Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

OPERA ♪ Duodecim

V o m m e n t !

Sendumu kelewat lama, membuat sendi membeku dengan sendirinya. Sayang, pergi itu bukan perkara mudah, apalagi merelakan kepergian. Jadi sekarang, putuskan saja, mau bertahan pada duri atau mengakhiri?


🌻

Minggu pagi, Lessa sudah siap dengan dua kaleng cat ukuran sedang, berwarna abu. Ia telah meminta ayahnya untuk memanggilkan tukang, namun benar, Dahlan justru meminta Braga yang mengecat kamar putrinya itu.

Gadis itu menguncir rambut menjadi ekor kuda. Sarung tangan lateks ia kenakan, juga masker dan celemek maroon bercorak panda.

Pintu kamarnya diketuk, dengan cepat gadis itu membukanya. Berdiri dua orang pria, satu berseragam formal, satunya lagi berkaus hitam polos dengan setelan kasual.

"Ayah ada panggilan, kalian mau mengecat, kan?" Tanya Dahlan memerhatikan Lessa.

Gadis itu mengangguk, "iya, Ayah."

Guk.. Gukk..

Lessa melirik ke belakang ayahnya, disana ada seekor anjing berwarna coklat sedang terduduk manis, dengan kalung berwarna merah berbandul koin. Lessa mengerutkan kening, "Bukannya itu milik Nyonya Deuti?"

Dahlan tersenyum, "Ayah hanya meminjam Lexi, untuk mengawasi." Pria paruh baya itu terkekeh kini. Braga menggelengkan kepalanya, sementara itu Dahlan pamit dan memperingatkan Braga, takut-takut ada hal tidak diinginkan terjadi.

Lexi masuk lantas berbaring di atas karpet, sementara Braga dan Lessa mulai mengeluarkan barang-barang seperti lemari, meja, juga kasur.

Cowok itu meraba dinding yang terasa dingin, lalu mengeluarkan pisau lipat yang ia kantongi sebelumnya. Ia mengkuliti dinding yang ternyata catnya berada di atas sticker, atau kertas dan sejenis penutup dinding. Setelah terkelupas lumayan banyak, Braga berhasil merobeknya.

Lessa cukup terkejut, ternyata cat violet muda itu hanya lapisan luar. "Memangnya, apa yang ada dalam dinding?" Gadis itu menggumam pelan.

Braga menoleh lantas mengedik, ia mengetuk dinding yang terasa padat. Masih dengan pisaunya, ia membuka kaleng cat dan menumpahkan cat tersebut pada bak yang biasanya dicelupi roll cat.

"Katanya, perempuan yang suka abu itu tipikal orang yang kalem dan gak suka menjadi pusat perhatian," ucap Braga lantang.

Lessa hanya tersenyum lantas duduk di samping Lexi. Cowok itu juga tersenyum menatap Lessa dan mulai mencelupkan rol pada bak cat.

"Hanya ingin hidup damai, gak suka segalanya berbau keributan. Pekerja keras yang bertanggung jawab terhadap tugasnya. Individualis banget, sampai kadang dicap kurang pintar bergaul." Braga lagi-lagi melirik Lessa.

Lessa kini beranjak menghampiri Braga, mengambil kuas lalu mencelupkannya pada cat. "Iya," ucapnya tiba-tiba.

Gadis itu semakin antusias, ia menyukai aroma cat, juga kuas. Selesai dengan bagian atas, Braga menurunkan rol dan mengambil kuas serupa dengan yang Lessa gunakan.

Cowok itu sengaja menunggu Lessa mencelupkan kuasnya, dan pada saat yang bersamaan, Braga ikut mencelupkan kuas, ia membuat sedikit kerusuhan dengan menyipratkan cat pada tangan gadis itu. Sayang, Lessa menggunakan sarung tangan lateks hingga cat tersebut tidak menembus kulitnya.

"Main-main," ucap Lessa menatap Braga yang kini terkekeh, iapun mengoleskan kuas yang dipegangya mengenai tangan Braga.

"Lessa!" ucap Braga gemas melihat tangannya yang kini setengah abu. Lessa tertawa dan Braga menikmatinya, "kamu duluan!" protes Lessa kembali pada dinding yang kini diacuhkan.

Dua jam kemudian, mereka selesai mengecat. Keringat menetes setelah berhasil meletakan berbagai perabotan. Baru saja mereka duduk, seorang dari luar memencet bel. Dengan langkah gontai Lessa keluar, membuka pintu.

Ia berdiri di depan pintu, matanya menyapu sekeliling halaman. Namun nihil, tidak ada seorangpun disana. Lessa mendudukan diri, menatap sebuah kotak cukup besar dihadapannya. Ia meraba kotak tersebut, kemudian tersentak saat ada seorang menyentuh bahu gadis itu dari belakang.

"Braga!" ucap Lessa setelah melirik dan merasa lega.

"Paket lagi?" cowok itu menaikan kedua alisnya. Lessa mengangguk samar.

"Yang waktu itu udah dilihat?" tanya Braga lagi.

"Belum," jawab Lessa membawa kotaknya kedalam. Ia mengambil gunting, karena kotak yang sekarang terbalut selotip cukup banyak.

"Biar gue." Braga langsung mengambil alih gunting yang berada di tangan Lessa. Baru membuka selotipnya saja Braga sudah mencium bau silikondioksida, magnesiumdioksida, oksida seng, benzoin dan kalsium karbonat yang dicampur minyak kacang almond. Bedak bayi, batin Braga.

Seperti biasa, setangkai mawar kering terdapat disana. Juga selembar kertas dan beberapa foto yang sepertinya sengaja dibalik. Lessa meraih foto tersebut dan langsung mengerutkan kening.

Disana tampak Latifa dan seorang laki-laki paruh baya yang mengenakan jaket kulit, sedang merangkul satu sama lain dan terlihat mabuk.

Cklek..!

Dahlan datang dengan membawa dua keresek putih berisi roti dan keperluan persediaan makanan. Lessa langsung memasukan foto tersebut kedalam kotak lagi. Dahlan melihatnya lantas melirik Lessa. Tau akan situasi, Braga pamit keluar, ia mungkin akan menunggu di tempat penjual nasi goreng.

Dahlan mendekatinya, lantas mengambil kotak tersebut. "Ayah.." Panggil Lessa tidak digubris sama sekali.

Pria itu mengeluarkan korek dan langsung membuang kotak tersebut pada tempat pembakaran. Ia menyalakan pemantik, membakar kotak itu, dengan cepat api menjalar.

Suratnya belum sempat Lessa baca, sekarang percuma. Semuanya berubah menjadi abu. Dahlan kembali masuk tanpa sepatah katapun, itu paket kedua yang Dahlan tau, paket sebelumnya juga sudah ia bakar. Isinya hanya foto-foto perselingkuhan Latifa.

"Kenapa tidak Ayah ceraikan saja Ibu?" tanya Lessa pelan, ia menahan emosi yang mulai menjalar. Ia tidak terima wanita itu membuat ayahnya sedih.

Dahlan tersenyum, "Ayah mencintainya."

***

Lessa menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Kamarnya cukup asing karena berubah warna. Ia sedikit kesal pada ayahnya. Jika boleh mengumpat, mungkin ia sudah mengatai Dahlan adalah pria yang bodoh.

Setelah sore tadi mengantarkan Lexi pada Nyonya Deuti, Lessa mencari keberadaan Braga. Ia gengsi menelepon cowok itu terlebih dahulu, batang hidungnya tak nampak setelah pamit.

Tok.. Tok..

Lessa langsung beranjak, ada yang mengetuk pintu balkonnya. Gadis itu mengintip dari jendela yang ditutupi gorden putih dan menemukan cowok itu sedang berdiri disana, memegangi entah apa itu.

Lessa membukanya, "ganti profesi?" tanya gadis itu ketika pintu terbuka.

Braga mengerutkan kening, "Jadi tukang panjat balkon," ucap Lessa mengartikan kerutan yang muncul di wajah laki-laki itu. Braga sedikit terkekeh. "Gue nemuin ini." Cowok itu memberikan sebuah benda kotak seukuran tempat pensil pada umumnya.

"Dari mana?" tanya Lessa bingung.

Braga menatap Lessa, dari atas sampai bawah. Lantas tangannya menggapai tangan Lessa, menuntun gadis itu menuju Balkon.

"Liat." Braga melirik kebawah.

Dengan jantung yang berpacu, Lessa melirik halamannya, tolong, tangan Braga belum saja terlepas.

Braga menundukan kepala Lessa lagi, hingga gadis itu melihat dinding balkon yang sempat dipanjat Braga. "Ini dari salah-satu lubang yang ada disitu."

Lessa sedikit terkejut, "kok bisa?" tanyanya kembali melihat dinding balkon.

Cowok itu mengedik, "waktu pertama kali gue panjat, ada yang dingin. Waktu itu gak keliatan soalnya malem, tadi gue panjat lagi dan gue nyentuh itu." Braga menjelaskan singkat.

Lessa hanya mengangguk lantas mencoba membuka benda tersebut, namun nihil, meskipun sudah di otak-atik sedemikian rupa, benda itu masih belum terbuka.

Braga mengambil alih, lantas menelitinya. Di salah satu sudut ada sebuah lubang berbentuk pipih. Cowok itu berusaha melihat apa yang ada di dalam, namun gelap. Akhirnya Braga tersadar satu hal, "kuncinya!" ucap cowok itu cepat, meminta Lessa mengambil kunci saat tempo hari.

Lessa mencari pada laci dan setelah menemukan, langsung memberikan kunci perak tersebut pada Braga. Tebakan mereka benar, ketika kunci itu dimasukan, terdengar bunyi klik dan benda tersebut terbuka menampilkan isinya.

🌱
TBC
(Sebelum ke bacotan)

"Kak arti nama Braga apasih?"

-sedikit menarik perhatian-

Braga; Kalau orang Bandung mungkin udah gak asing, karena ini nama salah satu jalan di kota Bandung. Ada banyak kejadian menarik di jalan itu, jadi aku pake deh.
Folken; Diambil dari salah satu nama aktor cowok Indonesia, cuman aku ganti huruf depannya. Siapa ayo?
Bolide; dalam ilmu perbintangan, Bolide itu artinya meteor besar. So, aku mau buat karakter Braga itu kaya meteor besar. Filosofiin sendiri aja lah ya, hehe.

(Masuk ke bacotan)

Yuhuuuu...! Udah lama gak up! Kangen gak? Kangen gak? Kangen gak?

Apa ayo isinya?

Ohiya aku mau tau dong, tebakan kalian. Kira-kira siapa yang ngasih teror paket? Komen yaa! Sama alesannya kalo bisa.

Jangan lupa nabung buat ikut PO Never Be Us! Partnya masih lengkap. Sambil nunggu ini up, bisa sambil baca cerita aku yang lain. Hehe.

Follow my instagram account; bellaanjni.

Bellaanjni
Author jahat yang lagi mikir lanjutan after us.

Bandung, 16 Desember 2018.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro