan mie ayamnya Pak Narmin aja!" Anna menggeser mangkuk yang diberikan salah satu penjual kantin itu, lantas berterimakasih.

Kantin ramai, setiap saat. Beberapa orang menyapa Anna, hanya Anna, bukan Lessa. Anna termasuk salah satu murid yang menjadi sorotan. Ia cantik dan gaya Bad-nya itu yang membuat dirinya semakin dikenal.

"Ahh! Kenyang!" Anna mengelap bibirnya dengan tissu yang disodorkan Lessa. "Lo kenapasih? diem mulu daritadi Les?"

Lessa menurunkan bahunya, "gue kepikiran aja. Emang Braga itu kakak kelas ya Na?"

Anna mengerutkan kening, "gitu doang lo gak tau? Astaga, kayaknya gue harus guna-gunain lo biar update deh Les!"

"Emang iya? perasaan gue waktu MPLS sempet liat dia, yang kejadian ribut di lapang pas MPLS itu dia, kan?"

Anna mengangguk antusias, "Dia loncat kelas, kalau semester kemarin dia harusnya kelas 11, tapi dia jadi kelas 12 sekarang." jelas Anna, merasa kasihan pada Lessa yang sangat terselubung dan tidak peduli terhadap dunia luar.

"Kok bisa?"

"Pinter kali, apalagi coba?"

"Ha? Pinter?" Lessa memiringkan kepalanya, "urak-urakan gitu dipanggil pinter?"

"Lo kenapa jadi kepo gini sama Braga Les?" Anna tersenyum jahil.

"Enggak!" sergah Lessa. "Gue tadi ngikutin dia, manggil dia tanpa embel-embel kak dan semacamnya, gue kira dia satu angkatan, pas berhenti di depan kelasnya, ternyata dia kelas 12. Gue gak mau cari masalah aja sama dia."

Anna terkekeh, "Santai aja, dia gak gila hormat kok, gak kaya senior yang lain!" Lessa mengangguk paham, "syukur deh!"

Mereka tidak sadar, dari sudut lain ada sepasang mata yang memerhatikan. Lantas tersenyum, Iya, gue gak gila hormat. Tapi buat sekarang, mungkin gila hormat itu perlu!


TBC..

Tag temen kamu disini yukk.. Biar pada ikutan baca.. Hehe

Muac muacc!!

Bellaanjni
Author jahat yang lagi baik

Bandung, 18/11/2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro