Chapter 29
Layar emas telah dibentangkan oleh sang mentari yang menandakan bahwa tugasnya akan selesai dalam beberapa jam.
Manik hijau itu menjadi saksi akan selesainya tugas sang mentari tanpa bergeming sedikitpun. Bahkan ia tak ingat sudah berapa lama duduk disini.
Karena tak ingin dibilang orang pengangguran ataupun diketahui oleh para penggemarnya, Leo pun memutuskan untuk kembali ke agensi. Saat melangkah, ia melihat motor rekannya yang belum berubah sedikitpun.
"Yo!"
Leo pun tampak tak ingin menjawab sapaan itu. Tetapi sang lawan bicara hanya tersenyum sembari menggenggam map coklat lalu ia pun menyerahkan pada Leo.
"Hmph, jika kemari untuk memberikan ini, kau bisa menyerahkannya saat di rumah, Madara," ucap Leo sembari menerima map itu.
"Tapi, aku tak bisa menjamin keselamatanmu jika aku menyerahkannya di rumah," ucap Madara dengan nada peduli.
Leo pun tampak menghela nafas. Ia sangat lelah untuk menghadapi apa yang terjadi pada hari ini.
"Memangnya aku akan mati?" Leo pun meremehkan perkataan sahabatnya.
"Aku yakin kau bertemu dengannya ... Akashi Seijuuro," ucap Madara yang membuat Leo sedikit tercekat.
"Itu bukan urusanmu juga," jawab Leo yang semakin acuh dengan rekannya.
"Jujur saja, Leo. Seijuuro datang ke ES, tak lama setelah kepergian Ruri," ucap Madara yang membuat hati Leo mulai berantakan.
"Apa yang dia lakukan di sana?" Leo pun merasa sedikit terpancing emosi.
"Tenanglah, Leo. Ia hanya menjenguk (Name)," ucap Madara dengan riang lalu merangkul sahabatnya dan berkata, "Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Kami menjaga (Name) dengan baik."
Leo pun melirik lawan bicaranya dengan malas. "Tenanglah, tak ada yang kami sembunyikan darimu," ucap Madara dengan senyuman yang belum luntur dari wajahnya.
Disisi lain, (Name) yang telah berada di rumah pun kini harus berhadapan lagi dengan tamunya yang sangat tak ia sukai. Tiada lain tiada bukan ialah Akashi Seijuuro.
Dan pada detik ini pula, (Name) menyesali keputusannya untuk pulang lebih awal. Bahkan yang sangat ia sesali ialah menolak ayah mertuanya kemari untuk menjaganya. Sungguh nasib malang tengah menyelimuti dirinya.
'Oh Dewi Fortuna, apakah kau masih menyayangiku?' batin (Name).
Seijuuro pun menikmati teh yang disuguhkan oleh maid dengan penuh wibawa. Bukannya membuat (Name) terpesona, justru ia malah membuat wanita dihadapannya terus membaca doa memohon keselamatan.
"(Name) ...."
"Sei, bukankah sudah aku bilang untuk tidak menemui diriku lagi? Aku sudah mengandung anak mereka. Apalagi yang kau inginkan dariku?" ucap (Name) dengan nada terkesan sedikit memohon.
"Oh, kau sudah mengandung rupanya," ucap Seijuuro dengan santai.
'Ups, ah! mengapa harus keceplosan!' batin (Name) sembari menyentuh bibirnya.
"Kalau begitu, selamat untukmu," ucap Seijuuro dengan nada tenang.
"Eh?" (Name) terkejut atas ucapan lawan bicaranya. Bagaimana tidak, ia tiba-tiba mengucapkan selamat untuk dirinya dengan tenang dan tersirat perasaan bahagia.
"Selamat untuk kalian. Akhirnya kalian dikaruniai keturunan," ulang Seijuuro.
"Sei ... terima kasih," ucap (Name) tanpa ada rasa curiga sedikitpun yang dibalas senyuman oleh lawan bicaranya.
"(Name), sebelum kemari, aku sempat bertemu dengan Leo." Ucapan Seijuuro sukses membuat (Name) sedikit murung dengan sendirinya.
Dan tentunya, hal ini pun langsung dimanfaatkan oleh Seijuuro. "Apa kau tak ingin melepaskannya?" tanya Seijuuro yang membuat manik indah dari wanita itu bergerak, seperti mencari jawaban yang tepat.
"Aku ...."
"(Name), aku masih menunggu dirimu untuk kembali padaku. Bahkan ini sudah lebih dari perjanjian kita sebelumnya," ucap Seijuuro.
"Maaf, Sei. Aku tak bisa ...," ucap (Name) yang tanpa terasa, maniknya telah membendung kristal cair lalu ia pun berkata, "Aku telah terjerumus oleh mereka. Semakin aku berusaha menerima kenyataan, aku semakin terjerumus dalam kasih sayang dan cinta mereka."
Tentunya ucapan itu membuat perasaan Seijuuro seperti tertusuk oleh tombak. Namun bukan seorang Seijuuro jika ia tidak bisa menahan segala emosinya dan tetap tenang.
"Bagaimana denganku yang selalu menunggumu? Apa kau tak punya perasaan pula pada teman masa kecilmu yang satu ini?" tanya Seijuuro.
"Maaf, Sei. Kau tak lebih dari teman masa kecilku," jawab (Name) dengan perasaan yang tak goyah.
"Apa kau lupa jika kita punya janji untuk menikah?" ucap Seijuuro dengan tatapan menekan.
"Apa kau lupa jika aku lebih memilih mereka dibandingkan dirimu?" balas (Name) yang terbawa emosi dan disambung, "Dengar ya, Akashi Seijuuro! sampai kapanpun, jiwa dan ragaku hanya untuk mereka. Mau mereka menikah lagi atau memilih setia, aku tetap berada disisi mereka apapun yang terjadi!"
Mendengar penegasan dari sang pujaan hatinya, membuat Seijuuro harus lebih berhati-hati untuk merebut hatinya.
"Kau wanita yang hebat, (Name)," puji Seijuuro yang kemudian bangkit dari singgasananya dan berkata, "Terima kasih atas waktu luangnya."
Seijuuro pun menunduk lalu meninggalkan (Name).
'Kau boleh berdiri pada pendirian mu, tetapi kau akan lihat siapa yang selalu ada di sisimu," batin Seijuuro.
"Ada urusan apa kau kemari, Seijuuro?"
Seijuuro pun menatap pria bersurai silver gelap itu dengan tatapan biasa, atau lebih cenderung pada minatnya yang kurang pada lawan bicaranya.
"Tentu saja mengunjungi teman kecil sekaligus mantan tunangan ku, Izumi Sena," jawab Seijuuro yang kemudian berlalu begitu saja.
Dan dengan melihat tingkah Seijuuro, Sena pun segera masuk dan mendapati istrinya yang tengah murung. Bahkan tak menyadari kepulangannya sedikitpun.
"Ada apa dengan tatapan itu, (Name)?"
(Name) pun menatap lawan bicaranya lekat-lekat. Dan dalam beberapa detik, otak (Name) memproses segalanya lalu yang terjadi adalah ...
"Sena!" (Name) langsung memeluk suaminya erat-erat, melepaskan segala kerinduan serta keluh kesah yang ia alami. Padahal baru ditinggal selama dua hari saja oleh Sena, (Name) langsung manja padanya.
"Sena! Sena! Apa ada oleh-oleh untukku?" tanya (Name) dengan tidak sabaran, bak anak kecil menunggu hadiah dari ayahnya.
Sena pun bergeleng sebentar melihat tingkah manja istrinya dan setelahnya, ia pun memberikan paper bag dengan motif lucu pada (Name). Tentu saja (Name) sangat riang, bahkan saking riangnya, ia berteriak kegirangan hingga tertawa sendiri.
Namun itulah sisi yang disukai Sena. Sikap manja, manis, polos, dan jujur. Sangatlah langka untuk gadis zaman sekarang.
"Wah, sekarang (Name) bahagia sekali, ya."
Suara itu membuat (Name) beserta Sena menghadap sang lawan bicara. Dan setelahnya, (Name) pun berlari hingga berakhir pada sebuah pelukan.
"Lihat! Sena membawakan ku hadiah!" (Name) pun memamerkannya pada Madara yang baru saja kembali bersama Leo. Tentunya Madara pun turut bahagia saat melihat istrinya bahagia.
"Mau ditambah hadiahnya?" tanya Madara yang membuat (Name) mengangguk cepat.
Chuu~
Sebuah ciuman singkat telah Madara berikan dibibir mungil (Name) yang membuat pipi (Name) memerah, bak tomat yang baru saja matang dari pohonnya. Madara pun tertawa gemas melihatnya.
Mungkin jika (Name) tidak mengandung, malam ini Madara telah meminta izin untuk ditukar malamnya agar ia bisa bersama dengan (Name) terlebih dahulu.
"Bagaimana kabarmu, ou-sama?" tanya Sena yang merasa Leo sedang dalam kondisi buruk.
"Biasa saja," jawab Leo yang kemudian berjalan lalu menjatuhkan dirinya di sofa.
"Hei, Sena. Apakah kau percaya jika (Name) tidak berpaling dari kita?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro