Only friends : Chapter 6
Aku , selalu menjadi penjaga meja selama aku menjadi anggota geng itu.
Tapi sekarang seseorang baru saja menyatakan cintanya padaku di depan semua orang.
Pernyataan cinta Solar itu tak main main adanya. Semua orang di bar mendukungnya, termasuk Claire yang duduk di sebelahku.
Aku sendiri, tentu saja aku merasa seperti jutaan kupu kupu didalam perutku. Aku berdebar debar hingga rasanya akan pingsan. Didekati dan ditembak oleh seorang Top-Tier sepertinya, rasanya seperti mimpi bagi kebanyakan orang.
Karena itulah aku meng-iyakan pernyataan cintanya, dan semua orang langsung heboh mendengar jawabanku.
"Asikkkk! Sekarang temenku udah ga single lagi!"
Claire langsung memelukku dan memekik girang, aku hanya tertawa untuk menyembunyikan rasa maluku. Solar, ia berdiri dengan bangga sebelum mengembalikan microfonnya, lalu ia menghampiri dan duduk di sebelahku.
Solar kini merangkul dan menepuk kepalaku, ia lalu mengecup keningku yang membuatku salting luar biasa hingga wajahku memerah.
Ia melakukan itu tepat di hadapan Ice dan Gempa yang duduk diseberang kami, dan itu membuat keduanya langsung membuang muka dan meneguk minuman mereka sampai habis. Tak lama kemudian, Gempa sudah pergi entah kemana dan Ice menyusulnya.
***
"Di sana, sebaiknya kita meletakan rak yang besar, nanti aku akan memikirkan pajangan-pajangan untuk ditaruh di sana. Kemudian, sebaiknya kita memberikan kesan alami pada kolam berenang, tapi karena tanaman biasa mudah busuk, sebaiknya menggunakan rumput palsu"
Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian pengakuan cinta di bar kak Sunny, dan kini, kami sudah kembali ke villa Ice, tempat project kami akan diadakan. Tentu saja, Solar ikut bersama kami dan ia mengarahkan beberapa anak buahnya untuk mengatur tempat ini selaku desainer.
Dari kejauhan, aku dan Claire memperhatikannya. Tanpa sadar, seulas senyum muncul di bibirku saat Solar mencuri pandang padaku. Claire di sebelahku pun hanya nyengir lalu menyenggol lenganku.
"Biasanya.. kalau orang melakukan sesuatu yang menjadi keahliannya, mereka akan bersinar. Tapi apa daya.. sinarnya kini meredup, karena semuanya sudah terarah padamu, Hali"
"apa sihhh kamu" Aku terkekeh malu.
"Hehehehe pipimu merah tuhh"
"Apaa- nggak!"
"Gak usah malu malu lah, Hal..kan kalian udah pacaran"
"Siapa sih yang malu malu" sebalku. Walaupun tak bisa dipungkiri kini pipiku sudah hangat dan memerah seperti kepiting rebus.
"Aih aihh- asik banget sih kalian" Gempa tahu-tahu saja muncul dengan kameranya di belakangku dan Claire. Ia merangkul kami lalu berkata.
"Biar kuberitahu sesuatu sebelum hubungan kalian terlalu jauh nih. Solar Light, lelaki itu tidak pernah mengencani orang lebih dari tiga bulan" ujar Gempa.
Aku menaikan sebelah alisku "oh ya? kenapa begitu?"
Gempa mengangkat bahu "entahlah? Mungkin dia orang yang cepet bosen. Lagipula, orang seperti dia..itu bisa memilih siapapun untuk jadi pacarnya. Dan mungkin sekarang, dia penasaran ingin segera menidurimu"
"Jadi maksud mu... dia memacariku, karena aku belum setuju untuk tidur dengannya?"
"mungkin saja" jawab Gempa.
"Eyy, jangan kejauhan mikir. Kita gak pernah tau. Bisa aja Hali bakal jadi orang pertama yang mecahin rekor lebih dari 3 bulan. Lagian kalau kulihat, Solar itu tulus kok sama kamu" timpal Claire, dan aku menganggukinya.
"Ya... aku juga penasaran. Seberapa lama dia akan bertahan denganku, kalau aku tidak setuju untuk tidur dengannya" ujarku.
"Tenang aja guys, aku ga akan jadi mangsa kok. Aku ini gak gampangan"
Gempa dan Claire tertawa kecil mendengar ucapanku, lalu menganggu mengerti.
"Ini baru temanku"
***
Sore itu, sepulangnya dari hostel, Solar mengajak ku untuk pergi berkencan.
Kami pergi ke sebuah mall di tengah kota dan memutuskan untuk bermain sebuah permainan tembak-tembakan.
Permainannya mudah, kedua pemain mengenakan masing-masing pengikat kepala yang terdapat sebuah lampu sensor. Bermodal senjata masing-masing , kami akan saling mengejar dan mengincar sensor tersebut.
Jika tertembak, maka sensor itu akan berbunyi. Jika 3 kali tertembak, maka pemain dinyatakan kalah.
Solar membantuku memasangkan pengikat kepala itu di kepalaku. Karena tubuhku yang lebih pendek, aku hanya bisa membiarkan tubuhku tenggelam diantara kedua lengannya. Ia memakaikan alat itu dengan hati-hati karena khawatir akan menyakitiku.
Kami sempat bertukar pandang sebelum akhirnya mengambil senjata masing-masing dan memulai permainan.
Aku berlari , bersembunyi di balik tembok sedangkan Solar nampak bersembunyi di balik deretan matras. Aku dapat dengan mudah melihatnya karena tubuh tingginya yang mencolok.
Aku mengarahkan pistolku, berusaha membidik sensor di kepalanya namun dengan cepat ia menghindarinya hingga tembakanku meleset. Solar melakukan hal yang sama , tapi beruntungnya ia, karena tembakannya tepat sasaran sehingga sensor di kepalaku berbunyi.
Aku buru-buru berlari pergi dari sana, dan Solar mengikutiku. Lantas aku bersembunyi pada sebuah sudut dan Solar pada tembok dibelakangku.
"Hey, tuan Top-tier" aku memanggilnya.
"Hm?"
"Kau itu, selalu menyatakan cinta di depan publik seperti itu ya?" tanyaku.
"Aku hanya melakukannya pada orang yang benar-benar kusukai" jawabnya.
"Ah masa.." aku menyembulkan kepalaku di balik tembok dan mengarahkan pistolku padanya "tapi tidakkah kau pikir ini terlalu cepat??"
"Nggak juga sih" Solar keluar dari persembunyiannya dan menembakan pistolnya ke arahku "Kenapa harus lama-lama berbasa basi? Saat kau sudah menentukan targetmu, kau harus langsung menembaknya, kan?"
Aku menyeringai tipis "tidakkah kau takut aku akan menolakmu?"
Tiba-tiba , suasana menjadi hening. Suara Solar tidak lagi terdengar. Aku keluar dari tempat persembunyianku dan sadar bahwa Solar sudah tidak ada di tempatnya.
"Solar?"
Aku berkeliling mencari lelaki itu, namun tak kunjung kutemukan. Hingga tiba-tiba saja seseorang memeluk tubuhku dari belakang, dan ia menodongkan pistolnya di kepalaku.
"Aku seyakin itu menyatakan perasaanku padamu, karena aku tau.. kau juga menyukaiku"
Ia memojokanku pada tiang di belakangku, memajukan wajahnya dan hendak menciumku. Namun aku buru-buru menahan wajahnya.
"Tunggu, Solar.."
"Kau tau? Sejujurnya, aku malu saat kau melakukan itu. Aku tidak suka, karena kau mengatakannya di depan semua orang" tuturku.
"Maafkan aku.." ucap Solar "Aku tak memikirkan perasaanmu, aku hanya berpikir itu adalah saat yang tepat"
Aku menghela nafas panjang , lalu menatapnya serius.
"Gimana kalau aku bilang , kalau aku menerimamu hanya untuk menyelamatkan wajahmu?" ujarku.
"Karena seorang Top Tier sepertimu, tidak mungkin ingin kehilangan wajahmu di depan orang-orang itu kan?"
Solar tertegun sesaat, lalu ia mengangguk.
"Mungkin kau berpikir, kalau kau itu ganteng , sexy , kaya raya, dan kau akan mendapatkan apapun yang kau inginkan. Tapi kalau boleh jujur , kamu itu bukan tipeku" ujarku.
"Oh ya? Lalu.. tipemu itu yang seperti apa?" tanya Solar.
"Yah.. banyak yang harus dilakukan untuk menjadi tipeku. Aku tak yakin kau bisa melakukannya" jawabku.
"Aku yakin bisa melakukannya" Solar menjawab tanpa ragu "Beritahu aku, apa yang harus kulakukan?"
Aku berpikir sejenak, lalu tersenyum padanya "Bisakah kau memulainya dari awal dan mendekatiku lagi?"
"Aku tidak pernah suka dengan hubungan yang buru-buru. Karena aku ingin mengenal, mempelajari, dan benar-benar mengerti akan pasanganku sebelum menjalin hubungan yang serius, sesimpel itu kok"
"Sesimpel itu?"
Aku mengangguk "sesimpel itu"
Solar mengangguk angguk, ia tersenyum teduh lalu mengelus lembut kepalaku "Apapun akan kulakukan untuk mendapatkanmu, lihat saja"
"Aku akan menantikannya, tuan Top-tier"
***
Sementara itu, Jam sudah menunjukan sekitar pukul enam sore. Ice tengah berjalan sendirian di area kampus usai menyelesaikan kelasnya.
Sebagai informasi, Ice dipaksa untuk mengikuti beberapa kelas tambahan dikarenakan IPK nya yang jauh di bawah rata-rata. Kelas tambahan ini adalah kelas private 1-1 antara murid dan dosen pembimbing yang bertugas di mata pelajaran tertentu. Dan untuk Ice, kali ini yang mengajarinya adalah pak Ray.
Kelas baru saja berakhir dan Ice berjalan seraya mengusap usap bokongnya. Jujur, bokongnya terasa sakit usai kegiatan yang baru dilaluinya.
Hey tunggu, jangan berpikiran negatif dulu. Maksudnya adalah sakit karena duduk terlalu lama. Wajar saja, karena kelas tambahan ini diadakan selama 3 jam tanpa istirahat hingga Ice berkali kali nyaris tertidur karena bosan.
Saat ia menelusuri lorong yang mulai sepi itu, ia tak sengaja melihat sosok Blaze Andrew berdiri di ujung lorong.
Ia bahkan baru sadar bahwa mereka pergi ke kampus yang sama, karena memang ia tak pernah mengobrol lama dengan lelaki itu.
Ia sengaja berhenti untuk memperhatikan Blaze. Tak lama kemudian, seorang murid laki laki menghampiri Blaze dan menyerahkan sejumlah uang pada Blaze , dan di saat yang bersamaan Blaze menyerahkan sebuah botol kecil tanpa merk berisi cairan bening kecoklatan.
Tindakannya itu dia lakukan secara sembunyi-sembunyi seakan takut diketahui orang lain. Hal itu membuat Ice penasaran, ia pun bergegas menyusul Blaze yang sudah hendak berjalan pergi.
"Hey- penyanyi bar!" panggil Ice.
Blaze langsung menghentikan langkahnya dan berbalik saat mendengar suara memanggilnya. Ekspresinya langsung berubah masam saat tahu siapa yang datang.
"apa itu barusan? Kau jualan barang terlarang ya?"
Blaze langsung panik dan refleks menutup mulut Ice dengan tangannya.
"Ssh! bisa gak kalo ngomong gak usah gede gede??" kesal Blaze.
Ice terkekeh lalu memegang tangan Blaze dan menyingkirkannya dari mulutnya.
"Maaf maaf, tapi kenapa harus diam diam begitu?"
"supaya aku gak dicap tukang mabuk menyusahkan sepertimu" sindir Blaze.
"Aish, kau itu memang hobi banget cari masalah sama aku" Ice mendengus.
"Dan lagi.. kau menjual barang seperti itu di lingkungan kampus. Dan kau menjualnya pada junior di fakultasku, itu cukup menantang ya..tuan penyanyi. Kamu ga takut ketahuan?"
Blaze merotasikan bola matanya malas "Apapun yang aku jual, itu bukan urusanmu. Lagian, aku tidak sudi mendengar nasihat dari pemabuk dan pecandu sepertimu. Aku tak peduli, dan aku tak takut denganmu. Camkan itu"
Usai berkata demikian, Blaze pun berlalu meninggalkan Ice di sana sendirian.
Tapi tak diduga, Diam-diam, Ice mengikuti Blaze dengan mobilnya saat Blaze pergi untuk mengambil motornya.
Ia mengikuti laju motor Blaze, berusaha untuk tidak terlihat olehnya karena pasti Blaze akan mengomel lagi seperti anak perempuan.
Tapi ia tak tahan karena rasa penasarannya yang meluap luap tentang Blaze. Entah mengapa ia jadi ingin mencari tahu lebih banyak tentang penyanyi tampan itu.
Motor Blaze berhenti di sebuah bar yang cukup besar di tengah kota. Bar itu nampak berbeda dari yang ada di sepanjang jalan itu, karena bangunan itulah satu-satunya yang berhiaskan lampu pink bernamakan "Yoyo's bar" . Saat Blaze masuk ke dalam , Ice turun dari mobilnya dan membuntuti Blaze masuk ke bar itu.
Baru saja Ice melangkahkan kakinya masuk, ia sudah disambut oleh beberapa orang gadis yang mendekatinya. Gadis-gadis itu menggodanya dan mengajaknya untuk minum bersama.
Dalam keadaan normal, Ice tentu saja akan menyetujuinya tanpa pikir panjang. Tapi sekarang, pikirannya hanya tertuju pada sosok penyanyi tampan itu. Sehingga ia dengan sopan menolak ajakan gadis-gadis itu dan berlalu untuk mencari Blaze ditengah kerumunan orang.
"Ngapain kau ngikutin aku kesini?"
Ice langsung berbalik saat sebuah suara familiar memanggilnya. Tubuhnya menegang dan sedikit canggung saat ia berhadapan dengan Blaze.
"Aku tanya, kamu ngapain ngikutin aku?? Kamu stalker ya?" tanya Blaze lagi.
"A-apa..sih, siapa yang ngikutin kamu?? Aku ga sengaja kok kesini!" kilah Ice.
"Oh? ga sengaja ya? Lalu gimana bisa aku gak pernah lihat kamu sebelumnya?"
"Y-ya karena-"
"udah deh ngaku aja. Kamu tuh ga bisa bohong, mukamu kelihatan" ujar Blaze, seraya menunjuk wajah Ice yang terlihat tegang "Kamu mau ngapain kesini?"
"A-aku hanya penasaran. Kamu dari tadi keliling keliling dan bertransaksi dengan orang-orang. Di kampus, dan di bar Yoyo ini juga. Kau bandar narkoba ya?"
"Sialan kau" Blaze mendesis "apa yang aku jual itu urusanku. Kau ga punya temen ya? Ngapain sih ngikutin aku terus?"
Blaze menggelengkan kepalanya seraya berlalu dengan tas selempang yang sedari tadi dibawanya. Namun Ice buru-buru menahan lengannya.
"hey tunggu!"
Tanpa sengaja, Ice menyenggol tas yang dibawa oleh Blaze hingga terjatuh ke lantai. Blaze langsung panik dan buru-buru mengambil tas nya.
"Barangku! Hey kau- liat liat dong!"
Blaze memungut tas nya yang terjatuh itu dengan terburu buru. Lalu segera membukanya untuk memeriksa isinya.
Disaat itulah Ice mengintip isi tas Blaze yang tak sengaja menampakan beberapa botol minuman keras.
Ice menaikan sebelah alisnya "Kau menjual alkohol?"
"ya, plum wine racikan ibuku. Dia pemilik bar ini"
"Lalu kenapa kau harus sembunyi sembunyi kalau cuma jual alkohol racikan? Kukira kau bandar narkoba tau"
Blaze mendengus "alkohol itu kan ga legal untuk dijual di kampus. Tentu saja aku harus diam diam"
Ice mengangguk angguk. Ia lalu berjongkok di depan Blaze lalu menatapnya lekat.
"Kau sudah jadi penyanyi di bar, dan sekarang kau jualan barang ini. Padahal kau masih sekolah. Kau sebutuh uang apa sih?"
Netra jingga itu kini bertemu dengan netra aquamarine di depannya. Ia terlihat tidak suka dengan kata-kata Ice barusan.
"Kuberitahu padamu. Aku ini bukan anak orang kaya rese sepertimu. Aku harus bekerja untuk dapat uang, membeli sesuatu dan kuliah dengan uangku sendiri. Aku akan melakukan apapun, asalkan itu dapat menghasilkan uang. Kau mengerti?"
Usai mengatakan itu, Blaze bangkit dari tempatnya lalu berbalik hendak pergi dengan tas miliknya itu.
"Hey, penyanyi bar" Ice memanggil Blaze sebelum ia dapat pergi lebih jauh.
"Aku akan membayarmu mahal, untuk menemaniku minum minum dirumahku sambil berbincang. Bagaimana menurutmu?"
Blaze menghentikan langkahnya, ia menarik nafas panjang.
"Aku tak sudi dibayar oleh uang yang kau peras dari orangtua mu yang kaya raya itu" ucapnya.
"10 ribu ringgit"
Blaze meneguk ludah usai mendengar angka yang tidak main main itu.
"20 ribu ringgit. Temani aku minum, dan biarkan aku mencoba minumanmu itu"
"Aku-"
Blaze berdecih. Ia bahkan tidak tahu bagaimana harus bereaksi karena tidak pernah ada yang menawarinya uang begitu besar hanya untuk pekerjaan mudah. Namun sekarang itu ada di depan matanya.
"Sial... baiklah" ucap Blaze akhirnya.
***
🔞🔞🔞🔞⚠️
"Sshh...haah..."
Di dalam kamar remang yang berhiaskan lampu merah itu, dua laki laki nampak sedang bergumul satu sama lain.
Mereka tidak lain adalah Gempa dan Taufan.
Sejak Taufan masuk ke kamar Gempa, pria dominan itu tak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung meraup rakus bibir manis sang submisif. Sedari tadi ia tak berhenti mencium, mengigit, dan memasukan lidahnya ke dalam mulut mungil itu. Ia seolah berusaha mengobrak abrik isi mulut Taufan hingga Taufan kewalahan dibuatnya.
Namun apa boleh buat. Gempa benar-benar merasa Horny saat ini. Lelaki imut di hadapannya itu benar-benar membuatnya gila.
Di tengah tengah cumbuan mereka, mereka saling melepaskan pakaian masing masing dan membuangnya ke sembarang arah. Taufan melingkarkan kedua lengannya pada leher Gempa dan keduanya menjatuhkan diri ke kasur di belakang mereka dengan posisi Gempa menindih Taufan.
Memang dasarnya dua lelaki ini sudah dipenuhi nafsu, keduanya lantas menurunkan celana termasuk dalaman mereka hingga masing-masing milik mereka terpampang jelas.
Hal itu sudah biasa, karena ini bukanlah yang pertama kalinya mereka melakukan seks.
Gempa mengocok miliknya sendiri seraya menghujani tubuh indah Taufan dengan ciuman. Taufan sendiri sudah kehilangan dirinya dan mendesah saat ia mendapatkan pelepasannya. Ia benar-benar mudah tunduk saat berhadapan dengan lelaki penggila seks ini.
Tanpa menunggu lama, Gempa mempersiapkan kejantanannya lalu mulai menerobos pertahanan sempit Taufan. Dengan mudah, miliknya masuk dan menubruk soft spot Taufan hingga sang submisif mendesah nikmat.
"Ahh..haa..Gem- s..shit.."
"Ahhh..fan, you're fucking good.."
Gempa menggerakan miliknya semakin cepat , kedua tangannya memegang pinggang Taufan untuk mengontrol pergerakannya. Gerakannya itu membuat Taufan sedikit kewalahan, kedua netra biru nya seakan memutih saking nikmatnya sodokan lelaki itu yang membuatnya terbang ke langit ke tujuh.
Merasa ia masih belum puas, Gempa membalik tubuh Taufan hingga menungging. Posisinya itu membuat kejantanan Gempa masuk dengan lebih leluasa dan menghajar titik sensitif Taufan tanpa henti.
Suara desahan Taufan dan Gempa telah memenuhi ruangan itu, dan semakin keras saat mereka mencapai klimaksnya. Keduanya keluar secara bersamaan, dan Gempa mengeluarkan seluruh cairannya di dalam liang Taufan hingga rasanya rongga perut Taufan sangat penuh oleh cairan Gempa.
Gempa perlahan mengeluarkan miliknya, ia menjilat bibirnya sendiri dengan pemandangan di depannya. Sungguh menggiurkan melihat liang Taufan yang memerah dan terbuka lebar itu dipenuhi oleh cairan putih yang menetes.
Belum sempat Taufan menarik nafas, Gempa tau-tau membalik tubuh Taufan hingga posisinya kini menindih tubuh Taufan. Ia melebarkan paha kurus itu lalu kembali menggempur Taufan.
Taufan rasanya ingin pingsan karena sedari tadi lelaki di atasnya bergerak dan menggempurnya dengan sangat brutal hingga ia tak sanggup lagi mendesah dan hanya meringis menahan nikmat. Sprei di bawahnya pun ia cengkram dengan kuat, dan sekali lagi Gempa mengeluarkan seluruh cairannya di dalam liang Taufan.
Benar apa yang dikatakan orang orang. Gempa benar-benar gila saat berhubungan seks. Ia sudah seperti orang kesetanan.
Dan mungkin, Taufan mulai menyesal telah menjadikan dirinya budak seks dari lelaki penggila seks itu.
***
To be continued.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro