Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

OPERA | Septem

He got a bad reputation, but
He never takes the long way home.

Tepuk tangan riuh terdengar tatkala seorang wali kota memotong pita merah menandakan resminya sebuah toko dibuka.

Toko parfum bernama "Maison Parry VI" itu kini kembali beroprasi. Setelah bergulat dengan pemikirannya, Lessa memutuskan membuka kembali toko yang sudah tutup hampir dua belas tahun itu.

Pada zamannya, tahun 1912 generasi pertama alias pendiri Maison Parry, Jean Patou merupakan seorang ternama yang berkecimpung di dunia design dan wewangian, melalui parfumnya yang bernama Joy.

Lessa tidak mengenal siapa dia, tapi orang berkebangsaan Prancis itu masih memiliki hubungan darah dengannya. Ibunya adalah generasi ke lima. Dan Maison Parry yang pertama terletak di Normandia, Prancis.

"Ini untuk Mama!" gumam Lessa diantara orang-orang yang mulai menyantap suguhan berbagai macam kue di meja panjang samping ruangan. Lessa menatap ke samping dengan terkejut ketika ia merasakan bahwa seseorang merangkulnya.

"Ayah bangga!" ucapnya mengusap bahu Lessa.

Gadis itu tersenyum meninpali, "dimana Ibu?" tanya Lessa mencari kehadiran Latifa.

Dahlan tersenyum, "dia sedang sibuk, kalau sempat dia pasti datang."

Lessa mengangguk setuju, memangnya kapan Latifa tidak sibuk jika berurusan dengannya? Ia selalu sibuk.

"Halo, Sir!"

Braga datang dengan sebuah buket bunga di tangannya. Dahlan menganggukan kepala sekali, "bunga untuk saya?" goda Dahlan melirik Braga.

Braga hanya tersenyum samar, "untuk Lessa, selamat!" cowok itu mengulurkan tangannya.

Lessa menyambut jabatan tangan itu dengan ragu, "terimakasih!" ucapnya tulus.

"Ehm!" Dahlan berdehem pelan, "kalian bisa cari saya di dalam kantor jika ada apa-apa." Pria itu berlalu setelah sebelumnya menepuk bahu Braga.

"Gue kira, waktu gue nyuruh lo ganti parfum, lo bakal nurut. Ternyata, malah jadi makin banyak." Braga terkekeh.

Lessa yang merasa tersindir justru senyum.

"Ada alasan disetiap keputusan, Kak."

Braga mengangguk setuju, ia mencium bau lain selain parfum Joy yang menurutnya familiar, namun dengan cepat Braga mengabaikan.

"Lessa!" teriak Anna yang baru saja turun dari mobil hitam yang mengantarnya.

Lessa melambaikan tangan, mengisyaratkan gadis itu mendekat, meski tidak disuruhpun, Anna tetap mendekat.

"Hadeuhh! Sama Kak Braga nih sekarang? Kok gak bilang gue?" cerocos Anna tanpa disaring, membuat Lessa justru salah tingkah.

"Sembarangan!" ucap Lessa mencoba normal.

"Gue kesini cuma mau nyicip kue kok, bye!" Anna melangkah menjauh, tak lama ia kembali berbalik. "Malem ini, lo cantik!" ujarnya mengedipkan sebelah mata.

Lessa hanya terkekeh ala kadarnya. Udara malam semakin dingin, besok pula ia harus masuk sekolah. Mungkin Lessa akan izin sampai pukul sembilan, biar ayahnya yang menunggu sampai semua tamu pulang. Bukannya Lessa jahat, hanya saja nasehat ayahnya memang seperti itu, bahkan ia di suruh pulang sebelum walikota hadir.

"Aku mau temui Ayah sebentar, permisi." Gadis itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko, meninggalkan Braga yang mengangguk pelan sebelumnya.

Cowok itu juga ikut masuk, deretan parfum Joy sudah memenuhi setiap rak ataupun etalase yang ada. Braga dengan pelan mendekati gadis yang kini sibuk memakan kue coklat bertabur kacang di depannya.

"Apa?" tanya Anna melihat gerak-gerik Braga yang mencurigakan.

Braga berdehem pelan, "lo deket sama Lessa?" tanya Braga setengah berbisik.

Anna menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, "kadang gue bingung sama orang-orang," Anna memasukan kembali sebuah kue kedalam mulutnya. "Lo temenan sama gue berapa lama sih, Ga? Dua taun! Masa gitu aja gak tau!" cibir Anna.

Braga mendesah kecil, ya dirinya memang mengenal Anna sejak pertama kali masuk sekolah menengah atas. Karena Anna termasuk ke dalam salah-satu komunitas pemberontak yang ada di sekolah.

"Tampang lo gak meyakinkan kalo lo deket sama cewek baik," sarkas Braga.

Anna memukul lengan cowok itu pelan, "enak aja! Gini-gini gue temenan sama Lessa dari orok!"

"Ahh lo kepo ya?" goda Anna yang langsung ditolak mentah oleh Braga.

"Ngaku aja kali! Dari awal lo liat dia juga pasti lo udah tertarik, gak usah gengsi gitu lah boss, lagian Lessa sebanding kok, gak kebanting!" jelas gadis itu mengemukakan pendapatnya, yang langsung disetujui Braga di dalam hati.

Braga hanya diam, sampai Lessa ikut bergabung kembali, "gue pulang ya Na," ucap Lessa ketika dekat.

"Apaan? Kenapa?"

"Besok masih sekolah, kan?" tanya Lessa menyadarkan dua orang di depannya.

Anna mencebikkan bibir, "yaudah deh, gue mulai bantu jaga toko kapan nih?" tanya Anna antusias.

"Besok juga bisa, kita buka dari jam tiga sore kok," jelas Lessa.

Anna mengangguk, "udah ada dua orang yang bakal ngisi lagi?"

"Belum nemu yang sreg," jawab Lessa jujur, mereka lupa disana ada Braga yang diacuhkan.

"Braga aja, gimana?" usul gadis itu sedikit menggoda, Lessa hanya melirik cowok itu.

"Engga usah deh, nanti biar gue yang cari, Na." Lessa menyelendangkan tasnya.

"Braga juga mau kok! Ya Ga ya!" paksa Anna.

Cowok itu melirik Lessa sebentar, "gue bisa bantu kok, sekalian biar ketemu Sir lebih gampang. Berarti butuh seorang lagi kan? Biar gue ajak Nael." Braga memasukan kedua tangan ke sakunya.

Harusnya Lessa senang sekarang, namun ia tampak datar tidak merespon, justru Anna yang sepertinya lebih antusias menanggapi.

"Braga, bisa kamu antar Lessa pulang?" Pak Dahlan menyembul dari balik punggung Lessa.

"Gak usah Ayah, Lessa bisa sendiri kok!" tolak gadis itu, ia akan merasa tidak enak hati jika seandainya Braga mengantar pulang.

"Anak perempuan tidak baik pulang malam sendiri," Dahlan kembali menatap Braga.

"Bisa, Sir!" ucapnya santai, sementara Anna sudah tercengir sekarang.

"Ayahh.." rengek Lessa, pasrah.

Ayah hanya tersenyum lantas menepuk bahu Lessa, yang artinya 'hati-hati'.

Braga mempersilahkan Lessa untuk berjalan terlebih dahulu, sampai akhirnya mereka sampai di depan motor milik Braga.

"Sebenernya aku bisa pulang sendiri," ucap Lessa tertunduk,

"Gue percaya," jawab Braga menyalakan mesin motornya, Lessa menatap dengan tatapan berbinar, padahal ia sedikit kecewa.

"Kalau gitu, kamu enggak usah repot ngantar," Lessa menatap berani wajah cowok itu.

Braga mendesah kecil, "hanya mengantar, kan? Bukan masalah besar, lagipula laki-laki baik itu akan berbuat baik pada semua orang," jawab Braga sekenanya.

"Kamu termasuk?" tanya Lessa menaiki motor itu saat Braga mengisyaratkannya untuk naik.

Cowok itu menggeleng, "gue bukan laki-laki baik."

"Aku tau," Lessa memiringkan kepalanya saat angin malam mulai menusuk pori-pori.

"Terus, kenapa mau antar?" tanya gadis itu penasaran.

Braga menoleh sesaat, "gue gak bisa bantah ucapan Sir, dia terlalu banyak berbuat baik."

Cukup.

Tidak ada alasan lain yang bisa Lessa simpulkan. Selain kata-kata Braga barusan, cukup menjelaskan kenapa hari ini ia datang ke peresmian tokonya. Sedikit kecewa lagi muncul, kenapa kecewa? Memang apa peduli Lessa?

Mereka sampai di depan rumah, sampai depan pagarnya, Lessa menemukan sebuah kotak berwarna merah, diikat tali rami membentuk pita.

Braga belum beranjak ketika Lessa mengambil kotak itu.

"Hadiah?" tanya Braga mematikan mesin motornya.

Lessa mengedikkan bahu, tidak tahu.

"Bisa dibuka disini?" Braga berucap curiga, tidak biasanya jika seseorang akan menyampaikan hadiah, maka benda tersebut hanya disimpan di depan pagar rumah. Naluri Private Investigator dirinya mulai menyeruak.

Lessa membuka tali berbahan rami tersebut, lantas menemukan sebuah mawar berwarna merah yang sudah mengering, juga sepucuk surat berwarna putih.

Braga menyentuh suratnya lantas tersenyum miring, orang-orang di kota ini sudah menggila, pikirnya.

▪▪▪

TBC

Azab seorang siders, selalu teringat pada pengarang cerita yang lucu gak ketulungan.

Heyoo! Vomment yaaa, jangan lupa tag temen kalian buat ikut baca disini.

Bellaanjni
Penulis jahat yang gagal hiatus demi ikutan grasindostoryinc

Bandung, 20/11/2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro