Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 31

Hari terus berlalu, mengukir semua kenangan yang bersejarah bagi makhluk hidup. Kenangan buruk maupun baik akan tersimpan dalam memori yang akan dibuka suatu saat nanti.

Begitu juga (Name). Saat ini ia tengah mengandung dengan usia sembilan bulan. Yang artinya tak lama lagi ia akan melahirkan. Namun, disaat-saat seperti suaminya malah ada urusan di luar negeri yang tak bisa mereka tinggalkan.

Apa semua suami (Name)? Tentu, semua suami (Name) pergi dalam urusan tersebut. Sebuah urusan yang sangat penting bagi karir seorang idola, konser bersama.

"Kejamnya mereka ... meninggalkan mu dalam kondisi seperti ini," ucap seorang gadis bersurai hitam dengan mata kiri yang sengaja ia tutup, memang mirip seperti bajak laut.

(Name) pun menghela nafas. "Daijoubu, ini urusan pekerjaan. Jadi, aku tak keberatan, Suzu," ucap (Name) dengan ramah.

Ya, gadis yang bersama (Name) saat ini adalah Suzu Kuromori. Seorang gadis yang telah lama bersama dengan (Name) dan Anzu dalam berbagai suasana. Bahkan saat mereka harus terpisahkan, mereka tak saling melupakan satu sama lain. Melainkan mereka selalu bertemu di waktu luang.

"Apa kau tidak takut mereka pergi dengan yang lain?" tanya Suzu dengan tatapan khawatir.

Bukannya curiga, (Name) justru membalas perkataan Suzu dengan senyuman lembut. "Suzu, kurasa aku sudah menjadi wanita yang paling bahagia disini. Aku sudah memiliki suami yang baik, pengertian, penyayang. Dan sebentar lagi, aku memiliki anak. Kurasa kebahagiaan ku sudah lengkap," jelas (Name).

"Baiklah jika kau merasa demikian. Tetapi, aku akan percayakan semuanya pada Anzu. Karena ... ku yakin dia bisa menjaga para suamimu, dan juga kakakku," ucap Suzu yang membalas senyuman (Name).

Setelahnya, mereka pun hanyut dalam pemikiran mereka masing-masing yang ditemani dengan secangkir teh dihadapan mereka.

"(Name), apa kau sudah melakukan itu dengan semua suamimu?" tanya Suzu dengan tatapan polos yang membuat (Name) merasa canggung seketika.

"Ayo, jawab (Name)," ucap Suzu dengan tatapan memohon. "I-iya, sudah," jawab (Name).

Suzu pun langsung terbelalak. Ia tak percaya jika (Name) membutuhkan sentuhan suaminya lebih dari yang ia pikirkan. Tetapi, Suzu pun berpikir jika hal itu pun tidak masalah. Karena (Name) memiliki persediaan suami yang sangat banyak. Bahkan masuk kedalam the guinness world record sebagai wanita dengan suami terbanyak.

Seorang pria menikahi banyak wanita itu hal wajar, tetapi jika banyak pria menikahi satu wanita itu baru luar binasa. Begitulah pemikiran Suzu.

"Ah ...."

Suzu pun berhenti dari pemikirannya saat mendengar desahan kesakitan dari sahabatnya. Ya, kini (Name) memegangi perutnya dengan wajah menahan sakit.

"(N-Name)!" Suzu mulai terlihat panik. "Kurasa sudah saatnya, Suzu," ucap (Name) sembari menahan perutnya.

Suzu pun bingung harus berbuat apa. Namun yang jelas, instingnya berkata jika ia harus memanggil ambulan kemari.

Dan dengan tangan bergetar serta pemikiran yang panik, Suzu langsung mengambil ponselnya dan menghubungi nomor darurat. Setelahnya, ia langsung menatih (Name) keluar rumah.

"Ah, Suzu ... sakit ...," ucap (Name) sembari mencengkram tangan Suzu. "Bertahanlah (Name), ambulans sedang kemari. Bertahanlah sedikit lagi," ucap Suzu sembari menyemangati sahabatnya.

Tak lama kemudian, mereka pun telah sampai di luar rumah. Namun, ambulans yang Suzu pesan tak kunjung hadir. Sementara (Name), ia telah sangat kesakitan hingga memegangi pinggangnya.

"Suzu, sakit!!!" (Name) mulai berteriak bahkan mengerang menahan nyeri yang menyerang tubuhnya. Suzu semakin panik, ambulans tak kunjung datang. Ditambah lagi dengan suami (Name) tak ada disini. Lengkap sudah penderitaannya.

Tak lama kemudian, ambulan pun datang. Dengan langkah terburu-buru, para suster langsung mengeluarkan kasur khusus untuk membawa (Name) ke rumah sakit yang ditemani oleh Suzu.

Sesampainya di sana, ia langsung dilarikan ke ruang operasi dengan Suzu yang tak melepaskan genggamannya dari sahabatnya. Dokter pun sempat menanyakan dimana suami (Name), namun dengan lantang, Suzu pun menjawab jika suami (Name) saat ini tengah berada di luar negeri untuk urusan pekerjaan.

Bukan maksud lain sang dokter bertanya demikian. Ia hanya ingin meminta persetujuan jika (Name) harus dilakukan operasi. Suzu sempat menolak dan menyampaikan jika (Name) sangat ingin melahirkan anaknya secara normal. Namun, dokter pun tak bisa melakukannya dengan alasan jika bayi dalam perut (Name) terlalu banyak. Tak ada pilihan lain, Suzu pun langsung menandatangani surat perjanjian itu dan dokter pun langsung mengadakan operasi pada (Name).

Kini Suzu kembali pada (Name) yang menampakkan wajah pucat pasi dan telah dibius. Namun bius yang digunakan oleh dokter adalah bius penenang serta penghilang rasa sakit yang membuat (Name) masih bisa melihat apapun yang ada disekitarnya.

"Hai," sapa (Name) sembari menggenggam tangan sahabatnya.

"Hai, (Name). Bagaimana kabarmu?" tanya Suzu. "Aku baik-baik saja," jawab (Name) yang tetap berusaha tersenyum walaupun wajahnya telah hampir sama dengan tubuh tak bernyawa.

Tak lama setelahnya, dokter pun membentangkan korden hingga batas diafragma (Name). Tentu saja Suzu yang melihatnya pun merasa tak tega. Ia hanya berharap jika keputusan yang ia ambil ini sudah tepat untuk keselamatan nyawa sahabatnya.

"Ada apa Suzu? Mengapa kau begitu sedih?" tanya (Name) yang merasa khawatir pada gadis yang menemaninya. Suzu pun bergeleng sebagai jawaban. Namun telinga Suzu tidak tuli, ia mendengar dokter yang berulang kali berganti peralatan untuk membedah perut sahabatnya ini.

Suzu berpura-pura tegar. Suzu berpura-pura kuat. Ini semua Suzu lakukan agar (Name) tidak tegang.

"Suzu, aku masih mengingat saat kau membelaku dan Anzu. Saat aku dan Anzu di berontak kala itu," ucap (Name) yang membuat Suzu terpaksa memberikan senyuman terbaiknya untuk (Name).

"Lalu kau pindah duluan, setelahnya baru Anzu," sambung Suzu. (Name) pun mengangguk lemah.

"Suzu, apakah aku akan bernasib sama?" Pertanyaan (Name) membuat Suzu semakin menahan tangisnya dalam batin. Ia sangat ingin menangis detik ini pula, namun ia harus kuat untuk mendampingi sahabatnya.

Suzu pun bergeleng pelan lalu berkata, "Kau sudah membuktikan semuanya, (Name). Semuanya telah kau buktikan. Kau wanita hebat, aku percaya itu."

(Name) pun tersenyum lemah mendengar jawaban Suzu. Dan disaat bersamaan, suara tangisan bayi pun terdengar memenuhi ruangan ini.

"Yokatta," gumam (Name). "(Name), kau masih kuatkan?" tanya Suzu yang mulai tak yakin akan firasatnya. Dengan lemah, (Name) pun mengangguk sebagai jawaban.

Tiga jam setelahnya, (Name) telah selesai dioperasi. Tentunya ia telah bertemu dengan anak hingga sanak saudaranya. Terlukis jelas raut wajah bahagia di wajah mereka. Mereka pun memuji (Name) serta bayinya yang sangat manis.

Setelahnya, kini tinggal (Name) dan Suzu seorang diri. Tentunya karena mereka sedang memiliki kesibukan masing-masing. Namun, Suzu pun telah memberikan kabar baik ini pada suami (Name).

"Suzu," panggil (Name). "Iya? Apa ada yang kau perlukan?" tanya Suzu sembari mengelus punggung tangan sahabatnya.

"Apa aku boleh minta tolong padamu?" tanya (Name) yang langsung disambut anggukan setuju oleh Suzu.

"Tolong, sampaikan rasa terima kasihku pada mereka. Mereka yang telah menjagaku, membahagiakanku, merawatku hingga saat ini. Mungkin ada banyak hal yang ingin ku sampaikan, namun kurasa waktuku tak banyak. Aku ingin bermain bahkan melihat anak-anak ku tumbuh dewasa. Namun kurasa Kami-sama tak mengizinkannya. Terima kasih, Suzu," ucap (Name) dengan senyuman di wajahnya yang diiringi dengan matanya yang menutup secara perlahan.

"(Name)! Apa maksudmu! (Name)! (Name)! jawab aku!" Suzu terus mengulanginya hingga suara tangisan bayi (Name) dalam inkubator pun terdengar. Suzu tertegun, tentunya syok.

Suzu pun bergeleng pelan seraya mengucapkan, "Ini hanya mimpi ... (Name), katakan jika kau mengerjai ku."

Tak ada respon dari (Name). Dan dokter pun hadir setelah mendengar suara tangisan bayi tersebut dan langsung memeriksa kondisi (Name). Dan yang benar saja, (Name) telah tak bernyawa. Tepat saat suaminya belum menemui dirinya.

Suzu pun menjerit. Tangisnya yang telah ia tahan selama ini pun pecah begitu saja.

"(Name) ...," Suzu terus memanggil nama sahabatnya yang sudah tak bernyawa.

*****

Beberapa hari setelahnya, para suami (Name) mengunjungi pusaranya. Mereka merasa menyesal karena tak mampu menemani istrinya dalam kondisi sulit, seperti istrinya menemani dan menghibur mereka dalam kondisi apapun.

Seorang wanita yang hanya bisa dimiliki sesaat dan berjasa untuk mereka. Mungkin itulah julukan yang pantas untuk (Name).

Tori dan beberapa suami (Name) lainnya tampak berlinang air mata. Sementara sisanya memilih untuk tetap tegar.

'Terima kasih banyak,(Name). Semoga kau tenang di sana,' batin para suami (Name).

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro