OPERA | Octo
HAYOLOHHH!
Baca sambil play mulmednya yaa..!
♦
"I'm best when i'm bad!"
♦
Kepala Lessa seakan berputar hebat, ia menatap lamat-lamat kertas yang ia pegang. Ia mendesah kecil, kenapa pula harus Braga yang ada saat tadi, kenapa bukan hanya ia sendiri? Atau ayahnya saja mungkin itu lebih baik.
Tidak, Lessa tidak ingin ayahnya tahu. Ini akan memperburuk suasana, ayahnya sudah cukup lelah bekerja, ia tidak boleh menambah beban pikiran ayahnya.
"Aku adalah seorang penonton. Temui aku, aku tahu namamu, kisah hidup mu. Bahkan aku tahu apa isi dari lapisan dinding kamar yang kini kau tempati."
The Watcher
Apa surat itu memang ditujukan untuk dirinya? Jika ia, lantas kenapa orang itu membicarakan pasal dinding kamar? Bukankah dirinya saja baru pindah rumah? Apa ini ditujukan pada seorang yang dulu sempat mengisi rumah ini? Tapi siapa?
Sesaat, bulu kuduknya berdiri. Ia beranjak dari kasur, meraba dinding berwarna violet muda itu. Dindingnya dingin. Lessa mengetuknya pelan, tidak ada yang aneh, mungkin.
Gadis itu kembali pada kasurnya, membuat kasur itu melesak menahan berat tubuhnya. Dentingan jam membuat ia melirik, tepat pukul tengah malam.
Sudahlah, setidaknya ia harus tidur untuk mempersiapkan tes.
Apa? Tes?
Sialan!
Lessa sama sekali belum menghapal, bahkan ia tidak ingat besok akan ada tes. Author jahat, membuat alur sekenanya.
Selamat begadang! Falessa Allura.
▪▪▪
Mata berkantung, wajah yang pucat. Jelas, bisa menunjukan bagaimana baik-baik saja-nya kondisi Lessa sekarang.
Ia kini sudah berada di lab, tes kali ini adalah untuk menentukan siapa yang akan lolos seleksi olimpiade, tes ini juga diikuti oleh semua tingkat yang masuk kedalam deretan murid sepuluh besar.
Decitan kursi di sampingnya tidak membuat Lessa mengalihkan tatapan dari hadapan komputer dengan layar yang masih gelap. Gadis itu menatap layar dengan tatapan kosong, sampai kursinya didorong perlahan, ia tersentak.
Lessa melirik pada cowok yang terkekeh kini, lantas kembali enggan menatap. Braga yang kekehannya mulai mereda kini merogoh tas hitam diatas meja, mengeluarkan satu bungkus roti lalu melemparkan pada Nael yang berada di belakangnya.
"Kak Braga disini juga?" tanya Lessa membuka percakapan, cowok itu hanya mengangguk dengan tatapan yang sulit diartikan, setidaknya menurut Lessa.
Seorang guru berperawakan tinggi kini masuk, membuat Braga harus kembali menatap ke depan. Guru itu memberikan kertas berupa absen yang harus diisi secara manual, Pak Boni namanya.
Lessa mencari keberadaan Anna yang seharusnya sudah berada di belakang meja miliknya, namun gadis itu belum juga muncul.
Baru juga Lessa mengeluarkan ponselnya akan menghubungi Anna, dari pintu seorang gadis masuk, melenggang menjadi tatapan murid dari berbagai tingkat, terutama kini pearcing yang melekat di telinga sebelah kirinya.
Orang-orang itu pasti berpikir, mana bisa tampilan gadis seperti itu masuk sepuluh besar dan ikut seleksi olimpiade? Sepuluh besar terendah sih, mungkin bisa.
"Anna!" geram Lessa melihat tampilan sahabatnya itu.
Anna hanya mengangkat kedua alis seraya mengunyah permen karet yang entah sejak kapan sudah berada di dalam mulutnya.
Gadis itu tersenyum, "cie," ucap Anna mendorong kursi Lessa dengan kakinya melalui kolong meja.
Lessa hanya mendesah kecil, mendelik tat kala melihat tatapan Anna yang memandang lurus pada Braga kemudian berganti pada dirinya.
Anna mau terkekeh, namun sodoran kertas dari Nael membuatnya berhenti. Mata coklat gadis itu menatap datar manik mata di depannya, "hai, mantan!" ucap Anna menggema, memenuhi ruang labolatorium.
Nael hanya menatapnya seolah memperingatkan, 'apa sih lo?' cepat-cepat Anna mengambil kertas yang disodorkan Nael karena degup jantungnya sulit ia kendalikan, kali ini Braga yang terkekeh.
Mantan? Batin Lessa selidik, ia menatap Anna meminta penjelasan, sahabatnya itu tidak pernah menceritakan tentang Nael dalam hidupnya, ia selalu bercerita tentang Andra, mantan ketika sd yang selalu mengajaknya balikan setelah Andra memiliki body goals, percayalah, mereka putus karena Andra sempat jatuh dan menimpa Anna, membuat gadis itu kesulitan bernapas karena gempalnya tubuh Andra.
"Hehe!" Anna memamerkan deretan giginya, Lessa kembali menghadap layar komputer yang kini telah menyala, menampilkan wallpaper bergambar Gal Gadot yang tengah memegang tongkat dengan tulisan, 'i'm best when i'm bad' lantas, Lessa menggantinya dengan wallpaper Baymax.
Pak Boni menginstruksikan segala hal, yang sebenarnya tidak perlu disampaikan pun mereka sudah tau, setelahnya lab kembali hening. Dipenuhi orang-orang yang kini bergulat dengan soal-soal dihadapannya.
Satu jam cukup untuk Braga menyelesaikan 60 soal gabungan matematika, fisika, biologi dan kimia. Masih ada satu jam yang tersisa, ia melirik pada gadis di samping kirinya, yang tengah sibuk mengotret angka-angka di kertas buram, melihat layar, kemudian melihat catatan yang tadi dibuatnya, lantas gadis itu mendengus. Ternyata benar, jika tanpa persiapan, semuanya akan lebih sulit.
Cowok itu masih saja memerhatikan Lessa, bahkan hingga Lessa menoleh pun, ia secara terang-terangan menatap manik mata gadis itu.
"Kenapa?" tanya Lessa lagi-lagi merasa risih dengan detak jantungnya yang tidak karuan.
Braga hanya menggeleng sambil terus menatapnya, gadis itu bersemu lantas bibir bawah Braga ia tahan agar tidak menampakan senyum.
"Yang sudah selesai bisa meninggalkan ruangan," ucap Pak Boni yang kini menjadi pusat perhatian.
Braga beranjak, melirik Nael. Cowok itu juga hanya menatap layarnya seolah sudah selesai, dan memang benar Nael pun sudah selesai.
Mereka berdua keluar, disambut Brisia yang berisik kemudian mendapat tatapan tidak suka dari murid yang masih mencoba bertarung.
"Kantin?" tanya Brisia mendapat anggukan dari kedua temannya.
Lessa menatap punggung yang menghilang dibalik pintu itu, seberkas kecewa sedikit hinggap di dadanya. Kenapa pula ia harus kecewa? Lessa langsung kembali memusatkan fokusnya, tiga soal yang sialan ini membuat kepalanya berpikir lebih keras.
Bug
Ia merasa kursinya di dorong lagi dari belakang, ia menoleh.
"Udah belum?" tanya Anna tidak sabar.
"Tiga lagi," jawab Lessa seperlunya.
"Cepet dong, laper, belum dikasih makan tiga hari nih cacing," Anna terkekeh hambar, receh.
"Sebentar," jawab Lessa yang akhirnya memutuskan untuk cap cip cup. Setelah selesai, barulah ia juga keluar ruangan.
Kantin ramai, terlebih ketika teriakan yang kini menggelegar dari sudut tempat itu, setelahnya beberapa orang tertawa.
"Apasih itu?" tanya Lessa yang akan mengantri di tempat beli kopi.
Anna mengedikan bahu, "paling si cewek ular itu lagi ngebully adik tingkat!" cibir Anna, kemudian Brisia melenggang di depannya, "siapa yang lo bilang cewek ular?" tanya Brisia tajam.
Anna mengerutkan kening, "siapa lagi kalo bukan yang suka cari masalah?"
"Maksud lo gue?" Brisia naik pitam, moodnya tidak baik hari ini.
"Lo ngerasa?" tanya Anna tak kalah tajam, moodnya lebih tidak baik dari Brisia hari ini.
Lessa tidak jadi mengantri kopi, sahabatnya mengacau di kantin dengan seorang Brisia Fur, percayalah itu tidak baik bagi kesehatan siapapun, termasuk yang mendengar suara mereka.
"Anna," tarik Lessa mencoba meredam emosi sahabatnya,
"Cewek ular!" ucap Anna dengan penuh penekanan di depan wajah Brisia.
Brisia terkekeh, "lo sentimen banget! Gara-gara Nael putus sama lo? Dia lebih milih gue? Ya iyalah! Lo pikir lo siapa? Anak jalang!" cibirnya kelewatan, membuat seisi kantin yang semula senyap kini berbisik-bisik.
Plak!
Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Brisia, Anna membulatkan matanya. Karena, bukan dirinya yang menampar Brisia kini, Lessa yang melakukannya.
"Kakak pantes dapetin itu!" ucap Lessa menarik Anna keluar dari kerumunan.
Setelah ini, Lessa sadar, pastilah kehidupan selanjutnya akan penuh tekanan, mana ada SMA Araswara yang tidak melakukan senioritas, terlebih ada kejadian seperti ini.
Selamat menjalani kehidupan yang baru Lessa, selamat tinggal Lessa yang terselubung, ia terlanjur jatuh kedalam air, selam saja sekalian.
♥
To Be Continue..
Hehe, vote commentnya dong sayang-sayang!! Jangan lupa ya tag temen kalian disisi dan tambahin cerita ini ke reading list kaliann!!
Xoxo!
BellaAnjni
Author jahat yang gamau ujian.
Bandung, 20/11/2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro