Chapter 6
Hari Minggu, adalah hari yang dinanti oleh umat seluruh dunia. Karena pada hari ini, mereka bebas melakukan apapun tanpa adanya kerjaan ataupun gangguan dari siapapun. Tak terkecuali bagi (name), kini (name) sedang berkencan dengan salah satu suaminya, Hidaka Hokuto yang ingin mengunjungi neneknya.
Disana, nenek sangat gembira saat Hokuto membawa istrinya kemari. Banyak hal yang ia ceritakan tentang masa kecil Hokuto yang tak diketahui siapapun dan juga, masa kelam orang tuanya. Tak ada maksud apapun saat sang nenek menceritakan hal itu, karena nenek hanya ingin agar (name) menjadi wanita kuat serta tegar dalam menjalani suatu kehidupan rumah tangga. Ditambah dengan banyaknya suami yang dimiliki olehnya, maka tak menutup kemungkinan para suaminya bisa mencari pendamping suatu saat nanti.
Saat mendengar itu, Hokuto langsung berdeham dan disambut gelak tawa dari sang nenek yang sudah lama tak ia dengar. Karena, terakhir kali ia mendengar tawaran neneknya itu saat terakhir kali ia meminta restu untuk menikah dengan (name). Namun nenek hanya tertawa. Karena menurut nenek, orang yang paling pantas untuk memberi restu padanya adalah kedua orang tuanya.
Mengingat hal itu, ibu Hokuto selalu menentang pernikahan itu. Karena baginya, hal itu adalah mustahil dan lebih terkesan rakus. Namun sebaliknya, ayah Hokuto tetap merestui apapun yang terjadi. Bahkan ayah serta nenek Hokuto selalu membujuk ibu Hokuto untuk menyetujui pernikahan itu. Dan hasilnya nihil.
Disisi lain, (name) tak putus asa. Ia lantas meminta bantuan Eichi untuk membantunya. Mengingat, orang tua Hokuto sangat percaya pada Eichi.
Eichi pun turun tangan, ia segera menemui kedua orang tua Hokuto dan memberikan pernyataan serta meyakinkan jika (name) tidak seolah-olah menikah atas dasar ingin memiliki atau menguasai mereka. Tapi ini murni karena hati mereka sendiri, bahkan mereka sampai melamar (name) secara bersamaan. Agar mereka tahu, siapa pria yang sangat (name) cintai dan siapa yang ingin (name) miliki.
Eichi pun tak lupa menjelaskan latar belakang terjadinya hal seperti ini. Bahkan, ia sempat menyalahkan dirinya karena turut andil perselisihan ini.
"Jadi, apakah Anda percaya ?" Tanya Eichi pada ibu Hokuto.
Kini, ibu Hokuto terlihat tak percaya atas apa yang Eichi jelaskan. Ia bahkan bingung harus mengatakan apa. Sementara sang anak, hanya bisa menatap ibunya sambil berharap ia akan memberikan restu.
"Bu, bagaimana jawabannya ?" Ulang Hokuto dengan wajah dingin, namun terlihat sangat khawatir. "Jika pun Anda tidak percaya, tapi saya percaya jika (name) memang pantas untuk kami. Bahkan saya yakin, jika (name) akan menjadi istri yang baik untuk kami" jelas Eichi dengan nada yang amat meyakinkan.
Kala itu, (name) terlihat sangat pasrah apabila Hokuto memang tidak direstui oleh ibunya. Karena bagaimanapun, (name) akan menikahi pria itu jika ia mendapat restu dari ibunya.
Dengan anggukan yang ragu, ibu Hokuto memberikan restu pada mereka. Melihat hal itu, Hokuto langsung memeluk kedua orang tuanya dengan erat. Sementara Eichi, ia hanya bisa tersenyum penuh kemenangan.
"Terimakasih" lirih (name) dengan mata yang membendung kristal cair bening sambil menundukkan kepalanya. "Bukan masalah. Selama kau senang, akan kulakukan apapun untukmu" balas Eichi yang membuat (name) menangis bahagia.
Saat mengingat hal itu, (name) pun kembali terharu atas usaha mereka. "Sudahlah anak baik, tidak perlu menangis. Kasihan calon bayi itu nantinya" ucap nenek sambil mengelus surai (hair color) (name) dengan lembut.
"NENEK TAHU JIKA (NAME) HAMIL !? DARIMANA !?" ucap Hokuto yang terkejut dengan perkataan neneknya. Tawa kecil keluar dari bibir keriputnya, "Tentu saja dari seorang pria yang pernah mengantarkan surat ku untukmu, Hokuto".
Hokuto pun langsung meruntuki dirinya dan tak lupa mengumpat atas nama senpai nya yang tak bertanggung jawab.
"Nenek, apa nenek tidak kesepian disini ? Kalau nenek kesepian, nenek bisa tinggal bersama kami" ucap (name) dengan penuh kelembutan. Dan lagi, sang nenek pun kembali tertawa. "Kurasa Hokuto memang tidak salah pilih istri. Tidak ada istri yang perhatian seperti ini. Jika pun ada, maka perbandingannya hanyalah satu banding milyaran juta wanita di dunia ini" ucap nenek dengan senyum sebisanya.
"Nenek tidak kesepian, berada disini bagi nenek sudah cukup. (Name), ingat selalu pesan nenek, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Dan jangan ragu untuk meminta bantuan dari para suamimu, karena mereka siap membantu untukmu apapun resikonya itu. Karena kalian memang pasangan yang serasi dan telah terikat sampai maut yang memisahkan kalian" sambung nenek dengan lembut. Mendengar hal itu, (name) langsung memeluknya sambil mengucapkan rasa terima kasihnya.
Tak lama kemudian, mereka pamit. Karena Hokuto dipanggil mendadak oleh Mao. (Name) tak tahu urusan apa yang membuat mereka harus terburu-buru seperti ini. Tapi yang pasti, (name) telah mengetahui apa yang harus ia lakukan. Namun ia masih terlalu ragu untuk mengucapkan hal yang pernah ia alami, bahkan ia lebih ragu untuk meminta bantuan suaminya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro