OPERA I Unus
Sialnya, aku sempat mencari detak yang rasanya tercuri. Ya, detakku berlari, menyusul orang yang mencurinya.
♥
Doom- Ajal.
Suara buku yang tertutup kasar kini menyelimuti ruangan berbau kuno yang dihadapannya. Lessa, panggilan akrab dari nama Falessa Allura menghela napas berat, menundukan kepala diatas meja kecil yang tertutupi sekat dengan meja lainnya. bisa ditebak dimana ia berada sekarang? Perpustakaan SMA Araswara. Ia berpikir mengenai deretan huruf yang barusaja dibacanya, Doom yang berarti ajal.
Ia bukan seorang gadis yang frustrasi, ia hanya sedang gelisah. Karena, berbeda dengan remaja normal lainnya yang mengalami perubahan mood yang selaras di setiap kondisi, Lessa justru mengalami kebalikannya. Ia menamainya Doom Shyndrom, yang jika dibalik doom menjadi mood.
Seringkali ia sebal terhadap dirinya, seperti pagi tadi, saat ia melihat kejadian Braga Folken meninju salah seorang satpam muda. Kabar yang beredar, ialah karena satpam itu mengunci salah satu siswi di dalam pos satpam dan melecehkannya. Brisia Fur, nama itu tidak asing di telinga setiap murid SMA Araswara, gadis cantik seantero sekolah itu selalu mendapat perhatian siapapun, termasuk seorang Braga Folken Bolide yang acuh luar biasa.
Namun topik perbincangan itu dikalahkan oleh kabar yang beredar sekarang. Tentang dirinya, Tentang Braga yang menyentuhnya tadi pagi. Bagaimana bisa ia yang terselubung, hobi membaca kamus bahasa Indonesia itu menjadi topik perbincangan sekarang?
Sialnya, ia harus segera mengambil nametag yang Braga ambil darinya. Menjadi siswa teladan yang tidak terlalu terekspose dengan pencapaian potensi akademik yang stabil telah memenuhi kriteria keinginan orang tuanya yang sangat ingin memiliki anak baik sudah terlaksana. Tanpa sebuah badge nama, dirinya bisa habis dihukum oleh peraturan yang mengikat.
Ia mencebik kesal, kemudian sebuah kertas yang telah diremas menjadi bola mendarat tepat di dahinya yang kemudian jatuh. Lessa melirik ke arah datangnya kertas tersebut kemudian mendapati Anna, sahabat sekaligus teman satu bangkunya selama lima tahun terakhir. Ya mereka berteman sepertinya sejak dalam kandungan, masuk sekolah dasar yang sama namun selalu bertengkar, kemudian masuk SMP yang sama dan mulai akur, sampai sekarang.
"Anna!" desah Lessa kesal, Anna mendekat. "Gue kira lo bakal ketawa cekikikan waktu gue gituin!" ejeknya.
"Mungkin lo lupa satu hal, gue bukan orang gila Anna. Kalau kesel ya gue kesel!"
"Iya My weird friend!" Anna menarik ujung seragam Lessa, "ke kelas yuk! perpus bukan gue banget!"
Lagi-lagi Lessa gusar, namun ia menurut karena jam istirahat akan segera habis. Ia menyeret langkah lunglainya agar segera sampai kelas. Namun yang didapatnya ketika sampai bukanlah hal yang baik. Selain bel yang berbunyi tepat ketika ia melangkah masuk, jejeran para polisi keamanan sekolah sudah berada di depan mereka.
"Mohon semuanya berdiri!" ucap salah satu anggota PKS yang memakai topi kerja serta lencana berkilau yang tersemat di seragam sekolahnya.
Semua murid menurut, apa-apaan, razia dadakan!
Tiga orang anggota PKS yang semula diam kini menyelasar diantara meja yang bersebrangan. Keringat menetes di dahi Falessa, debarannya pun tak menentu. Ini pertama kalinya ia tidak percaya diri ketika razia diadakan.
"Kamu!" ucap salah satu anggota PKS yang menunjuknya. Degupan itu semakin kencang saja, sampai-sampai kedua tangan Falessa mengepal dan meremas rok seragamnya.
"Pakai kacamantanya di mata! Bukan diatas kepala!" sambungnya yang kemudian membuat Lessa refleks menyentuh kepalanya. Benar, kacamata yang biasa ia gunakan masih tersemat manis dikepalanya.
Syukurlah
Badge nama yang hilang dari tempatnya itu terhalangi rambut, mengizinkan dirinya lolos dari razia kali ini.
Setelah menarik tiga orang pelanggar dan menggiringnya menuju lapang, salah satu anggota PKS itu berterimakasih serta meninggalkan kelas.
Beberapa menit setelahnya, seorang guru laki-laki yang biasa mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia masuk. Pak Amar namanya, murid-murid memanggilnya Sang Pujangga, menjijikan.
"Apa yang terjadi padamu, wahai adinda? Mengapa wajahmu menyiratkan kesedihan?" tanyanya pada Anna.
Anna hampir tergelak, ia salah satu murid bebal. "Tak apa wahai baginda!" ucapnya menundang sorak sorai murid lain dan beberapa cuitan, tawa mereka pecah seketika.
"Jijik ih, Na!" protes Lessa mendelikkan matanya.
Anna masih tergelak, kemudian memukul bahu temannya itu. "Gak asik lo ah gak receh!"
Lessa hanya menggelengkan kepala, sampai pintu kelasnya terbuka. Menampilkan sosok jangkung dengan punggung tegap disana.
Cowok itu masuk diikuti seorang anggota PKS dibelakangnya.
Degupan jantung itu muncul kembali. Anna yang melihat perubahan ekspresi Lessa kini tersenyum gemas, menunggu hal yang selanjutnya akan terjadi. "Seru nih!" ucapnya menggebrak meja pelan.
Lessa menatap tajam ke arah Anna, lantas menunduk, membenarkan posisi kacamatanya.
Pak Amar mengizinkan dua orang muridnya itu masuk, lantas membiarkan salah satu anggota PKS berbadge Satya itu berbicara.
"Falessa Allura, ikut saya kelapang!" ucapnya tegas. Tangan Lessa lagi-lagi terkepal, jika anggota PKS itu menginginkannya masuk bersama orang yang dirazia, lantas kenapa ia harus bersama Braga?
Anna menyeringai menahan tawanya, sambil menggerakan bibir tanpa suara "semangat!"
Lessa bangkit dari duduknya setelah dapat izin dari Pak Amar, mengikuti langkah besar dua cowok di depannya yang menurut Lessa terlalu cepat.
Bisa ia rasakan, Braga melambat.
Iya, langkah Braga memang melambat. Bukan karena apa, ia suka aroma tubuh gadis itu. Mirip seperti wangi yang biasa ia cium ketika mendiang ibunya masih ada. Gadis itu ketakutan, dan Braga pun tidak sadar, tadi pagi ia menyentuh dagu gadis itu.
Setiap orang tau, seorang Braga sangat acuh terhadap perempuan. Bahkan Brisia pun tidak pernah berani menumpangi motor bagian belakangnya. Karena Braga yang menolak.
Lapangan. Panas. Lari. Sepuluh keliling.
Sesempurna itukah hidup? Lessa mendengus dalam hati.
Hanya sekitar lima puluh orang yang terjaring razia kali ini. Sedikit sekali bukan untuk ukuran razia dadakan?
Peluh menetes sempurna di dahi Lessa, kacamata yang beberapa kali melorot kini ia lepas karena merasa terganggu. Putaran kedelapan membuat kakinya meminta berhenti, napasnya tersengal. Sepertinya ia harus berolahraga setiap minggu pagi jika-jika kejadian seperti ini terulang lagi.
"Falessa Allura."
"Itu saya," jawab Lessa refleks.
Braga tersenyum sangat samar, lantas berlari lebih cepat. Menyelesaikan putaran ke sepuluhnya.
Lessa memegangi dadanya sekarang, mencari detak yang terasa seperti meloncat. Apa karena ia kelelahan? Wajar. Bukankah memang detak kita berpacu lebih kencang saat berlari? Gadis itu terus menatap bahu tegap yang berlari semakin jauh di depannya. Kenapa semakin jauh? Dan kini ia baru sadar, saat seorang anggota PKS menegurnya.
"Dua putaran lagi Sa!"
"Eh?"
Lessa berhenti. Lessa berhenti berlari karena detak yang ia cari.
"Ini kali pertama kena razia, lo gak ngasih gue kelonggaran, Ya?"
Satya tersenyum, "gak apa, lo boleh berhenti."
Senyuman pun mencuat dari bibirnya, "thanks Satya!"
***
Booo!!
Okay, aku bakal kasih cast nicc!! Uwwuww uwuww, kok akhir-akhir ini gw sering receh sendiri sih?
SKIP.
Ini DIAAA, suami baru gue setelah Rafa Devin dan Cakraaa, my handsome devil BRAGAAAAA!!
Gantengnya nyebelin, gak masuk akal woyy
And, this is my nerd princess, FALESSA ALLURA
GGaikk gaikk gaikk
Ukk uk akk akk,
*thor jangan pake bahasa monyet gitu dong.
Ekhem, ekhem, cek sound... Sorry, yang tadi kelepasan.
Yaaaaa!! VOMMENT DONG BOSS!
Bellaanjni, author jahat pacar barunya Braga!!
Bandung, 16/11/2018
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro