Only Friends : Chapter 2
Di depan kelas, kami berempat tengah mempresentasikan mengenai project tugas akhir semester, dimana masing-masing kelompok beranggotakan 4 orang harus membuat sebuah project dimana kami dapat melakukan kegiatan sosial dengan masyarakat.
Mungkin sedikit tidak berhubungan..tapi, kelompok kami berencana akan membuat sebuah resort sendiri di daerah pergunungan, namun letaknya tak jauh dari ibukota. Gedung resort itu sendiri dimodali oleh ayahnya Ice, itu adalah salah satu Villa yang dibelinya namun tidak ada siapapun yang meninggali sehingga kami diizinkan untuk menggunakannya.
"Dan demikian, presentasi kami mengenai project akhir tahun. Kami sangat antusias dengan project ini dan kami yakin ini semua akan berjalan lancar. Sekian dan Terima kasih.."
Claire, mengakhiri presentasi itu dengan ucapan Terima kasih. Dan langsung disambut oleh tepuk tangan seisi kelas.
Dosen kami yang tengah berdiri di tengah-tengah siswa, hanya memandangi kami dengan lengannya yang terlipat di dada.
"Kau yakin akan berjalan lancar? Lihatlah temanmu yang teler itu" Dosen menunjuk pada Ice yang berkali kali terantuk dan sama sekali tidak fokus dengan pelajaran karena masih pusing akibat kebanyakan minum.
Aku buru buru menyikut Ice yang hanya berdiri dengan mata tertutup, dan Ice pun langsung sadar. Ia menggelengkan kepalanya dan berusaha menfokuskan matanya pada sang Dosen yang nampak tidak terkesan melihat Ice.
"A-aku.. tidak- aku nggak teler kok pak hahaha.. dan aku pasti kalau ini akan berjalan lancar. Karena ayahku akan mensponsori project ini secara penuh" ujar Ice.
"Kalau kalian memang yakin, saya hanya bisa memberi dukungan dan semoga project kalian berjalan dengan sukses. Terima kasih, kalian boleh duduk"
"Terima kasih"
Aku dan teman-temanku kompak mengantupkan kedua tangan kami sebagai tanda terima kasih dan berakhirnya presentasi kami.
***
"Whoa...gila..."
Itu adalah kata pertama yang keluar dari si gadis nakal, Claire begitu kami tiba di Villa yang rencananya akan kami sulap menjadi resort. Aku dan yang Gempa pun bereaksi yang sama melihat kemegahan Villa itu. Apalagi bagian dalamnya benar-benar asri dan dikelilingi perpohonan yang indah.
Ice hanya tersenyum senyum puas melihat teman-temannya itu menyukai villa miliknya, terbukti Gempa yang sedari tadi tidak dapat berhenti mengambil gambar dengan kamera SLR miliknya.
Selain menggilai seks, Gempa juga sangat menyukai fotografi. Ia cukup lihai mengambil foto-foto yang indah. Jika ditanya apa impiannya , ia selalu bilang ingin menjadi fotografer terkenal dan memiliki galerinya sendiri.
"Tidakkah kau pikir, resort ini sudah memiliki segalanya? Kita tidak perlu banyak renovasi.. tapi kita tetap butuh desainer untuk menata ulang tempat ini agar seperti resort pada umumnya.." ujarku.
"Aku tau kan.." gumam Claire.
"Karena Ice sudah menyediakan tempat ini, ia bisa bertanggung jawab untuk bagian finansial.. aku bisa mengurus bagian PR , dan kau Hali.. bisa mengurus bagian manajemen resort nya, tapi masalahnya sekarang.. dimana kita bisa menemukan desainer?"
Aku mengangguk angguk "betul juga.. diantara kita kan tidak ada yang bisa desain, Gem..bagaimana denganmu?"
Gempa tidak merespon karena ia sibuk mengambil gambar di luar pintu kaca tempat kolam renang berada. Melihat itu, Claire berkacak pinggang lalu memanggil lagi dengan setengah berteriak.
"Gempaa Bradleey"
"Hah? apa??" Gempa akhirnya merespon , ia menurunkan kameranya dan menghampiri kami di ruangan sebelah.
"Apa kau punya kenalan Desainer yang bisa membantu kita untuk menata ulang tempat ini?" Aku mengulang pertanyaanku. Gempa nampak berpikir sejenak, lalu kemudian ia mengangguk seraya tersenyum tipis.
"Ada. Nanti akan kukenalkan pada kalian" jawabnya.
***
Siang itu, sepulangnya dari melihat lihat resort milik keluarga Ice yang akan dijadikan tempat project bersama teman-temannya, Gempa berniat untuk menservis ponselnya.
Ia akhirnya memutuskan untuk mengunjungi sebuah toko ponsel yang tak jauh dari rumahnya. Ia memang tak pernah mengunjungi toko itu sebelumnya, namun toko itu terlihat cukup besar dan bagus.
Saat ia masuk, pemandangan dari seorang lelaki yang terlihat seumuran dengannya di meja counter langsung menembus pandangannya. Lelaki muda itu terlihat asyik dengan ponsel dan headphonenya, terlihat sedang memainkan game yang seru.
"Halo, saya ingin servis handphone"
Lelaki muda itu tidak bergeming.
"Halo? Dik? Saya mau servis handphone"
Gempa memanggilnya sekali lagi, namun lelaki itu tetap tidak bergeming dari duduknya. Pada akhirnya Gempa masuk ke area counter lalu melepas headphone milik lelaki muda itu hingga sang empu terkejut dan langsung bangkit dari kursinya.
"Eh- s-siapa kau?? Apa yang kau lakukan disini??" tanyanya.
Gempa menghela nafas lalu ia tersenyum seraya menunjukan ponsel di tangannya "aku ingin menservis ponselku. Aku sudah memanggilmu sedari tadi tapi kau tidak meresponnya"
Lelaki muda itu terkekeh, lalu meminta Gempa keluar dari counter itu dan mengambil ponsel yang disodorkan Gempa.
"sudah beberapa hari ini layarnya selalu nge-freeze dan sering mati sendiri. Beberapa dataku juga jadi hilang karenanya. Apa kau pikir kau bisa memperbaikinya?" Gempa menjelaskan panjang lebar.
Lelaki itu mengangguk angguk, dan setelah mengamati ponsel Gempa selama beberapa saat, ia pun berkata.
"Bisa, tapi kurasa kau harus meninggalkannya disini beberapa hari. Ini ada sparepart yang harus diperbaiki dan aku tidak punya stoknya, jadi aku harus memesannya dulu"
Gempa mengangguk "tidak masalah. Kalau begitu.. nanti aku akan datang mengambilnya lagi"
Saat ia ingin beranjak, lelaki muda itu tiba-tiba menahan sebelah lengannya. Mereka sempat bertukar pandang dan Gempa bisa dengan jelas melihat pada kedua netra biru safir milik lelaki muda itu bahwa ia tertarik padanya.
Karena itulah Gempa tersenyum tipis, ia menanyakan jika ada yang bisa ia bantu kembali pada lelaki muda itu.
"Uh.. bisakah aku minta nomor teleponmu? Supaya aku bisa menghubungimu saat ponselmu sudah selesai diperbaiki?"
Alasan klasik.. begitu pikir Gempa. Namun lelaki muda itu memiliki paras yang imut dan menggemaskan. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana cantiknya lelaki itu mendesah kenikmatan dibawah kungkungannya. Karena itulah ia memberikan nomor ponselnya tanpa ragu.
"Siapa namamu?" tanya Gempa.
"Taufan" jawabnya.
"Nama keluarga?"
"Alvino"
Gempa mengangguk angguk.
"Kau bagaimana?" Taufan bertanya balik.
"Namaku Gempa, Gempa Bradley" jawab Gempa.
Kali ini, giliran Taufan yang mengangguk. Ia terlihat salah tingkah dan langsung mengalihkan pandangannya dari Gempa. Hal itu sedikit membuat Gempa ingin tertawa.
"Kau berkuliah juga?" tanya Gempa "wajahmu muda sekali, kupikir kau baru lulus SMP"
"Enak saja! Aku mahasiswa tingkat 4 tau, aku sudah hampir lulus!" dengus Taufan.
"tingkat 4, berarti sama denganku" senyum Gempa. Ia sempat menepuk pundak lelaki muda itu sebelum akhirnya ia berlalu.
"Sampai jumpa lagi, Taufan Alvino.."
Taufan hanya tersenyum kecil lalu mengangguk. Berusaha menahan rona merah di wajahnya hingga Gempa keluar dari sana.
***
"Ini temanku, Solar. Dia adalah desainer yang kumaksudkan. Dia mahasiswa jurusan design dan arsitektur dan ia membantu design hotel milik ayahnya"
Malam itu, seperti biasa kami berkumpul di club Silver Bullet milik kak Sunny. Gempa datang dengan membawa seorang lelaki sepantaran mereka dengan perawakan tampan dan tinggi, dan sepertinya juga kaya raya. Ia tersenyum pada kami, namun dengan cepat perhatiannya teralihkan padaku.
"Aku Solar, bolehkah aku jadi teman kalian juga?" tanya Solar, ia tersenyum genit lalu mengambil tempat di sebelahku. Kedua netra silver miliknya tak dapat lepas dariku hingga membuatku sedikit salah tingkah.
Namun, aku tak menaruh curiga sedikitpun. Toh kami juga membutuhkannya dalam project kami, jadi tidak ada salahnya bersikap baik dan menjadikannya teman. Lagipula.. lelaki ini benar-benar tampan dan aku tidak bisa menolaknya.
"Siapa namamu?" Solar bertanya padaku.
"aku Halilintar.." aku menjawab pelan seraya memperbaiki posisi kacamata bulat berbingkai tipis yang kukenakan. Aku berusaha keras menghindari tatapannya namun sulit kulakukan, sorot matanya begitu tajam seolah siap menerkamku kapan saja.
"Baiklah, Hali..." ia menepuk sebelah pundakku "aku akan kesana sebentar dan mengambil minuman ya"
Aku mengangguk, dan Solar segera berlalu dari sana diikuti oleh Gempa yang katanya juga ingin mengambil minuman. Saat mereka sudah cukup jauh, Claire lantas menarikku mendekat dan merangkulku.
"Hey, Hali" ucapnya seraya menegak minuman haram itu "kurasa Solar menyukaimu" lanjutnya.
"Kau gila ya??" sangkalku "nggaklah, kita baru aja ketemu gak sampai 5 menit. Kau mabuk tuh, Claire!"
"Heey kau tidak perlu menunggu lama untuk jatuh cinta, dia pakai gelang hijau, artinya dia single!" Claire lagi-lagi berkomentar dengan kondisi setengah teler "lagian, ketemu cowok kayak dia itu.. jarang tau. Ganteng, tinggi , kaya raya, benar-benar definisi seorang Top-Tier!"
Aku menyeringai seraya menggeleng , lalu aku meliriknya yang tengah berada di counter bar mengobrol bersama Gempa.
"Gak segampang itulah, Claire. Orang-orang seperti dia, pasti gak ada bedanya sama Gempa. Aku hanya ingin menjalin hubungan yang serius, tak sebatas one night stand aja" ujarku.
"Ahh, tapi kau harus mencobanya Hal- kalau kau mau kehilangan keperawananmu, biarkan orang setampan dia yang merenggutnya. Nanti kalau ada yang tanya, kau bisa menyombong karena telah kehilangan perawanmu pada lelaki sekeren dia!"
Aku menjitak kepala gadis itu lalu menggeleng geleng tak percaya "ngaco ah kau Claire"
"Temanmu imut ya" Solar yang tengah berdiri di depan counter seraya menegak minuman ditangannya itu melirik padaku dari kejauhan.
"Katakan, bisakah kau menjodohkanku dengan dia?"
Gempa terkekeh, lalu menggeleng pelan "Aish, Sol.. kurasa jangan deh. Dia itu perawan polos yang tidak ada pengalamannya, dia bukan tipemu"
"perawan?" Solar menyeringai "sungguh menarik, aku ingin mencobanya. Aku bosan bermain dengan orang yang sudah tau segalanya, sekali-sekali aku ingin mencoba sesuatu yang baru" ucapnya.
Mendengar itu, Gempa tersenyum sinis "Baiklah, terserah kau. Kalau kau segitunya ingin mencoba dia, tapi aku tak akan ikut campur soal kalian kedepannya ya"
"Lagipula.. sepertinya Hali tidak tertarik denganmu, ia itu kutu buku dan pengecut. Mungkin sekarang ia sudah berpikir akan pulang, tidur, menikmati sepiring biskuit dengan susu hangat, dan mendengarkan lagu"
Solar meneguk habis sisa minuman haram itu, lalu mendekatkan wajahnya pada Gempa "apa aku pernah tidak mendapatkan apa yang kuinginkan?"
Gelas ditangannya pun ia letakan di counter, lalu berjalan menghampiriku yang tengah menari bersama Claire.
Bisa dibilang, aku memiliki toleransi yang rendah terhadap alkohol, sehingga sedikit minum saja bisa membuatku kehilangan diriku. Tapi aku hanya menegak satu atau dua gelas, dan kepalaku terasa ringan. Mungkin karena jenis alkohol baru yang dipesan oleh Ice.
Aku dapat merasakan Solar mulai mendekat-dekatiku dan menyentuhku yang sedang menari seorang diri. Sebelah tanganku dipegangnya dan ia mengajakku menari bersama mengikuti ritmenya.
Dari kejauhan, Ice yang tengah meneguk isi gelasnya itu memperhatikanku dan Solar dengan raut wajah kesal, sedangkan Gempa sudah keluar dari bar itu detik dimana Solar mulai menghampiriku.
Di luar gedung , Gempa hanya mendengus seraya menatap ke sembarang arah. Raut wajahnya terlihat tidak senang dengan apa yang baru saja terjadi, dan di saat yang bersamaan seorang lelaki asing mengikutinya dan berdiri dibelakangnya.
"Hey, kau Gempa Bradley kan?"
Gempa menaikan sebelah alisnya, menatap lelaki asing itu dengan heran "darimana kau tau namaku?"
Lelaki itu tertawa "Siapa sih yang tak mengenalmu di bar ini?" Ia mendekati Gempa dengan seringainya, lalu jemarinya mulai menggerayangi dada Gempa yang terbalut kemeja hijau bermotif bunga itu.
"Suasana di bar sedikit membosankan, tidakkah kau pikir? Aku memiliki banyak minuman di rumahku, kalau kau mau.." lelaki itu berbisik, seakan memberikan kode pada Gempa untuk mengikutinya.
Gempa sempat berpikir sejenak, lalu seringai tipisnya muncul dan ia akhirnya mengikuti lelaki itu masuk ke mobilnya.
***
"Maaf ya, aku jadi harus mampir. Kepalaku sedikit pusing karena kebanyakan minum"
Ucap Solar, begitu ia ikut masuk kedalam kamarku. Ia memang meminta untuk mampir ke rumahku karena ia mabuk dan perlu mengistirahatkan dirinya, ia juga tidak bisa menyetir pulang ke rumahnya karena takut membahayakan dirinya dan orang lain, karena itulah aku yang rumahnya cukup dekat dengan bar kak Sunny akhirnya menawarkan diri untuk ia beristirahat dirumahku sampai mabuknya hilang.
"Tidak masalah.. tapi aku jarang menerima tamu, jadi maaf kalau rumahku berantakan ya.." ujarku.
Solar mengikutiku berjalan hingga ke dapur dengan seringai tipis di bibirnya, sedangkan aku mengambilkan segelas air putih untuknya.
Saat aku berbalik, Solar sudah berdiri dibelakangku. Ekspresi wajahnya saat itu sesungguhnya membuatku takut. Ia benar-benar terlihat seperti pria tampan mesum yang sudah siap menyantapku.
Aku menyodorkan gelas berisi air putih itu padanya, dan ia meminumnya seraya melirikku. Senyumannya mengembang saat melihatku tegang , ia lalu meletakan gelas itu di atas meja dapur.
"Kamarmu benar-benar cocok denganmu, Hali.. kasurmu juga, terlihat nyaman.." ucapnya dengan nada merendah, ia berjalan selangkah mendekatiku.
"Kau tau kan..? Kalau kepalaku tidak benar-benar pusing? aku hanya butuh alasan untuk masuk ke kamarmu.."
Aku tersenyum tipis, lalu mengangguk "yah... aku sudah tau kok" ucapku.
"Kau sudah tau.. dan kau tetap membiarkanku masuk? Apa artinya..kau juga menyukaiku?"
"Um.. Aku menyukaimu" angguk ku tanpa ragu.
Senyum miring di wajahnya semakin terlihat jelas mendengar jawabanku "lalu..apa kau tau apa yang akan terjadi selanjutnya?"
"Aku tau" jawabku lagi.
"Benarkah?"
Sang dominan semakin mendekatiku, ia melepas kacamata tipis yang menghalangi bola mataku dengan hati-hati , lalu ia merengkuh pinggangku dengan sebelah lengannya yang cukup kekar itu. Ia berbisik di telingaku.
"Tapi mungkin kau akan terkejut dan tidak menyangka dengan bagaimana aku akan memulainya.." bisiknya merendah.
Setelah mengatakan itu, sebelah tangannya langsung meraih tengkukku dan menyatukan kedua bibir kami dalam sebuah ciuman penuh nafsu.
To be continued.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro