Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dear My Family

Ego dan gengsi telah memecah keluarga Sasuke. Menyebabkan kesedihan bagi sang ibu, serta menimbulkan tekad dalam diri Sasuke untuk mengembalikan keutuhan keluarganya kembali. Mampukah pemuda itu melakukannya?

.
.

- Happy Reading -

Institut Le Rosey. Sekolah yang terletak di Switzerland ini memang pantas dijuluki “school of kings”. Karena memang muridnya kebanyakan adalah kalangan kelas atas. Tidak mengherankan, dengan bayaran sekolahnya yang mencapai 50,000 euro (sekitar Rp. 700juta) per tahun, sekolah ini dikenal sebagai the world’s most expensive international school. Tapi, bayaran yang mahal ini sebanding dengan fasilitas yang didapat para muridnya.

Bisa dilihat dari gedung sekolah yang berbentuk seperti kastil seluas 28 hektar dengan pemandangan langsung menghadap danau Geneva yang indah. Di dalam gedung sekolah yang dibangun pada tahun 1880 ini terdapat 179 kamar asrama lengkap dengan sauna dan jacuzzi, perpustakaan dengan 30.000 koleksi, 2 gym, kolam renang indoordan outdoor, 10 lapangan tenis, 3 lapangan bola, teater terbuka, greenhouse dan sebagainya.

Karena terletak di pinggir danau, sekolah ini juga punya sailing center. Di sailing center ini terdapat 10 perahu kecil, 3 motorboat, dan sebuah yacht. Sekolah ini juga punya gedung sendiri untuk belajar di musim dingin. Jadi, ketika bulan Januari hingga Maret, semua siswa akan pindah ke school's Winter campus yang terletak di sebuah ski resort di kota Gstaad. Dan tentu saja di kampus musim dingin ini tersedia berbagai macam kegiatan di es, seperti snowboarding, skiing dan ice-hockey.

"Oi Teme, liburan kali ini kau akan pulang?" tanya pemuda bersurai pirang pada teman yang tengah dirangkul nya.

"Hn." jawab pemuda ber name-tag Uchiha Sasuke itu.

"Kenapa?"

"Karena aku punya rumah." kalimat datar teman pantat ayamnya itu membuat sang pemuda pirang memutar irish biru nya bosan.

"Kau tau bukan itu maksudku." dengus pemuda pirang yang diketahui bernama Namikaze Naruto itu.

"Jika aku jawab karena ada dua wanita cantik yang menungguku dirumah, bagaimana?" Sasuke menyeringai memandang sahabatnya itu.

"Shouka?" Naruto memasang ekspresi terkejut yang menurut Sasuke berlebihan itu. "Akhirnya kau tidak jomblo lagi Teme, aku terharu kau masih doyan perempuan." seketika Naruto memeluk sahabatnya itu.

Perempatan tercetak dikening indah Sasuke, dan pemuda tampan itu pun langsung melepaskan pelukan maut Naruto yang melilit tubuhnya. Jangan sampai gosip yang mengatakan bahwa mereka pasangan yaoi semakin kuat karena kelakuan absurd teman bodohnya itu.

Setelah terbabas dari pelukan maut Naruto, Sasuke langsung melangkahkan kakinya menuju kamar asrama untuk berkemas. Tak memperdulikan Naruto yang merintih kesakitan di lantai dingin koridor karena terjengkang akibat dorongan kuat Sasuke.

"TEME SIALAN!"

##############

Suasana dirumah megah itu tampak ramai dengan orang-orang berlalu lalang kesana kemari. Sepertinya akan ada perayaan dirumah salah satu orang terkaya di jepang itu. Terbukti dari ruangan yang di dekorasi sedemikian rupa, menjadikan rumah itu semakin indah bak istana negri dongeng.

Di sebuah kamar, tampak dua orang wanita paruh baya tengah membicarakan sesuatu yang entah apa itu.

"Bukankah Sasuke pulang hari ini?" tanya wanita paruh baya pada wanita tua di sampingnya.

Wanita yang lebih tua mengangguk, seketika raut sedih menghiasi wajah keriputnya dan setetes airmata pun jatuh dari irish hitamnya.

"Kenapa kau menangis, Megumi?" wanita yang tadinya tengah merajut itu terkejut melihat besannya kini tengah menitikkan airmata.

"Apa yang harus kulakukan, Fuki. Apa yang harus kulakukan?" wanita tua yang ternyata adalah sang ibu kepala keluarga di rumah ini pun semakin sesegukan. Membuat mertua anak laki-lakinya itu semakin kebingungan di buatnya.

"Tenangkan dirimu, Megumi. Sebenarnya ada apa?" meski kebingungan, ibu dari nyonya dirumah ini pun mencoba menangkan besannya itu.

"Kapanpun aku melihat Sasuke, aku pasti teringat Itachi. Apa tak seharusnya kita beritahu saja Sasuke?"

Fuki terdiam. Kini ia mengerti apa yang tengah menjadi beban pikiran mertua dari anaknya itu. "Bagaimana kita mengatakannya, Megumi? Fugaku sudah melarang kita. Bahkan Sasuke tidak disini saat Itachi pergi. Dia tidak tau apa-apa?"

"Kurasa kita harus memberitahu semuanya pada Sasuke."

"Bagaimana kita memulainya? apa yang akan kita katakan? Sasuke bahkan tidak tau kalau sebenarnya Itachi bukan anak kandung Fugaku dan Mikoto. Dia anak adopsi."

'Bruk'

Suara benda jatuh membuat atensi kedua wanita paruh baya itu teralihkan. Seketika raut terkejut tampak menghiasi wajah keduanya kala mendapati seseorang tengah berdiri terpaku diambang pintu.

"Sasuke."

.
.
.

"Itachi berusia 2 hari saat Fugaku dan Mikoto membawanya kerumah. Kepolosannya mendapatkan tempat dirumah ini. Itachi menjadi hidup bagi Mikoto, dan impian Fugaku terwujud. Sembilan tahun kemudian, saat kau dilahirkan kami merasa keluarga ini kian lengkap." jeda sesaat. Wanita paruh baya itu tersenyum tipis. "Aku masih ingat saat peramal mengatakan kau sudah ditakdirkan untuk dilahirkan. Kau akan menjadi kekuatan kita."

"Apa kakak tau itu semua?" Sasuke bertanya setelah sekian lama terdiam.

"Itachi berusia 8 tahun saat dia mengetahuinya. Dan saat itu juga Fugaku memutuskan, hal itu tidak tidak akan dibahas lagi dirumah ini. Tidak akan pernah. Itachi juga anak kita. Anak tertua dirumah ini. Sampai kapanpun itu tidak akan berubah." raut sendu kembali menghiasi wajah keriputnya. "Tapi takdir berkata lain. Dan perayaan hanabi kala itu menjadi hari terakhir Itachi bersama keluarga ini. Ego Fugaku dan juga keras kepalanya Itachi telah memecahkan keluarga ini. Memisahkan keluarga ini."

Kedua wanita baya itu menangis setelah cerita berakhir.

Sasuke terdiam. Ternyata banyak hal terjadi saat dia tidak ada. Dalam hati Sasuke berjanji, dia akan melakukan sesuatu untuk membawa kakaknya kembali kerumah ini.

#############

"Korea? untuk apa ke korea?" Fugaku bertanya setelah mendengar keinginan anak bungsunya itu.

"Holiday, ayah. Sekolahku libur, dan aku ingin liburan kali ini berkesan untukku."

"Tapi kenapa harus korea? kenapa tidak negara lain saja." heran sang ayah.

Sasuke tersenyum. "Karena yang aku cari berada disana." gumam pemuda tampan itu.

"Kau mengatakan sesuatu, nak?" tanya Fugaku. Sepertinya pria paruh baya itu tidak mendengar gumaman anaknya dengan jelas.

"Tidak ayah. Aku hanya ingin menikmati suasana disana."

"Baiklah, kau boleh pergi." putus Fugaku setelah sekian lama berfikir.

Seketika senyum menghiasi wajah tampan Sasuke mendengar jawaban ayahnya itu. "Terima kasih, ayah."

Fugaku mengangguk, dan menepuk pundak sang anak. "Hati-hati disana. Jaga dirimu."

Sasuke mengangguk, dan Fugaku pun melangkah meninggalkan ruang keluarga untuk menerima telepon dari kolega bisnisnya.

Sasuke memandang kepergian ayahnya dalam diam. Fugaku tidak tau jika kepergian Sasuke bukanlah untuk berlibur, melainkan untuk menemukan sang kakak dan membawanya kembali kerumah ini. Beberapa waktu lalu, Sasuke sudah menyewa seseorang untuk mencari keberadaan Itachi. Setelah satu minggu mencari, akhirnya Sasuke berhasil mengantongi informasi tentang keberadaan serta keadaan kakaknya itu.

"Tunggulah kak." Sasuke mengeratkan genggamannya pada selembar foto ditangannya, sebuah foto yang menampilkan potret keluarga kecil yang dimana sang kepala keluarga adalah kakak satu-satunya, Uchiha Itachi.

.
.

"Haruskah kau pergi nak? kau bahkan baru datang." tutur sang ibu seraya membantu mengemas barang-barang yang akan Sasuke bawa ke negri ginseng itu.

"Aku butuh suasana baru, ibu." Sasuke tersenyum memandang ibunya.

Mikoto menghela nafas, wanita yang masih cantik di usianya yang tak lagi muda itu membalas tatapan anak bungsunya. "Apakah kau akan baik-baik saja disana nanti." cemas sang ibu.

"Ibuku sayang." Sasuke merangkul Mikoto, "Anakmu ini mau berlibur, bukan berperang. Di asrama aku juga sendirian, dan aku baik-baik saja bukan?" Sasuke mencoba menghilangkan kecemasan sang ibu.

"Baiklah. Kau hati-hatilah disana." ucap Mikoto pada akhirnya.

"Terima kasih, my queen." Sasuke memeluk Mikoto yang dibalas oleh sang ibu.

"Oiya, ibu menginginkan apa saat aku kembali nanti?" Sasuke bertanya setelah melepas pelukannya. "Apa yang diinginkan hati seorang ibu?"

Mikoto menatap onyx sang anak yang serupa dengannya itu. "Hati ibu? seorang ibu hanya ingin kebahagiaan untuk anaknya. Tidak peduli dimana dia, tidak peduli bagaimana dia, yang penting dia bahagia." raut sendu menghiasi wajah Mikoto ketika mengucapkan nya.

"Dan kebahagiaan seorang anak ada pada senyuman ibunya." tangan Sasuke terangkat menyentuh wajah wanita paling berharga baginya itu. "Senyuman ibunya... Sesuatu yang tidak bisa kulihat sekarang." Ia tau betul apa maksud perkataan sang ibu beberapa saat lalu. "Aku janji, bu. Senyuman itu akan kembali. Ini janjiku... dan kakak."

Seketika, Mikoto mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk dan disambut senyum lembut serta tekad yang memancar dari netra hitam putra bungsunya itu.

.
.

"Hatimu terasa mati saat anak yang kau cintai jauh darimu, kan?"

Fugaku menoleh, menatap sang istri yang tak balas menatapnya. Mikoto masih menatap kepergian mobil Sasuke saat mengatakannya, tanpa ada niatan menoleh pada suaminya itu.

Fugaku menatap lama Mikoto dengan tatapan yang sulit diartikan, kemudian berkata. "Dan saat cinta dan kasih sayang dipisahkan oleh jarak dan waktu, itu akan lebih menyakitkan." setelah berkata demikian, Fugaku melangkahkan kakinya memasuki rumah, menyisakan Mikoto yang kini menatap kepergiannya.

#############

Jeju terletak di bagian selatan Korea Selatan. Jeju, yang juga sering disebut sebagai Cheju, adalah surga bagi mereka yang sedang berbulan madu. Pulau ini berada di lepas pantai dari pulau utama Korea Selatan; namun seperti halnya Korea Selatan, Jeju juga masih menyimpan keramah-tamahan modern dan dilengkapi dengan layanan bandara internasional dengan penerbangan reguler dari berbagai daerah di Jepang, Shanghai, dan pulau utama Korea Selatan, sehingga membutnya tetap terhubung dengan seluruh dunia.

Satu keuntungan utama yang dimilikinya dibandingkan dengan tujuan-tujuan wisata lainnya di Korea adalah iklim sub-tropis yang dimilikinya. Bagian utara pulau ini dan dataran tingginya terkadang dapat mengalami salju tipis di musim dingin sementara di bagian selatan para petani dapat menanam jeruk.

Di Jeju, kalian dapat menemukan tempat-tempat menarik seperti kuil, museum, restaurant, tempat belanja, tempat-tempat untuk travelling dan menikmati petualangan, dan wilayah-wilayah lain yang belum terjelajahi. Udara di pulau ini terasa menyenangkan karena iklim sub tropis yang ada di sana tidak begitu ekstrim sehingga membuat kalian dapat berkeliling ke semua tempat hampir sepanjang tahun.

Objek-objek wisata yang ada di pulau ini menawarkan kesenangan bagi para pelancong untuk memanjakan diri sendiri. Pemandangan alam yang luar biasa indah – mulai dari pantai, air terjun dan puncak tertinggi – adalah daya tarik utama dari pulau ini. Dari Halla-San (puncak gunung tertinggi di Korea Selatan), kalian dapat menikmati pemandangan yang sangat menakjubkan saat matahari terbit dan tenggelam. Jika kau besemangat untuk berhiking, ada cukup banyak area untuk trekking yang dapat di nikmati. Jalur yang menantang dengan pemandangan yang menyegarkan mata di kanan kiri nya, dengan udaranya yang segar, tidak terlalu dingin dan tidak pula terlalu panas akan memanjakan perjalanan kalian.

Pengalaman berpetualang kalian akan digenapi dengan makanan-makan lezat yang ditawarkan oleh restauran-restauran dan warung-warung di pulau ini. Masakan Jeju disebut-sebut terus berkembang selama ratusan tahun akibat pengaruh dari Jepang dan juga Cina. Perpaduan masakan Korea – Jepang dan Korea – Cina ini menghasilkan masakan-masakan dengan rasa baru yang akan menggugah selera kapanpun kalian mencobanya.

Ah, tapi Sasuke datang ke pulau cantik ini bukan untuk berlibur melainkan mencari seseorang kemudian membawanya pulang ke jepang.

Pemuda tampan itu menghela nafas. Meski Sasuke yakin ini tidak akan mudah, mengingat betapa keras kepala kakaknya itu. Tapi Sasuke tetap harus membawa Itachi pulang kerumah, meski harus ia seret sekalipun. Tapi kurasa itu tidak mungkin, kerena Sasuke begitu menyayangi kakaknya itu.

Hari menjelang sore saat Sasuke tiba di pulau ini. Kini yang harus Sasuke lakukan terlebih dahulu adalah mencari penginapan untuknya beristirahat, dan besoknya ia bisa mulai mencari kakaknya itu.

Kaki panjangnya membawa Sasuke melangkah menelusuri jalan setapak, dan onyx hitamnya di manjakan oleh pemandangan indah dikanan kirinya. Sepertinya tempat ini berhasil membuat sang Uchiha bungsu jatuh cinta, hanya tinggal menunggu seorang gadis yang bisa membuatnya jatuh cinta agar dapat mengunjungi tempat ini lagi saat bulan madu mereka nanti mungkin.

Sasuke terhipnotis oleh kecantikan pulau jeju, hingga pemuda itu tidak menyadari ada pengendara sepeda yang kehilangan keseimbangan di belakangnya.

"AWAAAASSSS!!!"

'Brak'

Benturan tidak bisa dihindari. Sasuke merasa kaki nya terkilir saat ia jatuh karena ditabrak sepeda yang di kendarai seorang gadis itu.

"Omona! mianhae, aku tidak sengaja." saru gadis itu searaya menghampiri Sasuke yang mencoba berdiri, namun pemuda itu kembali terjatuh disertai ringisan yang keluar dari bibirnya.

"Gwenchanayo?"

Sasuke mendongak mendengar kalimat bernada khawatir itu, dan seketika raut kaget menghiasi wajah tampannya. Rambut merah muda, irish hijau daun, jidat lebar, gadis ini kan .....
"Sakura?" ucap Sasuke seolah tidak percaya. Kenapa si jidat ini bisa terdampar di korea?

Gadis pengendara sepeda itu mengernyit, dan sejenak mengamati pemuda di depannya. Mata hitam, ekspresi datar+judes, serta rambut hitam kebiruan yang tertutup kupluk berwarna putih. Wajah pemuda itu mengingatkannya pada seseorang, seorang murid yang ia sukai di asrama tempatnya menuntut ilmu. "Sasuke-kun?"

.
.

"Sekarang aku percaya pada pribahasa yang mengatakan bahwa kalau memang jodoh, tidak akan kemana."

Sasuke memutar mata bosan untuk kesekian kalinya mendengar ocehan gadis merah muda yang kini tengah mengobati memar dikakinya itu. Oh ayolah, kenapa dunia ini sempit sekali? tidak cukupkah gadis itu mengganggu nya disekolah? Sasuke bukannya membenci Sakura, hanya saja jika ia berdekatan dengan gadis itu jantungnya selalu berdetak tidak normal. Dan Sasuke tidak suka itu.

"Kenapa kau datang ke korea, Sasuke-kun?" Sakura bertanya setelah selesai dengan pengobatannya. "Apa karena kau tau aku disini, makanya kau ke korea?" penyakit GR Sakura kumat tak kenal tempat.

Sasuke mendengus, dan seolah teringat sesuatu, bungsu Uchiha itu memandang Sakura dan berkata, "Kenapa kau berada disini? bukankah seharusnya berlibur bersama Ino dan yang lain?"

"Eh? bagaimana kau tau?"

Sasuke tersentak beberapa saat, namun pemuda itu segera menguasai dirinya. "Kau tau teman pirang mu itu tidak bisa menjaga mulutnya. Ino mengatakannya pada Sai." jelas Sasuke yang kini mengalihkan pandangannya.

Sakura ber'oh'ria, "Kakak ku tinggal disisini. Rumahnya juga tidak jauh dari sini. Apa kau baru sampai?"

Sasuke mengangguk sebagai jawaban.

"Sudah menyewa penginapan?"

Kini gelengan Sasuke yang menjawab pertanyaan Sakura.

Gadis itu pun menawarkan Sasuke untuk menginap di rumah kakaknya untuk malam ini karena hari sudah mulai petang. Sasuke tidak langsung menyetujui, namun Sakura begitu gigih membujuk pemuda itu. Karena pusing mendengar ocehan Sakura, jadilah Sasuke menyetujui usul gadis itu.

"Naiklah." ucap Sakura yang sudah siap dengan sepedanya.

"Kau berniat memboncengku?" Sasuke menatap ngeri pada sepeda berwarna merah muda itu.

"Tentu saja. Kakimu sedang terluka. Memangnya kau mau jalan kaki sendiri?"

"Kakiku memang terluka, tapi jika kau memboncengku harga diriku yang terluka." Sasuke bergidik membayangkan dirinya dibonceng seperti seorang gadis.

"Lalu kau maunya bagaimana?"

"Minggir."

Sakura menyingkir, dan kemudi pun diambil alih Sasuke.

"Naik." titah Sasuke yang langsung dipatuhi oleh gadis merah muda itu.

Setelah memastikan Sakura duduk aman di belakangnya, Sasuke pun mulai mengayuh sepeda.

Sakura tersenyum, dan melingkarkan tangannya di pinggang Sasuke. "Kau tidak ingin aku lelah kan? makanya kau yang goes."

"Berisik."

############

Sasuke memelankan laju sepedanya, kemudian berhenti tepat di depan sebuah rumah berlantai dua yang berlapiskan kaca disetiap dindingnya. Rumah itu tepat menghadap laut di didepannya. Rumah kaca ya? entah kenapa Sasuke jadi teringat Itachi. Kakaknya itu memang bercita-cita membangun sebuah rumah ditepi pantai jika menikah suatu saat nanti.

Setelah memarkirkan sepeda, Sakura pun mengajak Sasuke memasuki rumah diiringi celotehan gadis itu yang seolah tak pernah kehabisan bahan pembicaraan.

"Tadaima." Sakura membuka pintu utama, diikuti Sasuke yang mengekor dibelakang nya.

Terdengar sahutan, disusul langkah kaki yang semakin jelas terdengar.

"Okaeli Sakula-chan." sambut bocah kecil bersurai hitam disertai binar dimata onyx nya. Sejenak Sasuke terdiam melihat bocah yang kira-kira berusia 4tahun itu.

"Hey Izuta, kenapa kau tidak pakai baju? dimana ibumu?" Sakura berjongkok mensejajarkan dirinya dengan bocah yang kini tengah merengut imut dengan selembar handuk putih membungkus tubuh mungilnya.

"Izumi sedang keluar. Katanya ada sesuatu yang harus ia beli di mini market." seseorang menjawab pertanyaan Sakura. Begitu mendongak, irish hijau gadis itu mendapati seorang pria tengah berjalan menghampirinya.

"Kau membawa teman?" tanya pria bersuarai raven panjang itu kala onyx nya mendapati seorang pemuda yang terdiam diambang pintu.

Sakura yang tengah bercanda dengan bocah imut itupun seolah tersadar setelah mendengar pertanyaan kakak iparnya itu. "Ah, aku lupa." Sakura melangkah menghampiri Sasuke, dan menarik tangan pria itu untuk mendekat padanya. "Ini teman asrama ku, kak. Namanya U-...."

"Usagi Ryuu." Sasuke memotong kalimat Sakura, "Namaku Usagi Ryuu." pemuda itu pun berojigi, mengabaikan Sakura yang seolah bertanya lewat tatapan matanya.

"Usagi Ryuu?" ulang pria dewasa yang memiliki garis tegas di wajahnya itu.

"Ah ya..." meski bungung, Sakura mencoba mengikuti alur yang diciptakan orang yang ia kagumi itu. "Ryuu ini baru datang dari Jepang. Aku membawanya kemari karena entah kenapa semua penginapan penuh hari ini." sedikit bumbu kebohongan Sakura rasa tidak masalah. "Boleh kan dia menginap disini, kak Itachi?" Sakura menatap kakak iparnya dengan mata kucing andalannya. Dan setelah ini Sakura berjanji, ia akan meminta penjelasan pada Sasuke nanti.

Itachi terdiam cukup lama. Netra hitamnya tidak bisa ia alihkan dari sosok pemuda yang kini tengah tertunduk itu. Entah kenapa Itachi merasa familiar dengan pemuda yang dibawa adik iparnya kemari. Bahkan Itachi sempat mengira jika pemuda itu adalah 'dia', tapi ditepisnya pemikiran itu saat sang pemuda menyebutkan namanya.

"Dia boleh tinggal disini. Kamar atas masih ada yang kosong. Bawalah dia kesana, Sakura." tukas Itachi yang kini meraih Izuta dan menggendong putra semata wayangnya itu.

"Semoga kau nyaman tinggal disini." Itachi memandang Sasuke dengan senyuman, kemudian mulai melangkahkan kakinya meninggalkan dua sejoli itu.

"Terima kasih, Nii-san." gumam Sasuke yang di dengar Itachi.

Itachi sempat tertegun mendengarnya, namun tak lama kemudian pria itu tersenyum dan mengangguk, kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Sakura menyenggol Sasuke saat sosok Itachi tak tertangkap pandangannya lagi. "Apa maksudmu dengan Usagi Ryuu?" tanya Sakura disertai emerald nya yang menyipit curiga.

"Bukan urusanmu." jawaban Sasuke menciptakan perempatan didahi lebar Sakura.

"Tentu saja itu urusanku. Aku yang membawamu kemari. Bagaimana jika kau mempunyai niat buruk pada keluarga ini. Bagaimana jika sebenarnya kau ini begal, rampok, atau bahkan psikopat?!" Sakura menatap Sasuke horror, sedangkan yang ditatap memutar onyx nya malas melihat kelebay-an gadis merah muda itu.

"Jika aku psikopat, kau adalah orang pertama yang akan aku mutilasi dan potongan tubuhmu akan aku berikan pada kucing dirumahku." Sasuke menyeringai melihat Sakura yang memucat.

"Kyaaaaaaaaaaaa."

Teriakan cetar Sakura pun membahana di rumah itu. Dan untuk kesekian kalinya Sasuke memutar matanya malas.

"Berisik."

Sasuke menyeret Sakura ke luar rumah, dan gadis itu pun tidak bisa untuk tidak mencoba melepaskan cengkeraman Sasuke di lengannya.

"Kumohon jangan mutilasi aku, Sasuke-kun. Kau belum menjadi pacarku, jadi aku belum boleh mati."

Sekuat tenaga Sasuke mencoba untuk tidak tertawa mendengar rengekan gadis merah muda itu. Apa Sakura percaya jika ia seorang psikopat? Sasuke jadi bertanya-tanya, Sakura ini polos atau bodoh? ah, mungkin gadis itu terlalu polos hingga terlihat seperti orang bodoh.

"Diamlah! kau ingin tau alasanku berbohong kan?" bisik Sasuke dengan penuh penekanan di setiap katanya. Jangan sampai Itachi mendengar keributan yang diciptakan mereka. Ah, lebih tepatnya keributan yang di ciptakan gadis ajaib di belakangnya ini.

Seketika Sakura menghentikan aksi berontak nya begitu tau tujuan pujaan hatinya itu. Melihat gadis itu mulai tenang, Sasuke pun menghela nafas lega.

.
.

Sepasang muda mudi itu masih terdiam. Mereka tampak sibuk dengan fikiran masing-masing. Hanya deburan ombak yang mengisi keheningan diantara keduanya.

"Sekarang kau sudah tau kenapa aku berbohong dan alasanku datang ke korea kan?" Sasuke menatap Sakura yang masih terdiam.

Sebenarnya gadis itu tidak begitu terkejut dengan apa yang Sasuke katakan padanya beberapa saat yang lalu karena ia sudah tau dari sang kakak sendiri, namun Sakura tidak menyangka bahwa Sasuke ini adalah adik dari Itachi. Kakak iparnya.

"Jadi, Itachi-nii itu... kakak mu?" tanya Sakura yang dijawab anggukan oleh Sasuke.

"Aku sudah berjanji padanya, kalau aku tidak akan bertanya kemana dan kenapa dia pergi." terdiam sesaat. "Tapi hari ini aku mengingkari nya. Bebannya sudah terlalu berat, dia tidak bisa memikulnya sendiri." Sasuke ingat saat Itachi menjenguk nya di asrama beberapa tahun lalu, dan kakak nya itu mengatakan bahwa dia akan pergi dan tidak bisa menjenguk nya untuk beberapa waktu kedepan. Saat itu Sasuke masih berusia 13tahun, dia tidak tau jika sudah terjadi sesuatu yang buruk dirumahnya. Dan hari itu, adalah hari terakhir Sasuke bertemu dengan Itachi.

"Aku sudah kehilangan banyak hal di rumah, Sakura. " Sasuke kembali membuka suara. "Kehangatan keluarga tidak pernah kurasakan lagi, dan senyuman ibu tidak pernah kulihat lagi. Meski ibuku selalu tersenyum, tapi aku tau itu hanya salah satu caranya untuk membuatku tidak khawatir. Saat aku tau alasan kepergian Itachi, aku langsung mencari informasi tentang keberadaannya saat itu juga. Dalam hati aku bertekad, aku akan membawa pulang Itachi .... beserta kakak iparku."

"Kau tau Sasuke-kun, Izumi-nee selalu bilang kalau wanita yang sudah menikah itu adalah perpaduan antara seorang istri dan menantu. Dia istri yang baik, tapi dia tidak bisa jadi menantu yang baik. Dari jauh mereka memang tampak penuh kebahagiaan, tapi semakin dekat kau melihatnya, kau akan lihat betapa kesedihan melanda di dalamnya." raut Sakura tampak sendu saat mengatakannya, dan hal itu tak luput dari onyx hitam Sasuke.

"Maka dari itu, maukah kau membantuku Sakura?" Sasuke memandang Sakura yang kini balas menatapnya.

Sakura menatap Sasuke lama, kemudian gadis cantik itu pun tersenyum. "Tentu saja. Meskipun Izumi-nee bukan kakak kandungku, tapi kami dibesarkan bersama. Aku menganggapnya lebih dari itu." jawaban Sakura sukses mengukirkan segaris senyum di wajah tampan Sasuke.

"Terimakasih, Sakura."

Mata mereka saling beradu satu sama lain, tanpa menyadari seseorang yang mengintip di balik pepohonan.

"Otouto..."

'Deg'

Sasuke tersentak dan seketika menoleh saat mendengar suara lirih di belakang nya. Hanya satu orang yang selalu memanggilnya dengan panggilan itu, dan orang itu adalah ....

"Aniki..."

... Itachi. Sang kakak yang kini seolah terpaku ditempatnya berdiri, raut terkejut pun tampak menghiasi wajah tegasnya.

Satu hal yang dapat Sasuke simpulkan. Itachi ... sudah mendengar semuanya.

.
.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik."

"Kau sudah masuk tim basket?"

"Iya."

Itachi tersenyum mendengar jawaban adiknya. Kini hanya tinggal mereka berdua yang berada dikursi panjang itu. Sakura sudah pergi untuk memberi privasi pada kakak beradik itu.

Awalnya Itachi berniat menemui Sakura untuk memberitahukan kalau kamar mandi dikamar yang akan di tempati temannya itu sedang rusak, saat melihat adik iparnya di tarik oleh orang yang bernama Ryuu itu. Karena penasaran dengan hubungan keduanya, Itachi memutuskan mengikuti kemana mereka pergi.

Antara khawatir dan kepo, Itachi pun membuntuti mereka hingga sampailah di bangku panjang yang terletak tak jauh dari rumahnya. Setelah mendengarkan percakapan mereka, Itachi kini mengetahui status hubungan keduanya dan juga .... kenyataan lainnya.

"Kenapa tidak mengatakannya padaku?"

"Aku..."

"Apa ayah yang menyuruhmu kesini?"

Sasuke diam tak menjawab.

"Pulanglah, Sasuke."

"Aku tidak akan pulang jika itu tidak denganmu."

Itachi menghela nafas mendengar kekeras kepalaan Sasuke, dan mengalihkan pandangannya pada hamparan laut didepan mereka.
"Sasuke, sekarang inilah keluargaku. Inilah orang-orang terdekatku. Inilah duniaku. Dan rumah yang kau bicarakan itu, takkan pernah menjadi rumah bagiku." Itachi kembali memandang Sasuke yang kini menundukkan kepalanya. "Kau pulanglah. Aku sudah melihatmu, itu sudah cukup bagiku."

"Kau tau kak? saat aku kecil, kau sering kali berkata ibu lebih menyayangimu daripada aku." Sasuke berkata, mengabaikan perkataan Itachi yang menyuruhnya untuk pergi.
"Aku tidak suka mendengar itu. Aku selalu ingin marah. Tapi sekarang kukatakan padamu, kalau semua itu benar. Ibu lebih menyayangimu daripada aku. Dia sangat menyayangimu. Dan akan selalu begitu. Dia akan selalu..."

"Aku tau."

Kalimat Sasuke terpotong, tergantikan oleh pelukan hangat Itachi di tubuhnya.

"Aku tau Sasuke, aku tau. Tapi aku tetap tidak bisa pulang bersamamu."

.
.

Sasuke mendongakkan kepalanya, memandang ribuan bintang yang menghampar di gelapnya langit malam. Ini sudah satu jam setelah Itachi meninggalkannya di tempat itu.

"Dia tidak akan kembali, Sakura. Aku tau jelas bagaimana keras kepalanya dia." ujar Sasuke tanpa menatap lawan bicaranya.

Sakura meraih tangan Sasuke dan menggenggamnya, ia mengerti apa yang pemuda itu rasakan sekarang. "Dia pasti kembali, Sasuke-kun. Aku tau betul bagaimana sifat kakakku. Yang harus kau lakukan sekarang adalah mempertemukan mereka. Pertemukan Itachi-nii dengan orang tua mu."

Sasuke menoleh pada Sakura, dan disambut oleh senyum menenangkan gadis itu.

"Kau bisa melakukannya, kan?"

Sasuke diam tak menjawab. Namun pemuda itu mengeratkan genggaman tangan mereka, dan onyx hitamnya memancarkan tekad yang kuat.

#############

Fugaku tengah menandatangani berkas saat telepon di meja kerjanya berbunyi.

"Hallo."

"....."

Fugaku mendengarkan dengan seksama apa yang di katakan orang yang menelponnya, sekilas raut terkejut menghiasi wajah tegas pria paruh baya itu.

"Baiklah, kami akan segera kesana." ucap Fugaku seraya memutuskan sambungan telepon.

"Ada apa?" tanya Mikoto saat memasuki ruang kerja Fugaku dengan secangkir teh hangat di tangannya. Dapat ia lihat suaminya itu menutup telepon dengan raut tegang dan melangkah menghampirinya.

"Kita harus segera ke korea, Mikoto. Sasuke kecelakaan."

Dan saat itu juga Mikoto merasa dunia nya hancur, hancur seperti cangkir yang tanpa sengaja ia jatuhkan.

.
.

Dilain tempat tampak seorang pria tengah melangkah dengan tergesa memasuki bandara diikuti seseorang di belakangnya.

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Saya tidak tau, sajangnim. Kabar terakhir yang saya dengar, adik anda kritis di rumah sakit."

Itachi berdecak mendengar penjelasan bawahannya itu. Dia sedang menghadiri acara peresmian perusahaan temannya di Seoul, saat sekertarisnya memberitahu kalau Sasuke mengalami kecelakaan.

Tentu saja Itachi langsung meninggalkan tempat itu, dan menyuruh sekertaris nya untuk segera mengurus tiket pesawat yang akan membawanya kembali ke Jeju secepat mungkin.

"Kenapa kau ceroboh sekali, Otouto." desah Itachi disela rasa cemas yang melingkupi dirinya.

.
.
.

Setelah menghabiskan waktu beberapa jam di perjalanan, Itachi langsung membawa kakinya melangkah ke rumah sakit tempat dimana Sasuke dirawat.

Ayah muda itu menghela nafas sejenak begitu sampai disebuah pintu ruangan yang menghubungkan dirinya dengan sang adik yang tengah kritis didalam sana.

Dengan pelan, Itachi memutar kenop pintu dan melangkah masuk kedalam nya. Namun baru satu langkah, Itachi menghentikan langkahnya karena bukan hanya Sasuke yang berada disana. Disana sudah ada Sakura, Izumi dan putra kecilnya, Izuta. Namun bukan mereka yang membuat Itachi terkejut, melainkan...

"Itachi..."

... kedua orang tua nya yang turut hadir disana.

############

"Pembohong. Kau berbohong padaku."

"Ya... aku berbohong padamu, ayah." Sasuke mengangkat kepalanya memandang sang ayah yang berdiri membelakanginya. "Apa yang kuterima walaupun yang kukatakan adalah kejujuran? aku tidak bisa melawan egomu."

Fugaku membalikkan badannya, menatap Sasuke dengan matanya yang memerah menahan marah.

Sekarang mereka tengah berada di salah satu hotel, setelah Fugaku berhasil menyeret Sasuke dari rumah sakit untuk mendengar penjelasan anaknya itu atas semua permainan yang putranya itu lakukan.

"Apalagi kalau bukan ego, ayah?" Sasuke membalas tatapan Fugaku. "Memisahkan seorang ibu dan anaknya, dan saudara kandungnya, dan membuang anak dari ayahnya?"

"Dia bukan anakku!" bentak Fugaku. "Aku tidak yakin dia anakku. Dia sepenuhnya anakku? tapi kenyataannya tidak."

"Dia anakmu, ayah." Sasuke kembali berkata. "Dia selalu memenuhi keinginanmu. Dia hanya melakukan satu kesalahan. Cinta... dia hanya jatuh cinta. Apa menurutmu itu salah?"

Fugaku masih diam dengan wajah kerasnya.

"Kalaupun itu salah, bukankah sudah kewajibanmu untuk memaafkannya?" sejenak senyum sinis terlukis di bibir tipis Sasuke. "Tapi bukannya memaafkan, kau malah menghukumnya. Hukuman macam apa ini, ayah? hukuman macam apa ini?"

Sasuke melangkah menghampiri Fugaku, dan berhenti tepat di hadapan ayahnya itu.
"Lihat mataku ayah, dan katakan kalau kau tidak sedih berpisah dengannya. Katakan kau sama sekali tidak mengingatnya. Katakan kau sama sekali tidak menyayanginya. Katakan ayah, katakan."

"Aku tidak menyayanginya."

Sasuke tersentak mendengar jawaban ayahnya itu.

"Aku tidak menyayanginya. Sudah ku katakan, bukan?" ulang Fugaku dengan tegasnya.

Sasuke mundur dengan perlahan. "Tuhan selalu memberikan apa yang kau inginkan, ayah. Segalanya." senyum lemah menghiasi bibirnya kala menatap wajah sang ayah. "Aku hanya minta Tuhan memberikanmu hati!"

'plak'

"Diam! kau anak kurang ajar!"

Sasuke memegang pipinya yang memanas akibat tamparan keras sang ayah. Onyx nya tak lepas memandang Fugaku yang tampak terkejut dengan apa yang dia lakukan. Pria baruh baya itu pun membuang pandangannya kesamping, enggan menatap putra bungsunya itu.

"Kau menyayanginya." senyum terbit diwajah tampan Sasuke. "Kau sangat menyayanginya. Aku sudah tau jawabannya. Kau sangat menyayanginya." setelah mengatakan hal itu, Sasuke pun melangkah meninggalkan Fugaku yang kini sibuk dengan pikirannya sendiri.

###########

"Ayo pulang, Itachi-kun. Ini bukan negara kita. Ayah dan ibu disini. Mereka disini. Mereka orang tua kita. Mereka sedikit marah pada kita, tapi kita tetap harus minta maaf." Izumi mencoba memberi pengertian pada suaminya. "Aku tau mereka kehilangan kita saat mereka tak bersama kita. Kau harus memaafkan mereka, Itachi-kun."

"Kau takkan mengerti." Itachi berkata seraya menundukkan kepalanya. "Menjadikan orang asing sebagai keluargamu, dan kembali menjadikannya orang asing. Kau takkan mengerti bagaimana sakitnya itu." Itachi memandang Izumi dengan tatapan yang begitu menyedihkan, membuat hati sang istri bagai ikut tersayat.

"Aku tau mereka orang tua kita, tapi bukan berarti mereka bisa begitu saja menyakiti hati orang lain." setetes airmata jatuh dari sepasang permata hitam Itachi. Ingatan Itachi berputar pada saat ketika ia menolak perjodohan yang diatur ayahnya dan memilih untuk menikahi cintanya, yaitu Izumi. Saat itu sang ayah bahkan tidak mau menatapnya. Sesuatu yang lebih menyakitkan bagi Itachi adalah, saat Fugaku mengatakan bahwa dia bukanlah anaknya. Itachi tidak berhak memanggilnya ayah. Saat itu Fugaku tidak tau, luka yang ditorehkan nya begitu membekas dihati Itachi.

"Kau tidak ingin melakukannya meski itu demi ibu?"

Itachi dan Izumi menoleh ke asal suara, dan mereka mendapati Sasuke tengah melangkah menghampiri mereka.

"Tolong bersumpahlah atas namanya, kak. Kau akan pulang meski itu hanya sekali. Hanya sekali saja, kak. Walaupun itu hanya sebentar. Walaupun itu hanya sehari." Sasuke menoleh pada Izumi yang memperhatikan pembicaraannya dengan sang kakak. "Biarkan kakak ipar juga merasakannya. Dia menantu dalam keluarga ini. Dia bagian dari keluarga kita."

Sasuke menakupkan tangannya memohon.
"Sekali saja, kak. Setelah itu kau bisa pergi. Takkan ada yang menghentikanmu. Hanya sekali saja. Sekali saja ... ibu bisa merasakan hidup sepenuhnya. Bisa kau lakukan itu untuk ibu?"

Itachi diam tak menjawab. Onyx nya pun seolah tak ingin menatap adik semata wayangnya itu.

"Aku mohon, kak."

Seketika Itachi menoleh, dan mendapati Sakura tengah melakukan hal yang sama dengan Sasuke.

"Sakura, apa yang kau-..."

Itachi semakin tidak bisa berkata apa-apa saat anaknya pun melakukan hal yang sama.

"Izuta..."

"Ibu pelnah bilang, dengan meminta maaf takkan melendahkan siapa pun. Dan yang membeli maaf, belalti dia belhati besal. Ayah belhati besal, kan?" ucap Izuta dengan polos nya. Anak itu memang tidak mengerti dengan masalah yang menimpa ayahnya, namun bocah itu hanya ingin ayahnya bisa meminta maaf dan memaafkan seseorang.

"Aku juga memohon padamu, Itachi-kun."

"Izumi, kau..." Itachi kehabisan kata-kata. Onyx nya memandang satu persatu orang paling berharga dalam hidupnya yang kini tengah memohon padanya. Istrinya, anaknya, serta kedua adiknya.

Setetes airmata kembali terjatuh dari pelupuk mata Itachi. Tegakah ia menolak permintaan keempat orang itu?

"Baiklah..."

Dan jawabannya adalah tidak.

*****"*"*****

Pemuda itu duduk diatas pasir putih dengan pandangan menerawang, menatap hamparan laut diiringi deburan ombak yang menyapa pendengarannya.

Sama halnya dengan apa yang dilakukan gadis disampingnya, namun pandangan gadis itu tak searah dengan sang pemuda. Emerald si gadis terus mengarah pada pemuda disampingnya, memandang paras elok itu dengan tatapan lembutnya.

"Apa yang kau pikirkan, Sasuke-kun?" tanya Sakura pada Sasuke disampingnya.

"Banyak hal."

"Keluargamu?"

Sasuke diam tak menjawab.

"Percayalah, semua pasti akan baik-baik saja." Sakura mencoba menghibur Sasuke yang masih tak menatap nya.

Tatapan Sakura masih terpaku pada pria disampingnya. Dilihat dari sisi mana pun Sasuke memang tampan, sangat malah. Tidak heran kalau pemuda itu memiliki banyak penggemar. Sasuke bukan hanya tampan, dia juga cerdas, ditambah Sasuke adalah anak salah satu pengusaha terkaya di jepang. Setiap gadis pastilah tidak akan berpikir dua kali untuk menjadikan Uchiha Sasuke sebagai kekasih mereka.

Tetapi, mungkin mereka harus berpikir berkali-kali jika ingin mendekati pangeran Uchiha itu. Selain tampan dan cerdas, Sasuke juga pendiam, dingin dan bermulut pedas. Yang betah berteman dengan Sasuke pun tidak banyak, salah satunya adalah Naruto. Pemuda itu memang sudah kebal dengan tingkah polah Sasuke yang menyebalkan dan mengesalkan.

Tapi setelah mengenal pemuda itu hingga saat ini, Sakura menyimpulkan bahwa Sasuke tidak semenyebalkan yang ia dengar dari teman-teman sekolah nya. Sasuke juga bisa menjadi pribadi yang begitu hangat, jika itu menyangkut keluarga dan orang-orang yang pemuda itu sayangi. Mungkin mereka yang berkata buruk hanya orang-orang yang tidak menyukai Sasuke, atau orang-orang yang ditolak cintanya oleh pemuda itu.

Sakura termenung. Cinta ya? dia juga jatuh cinta pada Sasuke. Sakura menyukai Sasuke. Suka sekali. Tapi sepertinya pemuda itu tidak menyukainya, buktinya selama hampir tiga tahun Sakura mengenal Sasuke dan mendekati pemuda itu dengan terang-terangan, respon Sasuke selalu itu-itu saja. Meskipun Ino pernah mengatakan kalau Sasuke sering memperhatikannya diam-diam, tapi tetap saja jika mereka bertemu Sasuke selalu cuek padanya.

Sakura menghela nafas. Memikirkan kisah cintanya selalu membuatnya galau sendiri.

"Kau kenapa?" Sasuke bertanya karena melihat sedari tadi Sakura sibuk melamun.

"Tidak apa-apa."

Mereka kembali terdiam.

"Sakura."

"Hn."

Sasuke mengernyit, sedikit tidak suka dengan jawaban singkat gadis itu. Terdengar menyebalkan. Mungkin Sasuke tidak sadar, kalau dia jauh lebih menyebalkan karena selalu menggunakan kata singkat itu setiap harinya.

"Sakura."

"Apa, Sasuke-kun?"

Sasuke tersenyum tipis. Itu lebih baik.

"Kau menyukaiku bukan?"

Sakura tersentak, dan menoleh pada Sasuke yang kini menatapnya. "Kenapa... kenapa tiba-tiba bertanya?" rona tipis tampak menjalar di pipi chubby nya.

"Hanya ingin memastikan." Sasuke mengangkat bahunya acuh.

"Memastikan apa?"

"Memastikan kalau rasa suka ku tidak bertepuk sebelah tangan."

Sakura mematung. Suka? Sasuke bilang suka? apa dia tidak salah dengar?
"Kau... juga menyukaiku?"

"Kenapa? kau tidak suka? yasudah, tidak jadi." Sasuke bangkit dari dari duduknya dan melangkah meninggalkan Sakura yang melongo menatapnya.

"Hey! mana boleh begitu!" Sakura pun bangkit menyusul langkah Sasuke. "Kau serius kan, Sasuke-kun? aku tidak salah dengar, kan?"

"Aku yakin kau tidak tuli."

"Jadi kita pacaran?"

"Terserah."

"Ish, kau ini tidak romantis sekali. Kau bahkan tidak memintaku untuk jadi pacar mu." Sakura merengut.

Sasuke menyeringai. Baru saja ia akan menbalas perkataan Sakura, ponsel di saku nya berbunyi.

"Hallo..."

"......"

Sasuke terdiam mendengar penuturan orang diseberang sana. Entah apa yang dikatakan lawan bicaranya hingga membuat Sasuke tampak seperti orang linglung begitu.

"Baiklah, aku akan segera kesana." Sasuke memutus sambungan, dan beralih memandang Sakura dengan tatapan kosong nya.

"Ada apa, Sasuke-kun?" tanya Sakura cemas. Entah kenapa perasaannya tidak enak saat melihat wajah Sasuke yang tampak kalut begitu selesai menerima telepon yang entah dari siapa itu.

"Ayahku masuk rumah sakit. Penyakit jantung nya kambuh lagi."

########

Disebuah ruangan yang identik dengan bau obat-obatan itu, tampaklah seseorang tengah terbaring lemah dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya. Hanya suara monitor disampingnya yang menandakan ia masih memiliki kehidupan.

"Setelah beberapa saat kau pergi meninggalkan hotel, ibu menemukan ayahmu sudah tak sadar kan diri disana."

Sasuke terdiam mendengar penjelasan Mikoto. Apa kata-katanya saat itu membebani sang ayah, hingga membuat kondisi ayahnya kembali drop seperti ini.

"Sasuke..."

Mereka tersentak saat mendengar suara lemah yang tidak asing bagi mereka. Mereka pun menoleh, dan mendapati Fugaku sudah membuka matanya.

"Fugaku..."

"Ayah..."

Mereka pun mengerubungi ranjang Fugaku saat itu juga.

Pria paruh baya itu mengamati satu-persatu orang yang mengelilinginya. Disana ada istrinya, Sasuke, dua orang wanita berambut coklat dan merah muda, serta anak kecil di gendongan wanita berambut coklat panjang.

Seketika segaris senyum menghiasi bibir pucat Fugaku kala menatap anak kecil yang mengingatkannya pada seseorang itu.

"Itachi..."

Semua terdiam mendengar gumaman Fugaku.

"Sasuke..." Fugaku mengisyaratkan Sasuke untuk mendekatinya, dan langsung dipahami oleh putranya itu.

"Ya, ayah." jawab Sasuke begitu berdiri didekat sang ayah.

Fugaku menatap Sasuke lama, kemudian berkata dari balik masker oksigen nya.
"Pertemukan aku dengan kakakmu." bisiknya lemah. "Kumohon."

Sasuke tertegun. Fugaku ini adalah sosok yang tegas dan angkuh, tapi kini ayahnya itu tengah memohon. Hal yang tidak pernah dilakukan ayahnya selama ini.

Sasuke mengangguk.
"Akan ku panggilkan. Dia ada diluar." setelah berucap demikian, Sasuke pun melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

Tak lama kemudian, Sasuke kembali masuk diikuti Itachi dibelakangnya.

"Kemarilah..."

Mengerti yang di maksud sang ayah, Itachi pun melangkah mendekati ranjang dimana Fugaku terbaring lemah dengan kepala tertunduk.

"Sebenci itukah kau padaku hingga tak sudi memandang wajahku, Itachi."

Itachi masih menundukkan kepalanya, enggan membalas  tatapan sang ayah.

Melihat itu, Fugaku kembali berkata.
"Kau terlalu mengambil hati perkataanku, dan pergi begitu saja. Kau bahkan tak menoleh ke belakang. Kau bahkan tak pernah kembali." Fugaku melihat pundak Itachi bergetar. "Kau tak pernah pulang."

"Kenapa kau tidak mencariku, ayah?" Itachi bertanya dengan suara seraknya, masih dengan kepala tertunduk.

"Apa aku harus memintamu pulang? bukankah aku orang tuamu?"

"Kupikir kau tidak menyayangiku. Kupikir kau tidak menganggapku sebagai anakmu."

Fugaku terdiam sejenak. Pria paruh baya itu sadar, tidak seharusnya ia berkata seperti itu pada Itachi dulu. Mungkin sekarang putra sulungnya itu membencinya.

"Aku mengerti kenapa kau berfikir seperti itu." Fugaku mengangkat kedua tangannya dengan susah payah. "Dengan tangan ini aku membawamu kerumah. Kau melengkapi keluarga kita. Kau mewujudkan mimpiku. Kenapa kau berpikir aku tidak menyayangimu?"

Fugaku kembali menurunkan tangannya.
"Aku sangat menyayangimu, anakku. Sangat menyayangimu. Hanya saja aku tidak bisa mengatakannya. Beberapa tahun terakhir ini aku selalu memikirkanmu setiap harinya. Aku selalu memikirkanmu. Aku merasa malu untuk mengatakan kalau aku sangat menyayangimu." setetes airmata jatuh dari onyx Fugaku yang kini tampak sayu. "Aku hanya tidak bisa mengatakannya. Kemarahan orang tua itu juga bentuk kasih sayangnya, anakku. Kau terlalu mengambil hati, dan kau marah lalu meninggalkan rumah. Itu memang salahku karena tak memintamu kembali."

"Tidak, ayah " Itachi menggeleng, dan mengangkat wajahnya yang sudah dibanjiri airmata. "Kenapa kau harus memintaku? harusnya aku pulang dengan sendirinya." tangannya bergerak menggenggam tangan sang ayah. "Ya... harusnya aku pulang sendiri."

"Kenapa kau tidak pulang? kenapa?" Fugaku menatap Itachi dengan onyx nya yang semakin banyak mengeluarkan airmata. "Itu rumahmu. Kau anak tertua di keluarga kita. Kau anakku, Itachi... anakku." tangan Fugaku terangkat menyentuh wajah Itachi yang menangis dalam tanpa suara. "Dan sekarang anakku sudah besar. Aku punya anak yang sudah dewasa."

Fugaku tersenyum, kemudian menarik kembali tangannya dari wajah Itachi dan menakupkan tangannya memohon. "Setidaknya maafkanlah aku sekarang. Maafkan aku."

Itachi tidak bisa menahannya. Sontak, ia pun bergerak memeluk Fugaku tanpa menyakiti ayahnya itu.
"Tidak, ayah. Harusnya aku yang minta maaf. Maafkan aku ayah, maafkan aku." Itachi semakin terisak saat dirasa sang ayah membalas pelaukannya.

Sasuke tersenyum di sertai airmata yang menetes dari onyx hitamnya. Pandangannya pun turun pada sang ibu yang kini menangis di pelukannya. Kali ini Sasuke tidak perlu khawatir, karena kini ibunya menangis bukan karena kesedihan, melainkan karena bahagia.

"Kau berhasil."

Sasuke menoleh begitu seseorang berbisik di telinganya. Dan ia mendapati Sakura tengah tersenyum menatapnya meski airmata menggenangi permata hijau itu. Sasuke tidak kaget kalau Sakura menangis, karena perasaan gadis itu memang mudah sekali tersentuh.

Sasuke membalas senyuman gadis itu. Kita, Sakura. Kita berhasil.


.
.
.
.

Owari

.
.
.

Omake

.
.
.

Sasuke memutar matanya malas untuk kesekian kalinya. Oh ayolah! Kapan acaranya selesai?! kini Sasuke memang berada di pesta pernikahan. Pemuda itu begitu tampan dengan balutan tuxedo yang membungkus tubuhnya. Bukan, bukan pernikahan Sasuke apalagi Izuta. Lebih tepatnya ini adalah pesta pernikahan Itachi dan Izumi sekaligus....

"Oi otouto. Selamat ulang tahun ya. Kau semakin tua saja, haha."

... pesta ulang tahun nya.

Setelah semua yang terjadi, Fugaku memutuskan untuk menggelar pesta perayaan untuk pernikahan Itachi dan Izumi. Meski Itachi sudah berusaha menolak, namun ayahnya itu tetap saja keukeuh dengan keinginannya. Karena tidak bisa melawan keinginan sang ayah, akhirnya Itachi menyetujuinya asalkan pesta itu dirayakan bersamaan dengan hari ulang tahun adik tercinta nya.

Sasuke mendengus memandang Itachi yang melangkah menghampirinya.
"Apa-apaan kau ini, merayakan pernikahan di hari yang sama dengan ulang tahunku. Pokoknya hadiah pernikahanmu akan menjadi milikku."

Itachi kembali tertawa dan merangkul Sasuke yang terlihat sangat kesal.
"Daripada kau merampok hadiah pernikahanku, lebih baik kau berikan hadiah ini pada Sakura." Itachi melempar sebuah kotak kecil berwarna merah marun pada adiknya itu.

"Apa ini?" Sasuke membuka kotak kecil itu yang ternyata adalah ...

"Cincin?"

... sebuah cincin yang terbuat dari mas putih dengan design sederhana namun elegan. Cincin yang juga digunakan Itachi saat melamar Izumi.

"Itu cincin istimewa. Cepat berikan pada Sakura." Itachi menunjuk Sakura menggunakan dagunya. "Jangan sampai keduluan orang. Ingat Sasuke, wanita itu butuh yang namanya kepastian. Walaupun kalian masih sekolah, tapi setidaknya cincin ini akan menjadi tanda bahwa Sakura adalah mikimu dan istrimu dimasa depan." Itachi menepuk pundak Sasuke dua kali dan melangkah meninggalkan sang adik yang tak mengalihkan pandangannya dari sosok Sakura yang tengah berbincang dengan beberapa orang temannya.

.
.

Sakura tengah berbincang dengan Ino saat di rasa seseorang menarik tangannya.

"Hey! apa yang k-... Sasuke-kun?"

Sasuke mengabaikan Sakura yang terkejut dan langsung memasangkan cincin pemberian Itachi. Setelah terpasang, ia pun melangkah begitu saja, mengabaikan Sakura yang melongo dan teman-teman Sakura yang merona.

Sakura loading, tapi teman-teman nya langsung mengerti maksud pemuda tampan itu.

.
.

"Apa-apaan... aku yang ulang tahun, aku juga yang memberi hadiah." Sasuke terus berjalan seraya menutup sebagian wajahnya yang merona dengan sebelah tangannya.

*********

A/N :

Oke, aku bikin note ini karena banyak yang komen ceritanya kayak film India Kabhi Kushi Kabhi Ghum yang fenomenal itu. So, karena cerita ini tuh emang terinspirasi dari film tersebut, jadi ga usah heran kalo ada scene atau dialog yang sama ya sayang karena alurnya aku emang ambil dari film itu untuk kebutuhan cerita.

Penjelasan ini juga berlaku untuk Fict "ANGERED" ya say

Terimakasih sudah membaca ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro