Only Your Stars : Polifonik
Waktu terus berlalu, meninggalkan dan mengukir semua kenangan hidup manusia. Susah, senang, sedih, bahagia, akan selalu diingat.
Angin pun terus berhembus. Musim pun terus berjalan. Hanya kesepian yang menerpa mansion mewah ini.
Sebagai pemimpin, Tenshouin Eichi telah tertidur dalam waktu yang cukup lama. Bahkan, ia juga telah meninggalkan seribu penyesalan untuk empat puluh dua gadis yang ia tinggalkan.
"Mou, aku sudah tidak tahan lagi!" ucap Airi dengan aksen khas milik ayahnya.
"Tapi, aku masih tidak ingin jika ayah kita akan menikah dengan Amagi itu," ucap Hoshina.
"Kalian ... apa kalian hanya menuruti ego kalian!? Apa kalian tidak melihat ayahku yang terbaring lemas di ruang ICU dalam waktu yang lama!?" ucap Ayumu yang sudah kelewat lelah pada sikap saudarinya.
"Ayumu ...," ucap Eri sembari mengelus punggung Ayumu pelan.
"Bagaimanapun, Paman Eichi adalah ayah kita juga ...," ucap Mai.
"Ah, jadi ... cucuku sedang berkumpul disini? Ada apa dengan wajah sedih itu?"
Suara itu menginterupsi suasana yang tidak karuan diantara para gadis.
"Kakek," ucap Mai.
Ya, Seiya sengaja datang kemari untuk menemui cucunya yang ditinggal begitu saja oleh ayahnya. Tentunya, itu karena pekerjaan.
'Ma maa, kalian termakan dilema rupanya,' batin Seiya.
Disisi lain, Eichi baru saja dipindahkan dari ruang ICU menuju kamar rawat inap. Di sana, ia telah ditunggu oleh seorang gadis yang senantiasa menantinya untuk menyebut namanya lagi.
Ya, gadis itu sangat rindu pada kehangatan, tatapan, dan semua yang dilakukan oleh dirinya dimasa lampau.
"Eichi ... maafkan aku, karena diriku ... kau menjadi sakit," gumam sang gadis setelah meletakkan bunga mawar putih di vas yang telah disediakan.
"Eichi, aku yakin jika kau masih mendengar suaraku. Aku mohon, bertahanlah, bertahanlah demi diriku, demi Ayumu dan lainnya," lirih sang gadis yang kemudian mengecup kening Eichi dan meninggalkan Eichi sendirian di ruangan itu.
"Aku akan kemari, esok," ucap sang gadis sebelum benar-benar pergi dari ruangan ini.
*****
"
Mitsuketa!"
Sang gadis itupun menghentikan langkahnya. Ia merasa bingung akan kehadiran rekan-rekannya.
"Ayumu, Eri, Mai, Miwa ... minna?" ucap sang gadis dengan detak jantung yang tidak karuan.
Namun, apa mau dikata. Ia sudah siap jika para gadis itu ingin membalas dendam atas perlakuannya dimasa lampau. Tidak hanya itu, ia juga sangat ikhlas jika ia harus benar-benar pergi dari kehidupan mereka.
"(Name)-chan, kami ada permintaan untukmu," ucap Yona.
"Permintaan?" ulang (Name) dengan tatapan bingung.
"Benar. Permintaan yang hanya bisa dilakukan olehmu seorang," sambung Katagiri yang menatapnya dengan tatapan dingin.
"Kita memang tidak tahu, kapan manusia akan mati ataupun hidup," ucap Akina dengan tampangnya yang misterius.
"Tapi, aku mohon lakukan ini untuk kebahagiaan keluarga kami. Aku takut, jika ayahku akan pergi meninggalkanku dalam kondisi penuh penderitaan," ucap Ayumu sembari membungkukkan badannya.
"Aku ... aku tidak bisa," jawab (Name) sembari mundur perlahan.
"Kau pasti bisa, (Name)-chan. Karena ... kau selalu ada bersama kami disaat kami susah ataupun senang. Kau juga membuat kami lebih mengerti apa arti kekeluargaan dibandingkan perselisihan," ucap Yui.
"Jika tidak ada kau, mungkin kami sudah menjadi musuh ... tidak, bahkan kami terus-menerus dibully habis-habisan oleh anak-anak diluar sana," sambung Miho.
"(Name)-chan, aku mohon ... kembalilah pada kami," ucap Emi.
"Tidak ... itu tidak mungkin ... tidak ... tidak!" (Name) pun menutup telinganya dan berteriak sejadi-jadinya.
"Kenapa kau menghindar dari takdirmu, Okaa-san," ucap Miho dengan polosnya.
Raut (Name) berubah. Ia menjadi lebih ketakutan. Ia sangat tidak ingin, hal yang ia takutkan menjadi kenyataan.
"Onegai, Okaa-san," ucap Fuyu dan Fuka secara bersamaan.
"Kau tidak bisa menutup matamu dari kami, Kaa-san. Mau bagaimanapun, sesulit apapun, kau lah malaikat untuk keluarga kami," ucap Rie.
(Name) pun jatuh terduduk. Pandangannya kosong, bahkan ia pun menitikkan air matanya.
Perih, sungguh perih. Bukankah momen ini yang ia tunggu? Namun mengapa ia begitu menentangnya?
"Okaa-san, pikirkan tentang kebahagiaan kami," ucap Arisu dengan tatapan memohon.
Sungguh, ini keputusan yang sangat berat untuknya.
"Aku ...."
'Tidak, aku tidak mau ini.'
"Aku akan kembali bersama kalian. Aku akan menjaga, menemani, dan menyayangi kalian. Untuk menebus semua yang tidak bisa aku lakukan untuk kalian," ucap (Name) dengan pandangan kosong.
'Tidak, bukan ini yang aku inginkan. Tapi ... tapi mengapa aku mengatakannya!'
Wajah para gadis pun menjadi riang. Bahkan, suasana pun berubah menjadi haru saat mereka memeluk (Name) perlahan-lahan dan memanggil (Name) dengan julukan 'okaa-san'.
*****
Lonceng telah berbunyi dan para tamu undangan pun telah berkumpul untuk merayakan hari yang bahagia.
Pernak-pernik hiasan putih biru memenuhi mansion ini. Begitu juga dengan empat puluh dua pria yang telah berdiri di altar untuk menunggu wanita yang telah mereka nantikan begitu lama.
Ya, hari ini adalah hari dimana mereka menikah untuk kedua kalinya. Tetapi, uniknya adalah mereka dengan gadis yang serupa namun tidak sama.
Dan tidak menunggu waktu lama, seorang gadis dengan gaun mewah pun hadir bersama dengan ayahnya. Ia berjalan perlahan-lahan yang membuat kesan anggun pada tiap orang yang menatap.
Sesampainya di altar, mereka segera mengucap janji suci untuk setia hingga seumur hidup mereka. Sorakan, bahkan tepuk tangan meriah pun memenuhi lingkungan ini dan acara pesta pernikahan pun dimulai.
"Maaf telah membuat kalian menunggu lama, para suamiku," gumam (Name) sembari menatap suaminya satu-persatu. Dan para suami (Name) hanya bisa memberikan senyuman manis, tanpa mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Baiklah-baik. Karena (Name)-chan sekarang menjadi ibu kita maka ... mari kita berpesta sejenak. Setidaknya, tidak dalam ikatan ibu dan anak untuk sementara," ucap Hoshina yang langsung menarik (Name) dari ayahnya dan diikuti oleh gadis lainnya.
"Dan aku harap, kau tidak mengganggu kami lagi, Akashi Seijuuro-kun," ucap Eichi.
"Aku tidak akan mengganggu kehidupan kalian. Melihat (Name) bahagia, aku rasa itu sudah cukup untukku," ucap Seijuuro sembari meneguk minumannya dengan elegan.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan setelahnya?" tanya Ibara sembari membenarkan kacamatanya yang tidak bergeser sedikitpun.
"Mari, kita bicarakan bisnis kita yang sempat tertunda karena masalah pribadi," jawab Seijuuro dengan senyuman di wajahnya.
"Tsukasa-kun, aku rasa ... kau bisa mewakili diriku kali ini," ucap Eichi yang langsung disambut persetujuan oleh Suou.
Ya, Suou mengerti jika Eichi masih lemah. Pasalnya, Eichi baru boleh pulang dari rumah sakit itu sebulan yang lalu. Dan Eichi juga masih perlu istirahat yang banyak.
Namun, satu hal yang menjadi fokus mereka. Tentu saja, mereka sudah merasa tenang di dunia ini. Mereka siap jika harus dipanggil Tuhan sewaktu-waktu. Setidaknya, mereka telah melihat kebahagiaan dalam keluarga mereka.
'Terima kasih, Tuhan,' batin mereka secara bersamaan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro