IL-12-Spesies Yang Sama [Abigail]
Edited
IL-12-Spesies Yang Sama [Abigail]
Alden mengirim pesan yang isinya menyuruhku menemui dia di depan toilet siswa.
Eh, ini bocah somplak banget ya! Tidak ada tempat yang lebih etis untuk ketemuan?
"Abby, Abby, Abby! Kantin nyok! Laper mata dan laper perut." Lora muncul di samping mejaku, dia berkedip genit.
"E ... lo berdua duluan aja. Gue mau pipis dulu." Cengiran ala kuda melengkapi kebohonganku.
Benar sih, aku mau ke toilet tapi kan bukan buat kencing.
Kika mengapit lengan Lora. "Yodah! Cepetan ya, menu hari ini katanya enak."
Aku menggangguk menunjukkan jempolku.
Dua temanku melangkah mendahuluiku yang sedang menatap ponsel untuk membalas pesan Alden.
To : Monkey
K.
Bahagianya bisa membalas dengan satu huruf saja, biar Alden merasakan yang namanya perasaan dongkol kalau cuma dapat jawaban sehuruf!
"Bego! Lihat-lihat dong! Baju gue jadi basah!" Pekikan seseorang membuatku mendongak.
Itu suara amarah Kika yang kemejanya ketumpahan air milik....
"Atha?" Aku mengucapkan nama orang yang membasahi seragam Kika. Atha menunduk mengeluarkan saputangan dari dalam tasnya.
Duh, masalah.
"Ma ... maaf Kik, lagian, elo juga yang sengaja nyeng--"
"Oh, lo jadi nyalahin gue, huh? Berani lo sama gue?!" Perkataan Atha yang gelagapan dipotong oleh seruan Kika.
Benar-benar masalah.
Lora diam saja, bukannya menengahi dan kulihat dia mesam-mesam aneh. Yes, aneh karena aku merasakan aura jahat di sekitar mereka.
Barbie baik hati harus jadi orang yang benar! Aku berjalan mendekati tiga makhluk hidup itu dengan detak jantung yang berpacu.
"Heh, Atha! Lo itu ga usah sok di sini! Siapa sih lo? Lo cuma cewek tolol yang ga tau malu!" Kalimat yang begitu pedas keluar dari mulut Kika. Dia bersedekap dada memandangi Atha penuh kebencian.
"Gue ... emang bukan si ... siapa-siapa tapi lo 'kan ga usah sampe ngomong jahat begitu." Omongan Atha banyak benarnya, Kika memang terlalu berlebihan memarahi Atha.
Itu cuma air putih dan, hei! Tidak akan menimbulkan noda!
"Kika, please, gak usah pake acara kasar-kasaran deh," ujarku datar, kini aku berdiri di sebelah Kika.
Lora menengok dengan mata yang dipicingkan. "Lo belain dia?" Dia menunjuk wajah Atha.
Aku mendengus merasa serba salah, aku tidak berpihak atau membela siapa-siapa di antara mereka. Tapi mereka berdua memang yang salah karena harusnya tidak usah pakai acara sewot-sewotan. Mulutku hendak berucap, aku melihat dari ekor mataku. Atha sudah mengangkat wajahnya dan dia terlihat harap-harap cemas menungguku bicara. Begitu juga dengan Kika yang melihatku dengan tatapan: 'kalo lo temen kita, jambak Atha sekarang!'
Bitch please, kita sudah besar, hal bullying menurutku sangatlah kekanakan.
"Abby, jawab dong!" tuntut Lora.
"Ngapain gue belain dia, ga ada untungnya buat gue. Hemat tenaga kalian, girls. Tenaga buat marahin dia." Aku mengucapkan kalimat jahat ini karena mengingat permintaan Alden yang menyuruhku membantu dia membenci Atha.
Membenci Atha berarti aku harus menjauhkan dia dan tidak mengacuhkan cewek ini.
Atha menggigit bibirnya sebelum pergi meninggalkan kami bertiga.
Kika dan Lora melompat girang melihat Atha yang kian menjauh.
Sekarang, rasa bersalah menampar hatiku. Aku tahu, aku ikutan salah, sangat bersalah.
"Anak kayak Atha emang ga cocok sama kita. Cewek freak!" Celetukan Kika menambah rasa bersalahku.
"Terserah kalianlah." Aku bergumam pelan, meninggalkan mereka berdua.
Insiden Atha-hampir-dijambak, mengikis suasana hatiku yang tadinya senang-senang saja menjadi loyo.
Kalau lagi badmood begini, enaknya tuh tiduran di kamar, baca koleksi novel sekalian mengemil sampai kenyang. Tch, aku jadi merindukan membaca narasi yang menjelaskan adegan hot antar dua manusia.
Kubuyarkan gambaran di kepalaku tentang tokoh-tokoh novel yang sedang bergulat di atas kasur.
Semakin dipikir, otakku sudah over kotor.
Aku butuh transplantasi otak secepatnya. Ada yang mau donor?
Belokan demi belokan aku lewat, tinggal satu belokan lagi dan taraaaaa! Titik pertemuan kami ada di depan mata.
Alden bersandar di tembok menatapku datar.
"Lama. Sam keburu ngacir ke kantin."
Sudut bibir kananku terangkat saat mendesis.
"Lo aja kali yang datengnya kecepetan."
Oh, berarti Alden tidak asal milih tempat untuk ketemuan. Aku jadi tertawa dalam hati.
"Gue bawa kabar baik buat lo." Wajah Alden flat banget hari ini dan nada bicaranya dingin kayak es balok dan sorot matanya tidak semangat.
"Kabar apa?"
"Gue udah temenan sama Sam."
Untung saja aku langsung menutup mulutku, kalau tidak suara toa pasti bergaung seantero sekolahan.
"Se ... se ... serius?"
Alden menganggut-anggut. "Tapi, lo yakin mau ngegebet dia?"
Giliran aku yang melipat tanganku, menggangguk penuh antusiasme. "Dan macarin dia!"
Setelah puas terkekeh-kekeh, Alden menggandeng tanganku.
"Eh, mau ke mana?" Aku menerka-nerka ke mana dia akan membawaku.
Tunggu, Alden bilang dia udah temenan sama Sam.
HAH?! JANGAN BILANG!
"Ngenalin lo sama Sam."
~°°~
Aku menelan ludah dalam-dalam, asyik! Mau kenalan sama cowok ganteng!
Aku duduk menghadap Sam yang lahap memakan nasi dengan potongan daging asap, aku bukan mengiler melihat makanannya tapi aku mengiler kepengin makan orangnya, ya, aku ingin memakan Sam.
Rawr!
"Ekhem." Alden berdeham, memberi kode agar fokus Sam tidak cuma ke makanan.
"Oh, lo Al, sori gue duluan," ucap Sam setelah menelan makanannya. Jakun seksinya minta dijilat. Wah, mesumnya mulai deh. ASTAGA!
"Sam, kenalin. Ini kembaran gue." Alden menunjukku menggunakan dagunya.
Ah! Aku lupa, aku lupa minta sama Tuhan biar Sam lupa masalah kalimat mesum yang terlontar dari mulutku sewaktu di UKS.
Sam memandangi Al sejenak lalu menatapku, kemudian melihat Alden kembali. Siklus itu dia lakukan sampai sekitar tiga puluh detik, barulah dia mengulurkan tangan.
"Sam," singkatnya.
Aku menghela napas lega, sepertinya dia tipe orang yang--tidak--ingin--mengingat--hal--tidak--diperlukan.
Dia lupa! Tidak terbayang malunya aku, kalau Sam menceplos masalah pertemuan pertama kami.
"Abigail, panggil gue Abby." Aku senang sekali bersalaman dengan cowok yang mencuri perhatianku. Salaman itu tak berlangsung lama karena Sam langsung menarik tangannya dan kembali makan.
Lirikan 'Gue harus apa?' tertuju kepada Alden yang mulai memakan menu yang sama, tapi Alden ada tambahan sayurnya.
Kantin sekolahan kami dibuat ala prasmanan, seperti di sekolah luar negeri. Ada paket menunya juga, sekolah yang ternama. Berhubung Papah adalah seorang konglomerat, dia tidak mungkin memilihkan sekolah menengah ke bawah untuk anak-anaknya; biarpun kami mau-mau saja masuk ke sekolah biasa.
Sam tidak banyak bicara, dia sibuk mengunyah dan menelan makanannya. Persisnya dia punya dunia sendiri.
"Ga suka sayur?" tanyaku memulai topik agar suasana hening tidak keterusan.
"Iya." Singkat Sam lagi, lama-kelamaan aku pengen nabok mulut Sam pakai sepatuku yang jarang dicuci. Ganteng, cool, tapi irit omong?
Biasanya cewek tergila-gila dengan tipe cowok begini, cowok yang punya aura kemisteriusan. But me? No, thank you.
Tipe makhluk hidup refrigator kulkas yang sedingin kutub utara. Itulah gambaran Sam yang ada di otakku.
INI GIMANA MAU PEDEKATE! Ditanggapin aja kagak.
Aku sedikit kecewa. Ini namanya nipu! Kemasannya menipu!
"Yes, babe. Maaf tadi ninggalin kamu. Ya, miss you too."
Aku memejamkan mata sekilas mendengar suara yang tidak asing di telingaku. Pandanganku beralih kepada Alden yang matanya melotot, sedikit lagi ..., matanya bakal menggelinding keluar.
Atha, ada apa dengan dirimu? Kenapa kamu sampai kemakan pesona playboy kutu kupret yang sekarang sedang menarik kursi dan duduk di sebelah Sam.
Lihat, mereka duduk bersanding, cewek-cewek mulai berbisik. Alden? Dia juga termasuk yang dipuja.
Alden dan Rio hanya dibenci oleh orang-orang yang iri dengan kegeniusan mereka. Yaiyalah gimana tidak disebut genius? Tukang bolos, tapi bisa duduk di urutan ranking terdepan!
Alden duduk di sampingku, dia berhenti makan. Kulihat tangan kirinya mengepal di bawah, dia sedang menahan emosinya.
"Pacar?" Alden buka suara.
Shit, dia geram.
"Iyalah, baru dapet tadi di sekolah lain," ucap Rio yang terdengar polos.
Sam? Dia sibuk makan. Oh, makhluk jenis apa yang ada di hadapanku?
"Rio Alexander, panggil gue Rio." Rio mengulurkan tangannya kepada Sam yang mulutnya penuh makanan.
Gosh, sebenarnya cowok ganteng macam apa dia?
Banyak pertanyaan muncul di benakku, lama-kelamaan aku jadi pusing sendiri.
"Sam." Perkenalan Sam selalu singkat, jelas dan padat, kemudian dia kembali makan.
"Lo pindahan dari mana?" Pertanyaan itu diucapkan oleh Rio. Topik yang bagus!
"Gue pindahan SMA dari Kanada," jawab Sam cepat. Aku mengangguk mengerti, mungkin itu alasan kenapa Sam seperti punya dunia sendiri.
Oh, iya kembali ke Alden. Aku melirik Alden yang cuma melihat makanannya saja.
"Lo punya pacar?" Aku sontak mendelik mendengar lontaran pertanyaan Rio tanpa basa-basi. Aku menunggu jawaban Sam yang sedang berpikir.
Wajahnya terlihat menimang-nimang, dia menghitung sesuatu memakai jari tangannya.
"Many," jawabnya datar lalu kembali memakan makannya.
Fuck! Tadi dia bilang banyak?!
Senyum remeh dilempar Rio untukku. Mereka berdua ternyata berasal dari spesies yang sama!
Demi bodi Kim Kardashian, aku ingin memutilasi mereka berdua. Sekarang aku tanya kepada diriku sendiri, apakah aku mampu?
Aku malas sekali berurusan dengan yang namanya playboy.
"Kapan-kapan mau tukeran cewek?" Rio setan! Tawaran macam apa barusan?
Sam kembali berhenti mengunyah, dia mengangguk.
WHAT?!
Aku kembali menengok ke arah Alden, dia sudah lenyap.
~°°~
Sudah lima bantal melayang ke wajah Rio yang terus tertawa setan. Bocah ini betah sekali main di rumahku akhir-akhir ini! Dia berdiri sambil tertawa terpingkal-pingkal memegangi perutnya. Aku terpaksa pulang bersamanya karena Alden menginap di apartemen hari ini. Arah pulang ke rumah dan ke apartemen Papah berlawanan.
"Hahahahahaha..., tipe lo buruk, By. ANCUR PARAH!" Dia menyeka airmata? Haish, ketawa sampai keluar air mata berarti ngakak banget dong? Sialan.
Bibirku manyun, semaju-majunya.
Benar sekali! Apa benar tipe cowok ganteng yang loyal cuma tinggal Papah di dunia ini? Ya, Papah gantengnya kebangetan dan dia sangat setia dengan Mamah. Tuhan! Sisakan aku tolong, sisakan cowok setia dan kalau bisa yang ganteng sekalian!
Aku salah pilih target! Aku salah pilih gebetan, aku jatuh cinta kepada orang yang salah. Sam bukan Pangeran impianku. Dia jauh dari bayanganku, aku benar-benar tertipu sama tampang cool-nya. Damn it.
"Rese, lo! Pergi sono! Gue bisa belekan lama-lama lihat lo mulu di rumah gue!" Aku menjerit kesal melempar Rio menggunakan sepatuku.
Rio bisa melengos dan sepatu itu mendarat mengenai...
"HUAAAAAAAAA! Mamah! Kak Abby jahat! Lita dilempar sepatu!" Sepatuku melayang indah mengenai jidat Lita yang tiba-tiba berada di belakang Rio. Dia memakai pakaian bebas juga menenteng sebuah mobil remote control yang masih terbungkus kotak.
Lita meweknya keras sekali, volume-nya semakin keras saat Rio mendekatinya.
Ha! Lita lagi modus!
"Hiks, hiks, Kak ... Rio ... Kak ... Abby jahat!" Ini anak pintar sekali berakting.
Rio berjongkok mengusap pipi Lita menggunakan kedua ibu jarinya. "Cup, cup. Kak Abby ga sengaja kok, sayang. Mana yang sakit, hem?"
Aku melihat Mamah mulai berjalan mendekat ke arah kami, dia sedang menelepon seseorang. Di tangannya ada dua plastik putih ukuran besar yang tidak tahu apa saja isinya.
"Abby! Sini bantuin mamah bawa daripada bengong," perintah Mamah, mau tidak mau aku menurutinya. Nanti tinggal minta upah dong. Upahnya buat beli novel hot lewat online. Pintar 'kan daku? Abby gitu loh.
Aku memalingkan muka saat melewati Lita yang betah berakting. "Di sini, Kak." Dia pasti sedang menunjuk keningnya.
Aku membawakan satu kantong belanjaan Mamah yang beratnya minta ampun. Setelah aku intip sedikit, aku menyengir. Isinya kebanyakan cemilanku!
"Ih, Mamah baik deh," pujiku berkedip manja.
"Ya itu jajan kamu, Alden, Rio, Lita, tapi bukan berarti diabisin semua," tegas Mamah padaku.
Tch, tuh, bahkan Rio dapat jatah cemilan juga.
"Ga janji, Mah." Aku tersenyum lebar. Jatahnya Rio, aku ambil saja. Biarkan saja!
"Sini, Kak Rio sembuhin."
Aku berhenti untuk melihat bagaimana cara Rio akan menyembuhkan Lita.
"AKHIRNYA! AKU DICIUM KAK RIO!" sorak Lita gembira karena keningnya yang terkena lemparanku dikecup oleh Rio.
Setelah dicium, Lita loncat-loncat girang menuju kamarnya.
Rio berdecak geli, dia kembali tertawa lepas. Dia menertawai kegirangan Lita yang mendapat kecupannya.
Aku menatap Rio jijik. "Iuh, pedo."
Puas menghina Rio, aku berjalan santai menuju dapur.
Kupertaruhkan uang jajanku setahun, Rio tentu menahan teriakan amarahnya untukku. Karena apa? Karena ada Mamah di sekitar kami.
Aduh, taruhan sama kutu kupret itu gimana ya?
Sepertinya butuh bicara empat mata dengan Rio. Tapi setiap melihat dia bawaannya horor. Lintas peristiwa malam remang-remang itu kembali aku ingat.
Aku takut, kalau berbicara empat mata. Bagaimana jika aku nanti diajak berbuat mesum dengannya?
Hm, aku takut, aku takut tergoda.
Melihat kulkas yang tinggi menjulang, aku bergumam,
"Jepitin kepala di situ bisa buat otakku balik normal lagi ga ya?"
Ada dua pilihan konyol yang kupikirkan, transplantasi otak atau cuci otak pakai detergen.
Pusing deh kepala Abigail. Sam dan Rio berasal dari spesies yang sama. Cowok ganteng tapi playboy!
Sialan.
~•••~
Tbc! Vomment!
Akhirnya, resmi diluncurkan tokoh Sam, saudara-saudara!
Wakakaka...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro