Hanamatsuri.
Hypnosismic AU!
Pairing: Riou Mason Busujima x Yamada Saburo
Genre: Hurt?
Warn: OOC,Typo and others
PLAKK!!
Saburo terdiam ketika tamparan super keras itu mengenai pipi putih mulusnya, ia menatap pelaku penamparannya dengan tatapan terluka,ia menyentuh pipinya sendiri yang sudah memerah lecet,"AKU BENCI KAU,RIOU-SAN!!"teriaknya sebelum berlari meninggalkan pria yang berusaha menahannya.
Riou menatap tangannya sendiri,ia terkejut bagaimana ia bisa menampar pria mungil yang sangat ia sayangi, hingga terluka?
Tatapan Riou pias,"Maafkan aku, Yamada Saburo."
♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡
Entah berapa lama setelah pertengkaran hebat itu,mungkin sebulan,setahun atau entahlah. Saburo sudah melupakan berapa lama,satu hal yang masih ia ingat adalah bagaimana Riou,melayangkan tangan besarnya pada pipinya dengan sangat keras.
Bagaimana pria yang dulu ia cintai menyakitinya seperti itu.
Bohong bila Saburo berkata ia sudah move on dari pria itu. Kenyataannya adalah ia merindukan pria itu,sangat. Namun ia berusaha keras,dengan sangat keras untuk melupakan semua perasaannya.
Apalagi kenyataannya mereka adalah musuh, sekarang.
Saburo mendengus tidak peduli,ia sibuk mengutak-atik laptopnya, sedang melakukan sesuatu. Hela napas lelah kembali keluar darinya, entah sudah berapa kali ia menghela napas lelah sepanjang hari,"Dua puluh."Jiro tiba-tiba berkata,Saburo menoleh,menatap kakak pertamanya, ia menaikkan sebelah alisnya,"Apanya yang dua puluh?"Jiro menyilangkan tangannya,"Dua puluh kali kau menghela napas lelah seperti itu,ada apa?"Saburo terdiam sejenak,'Sejak kapan Jiro peka akan hal kecil seperti ini?'ia bertanya dalam hati,"Tak ada apapun. Kenapa?"
Jiro tersenyum tipis,ia lalu duduk dibelakang sang adik bungsu dan memegang bahunya dari belakang,"Bahkan bahumu saja tegang,katakan saja ada apa."katanya lembut,"Kau sedikit lain setelah kekalahan kita di rap battle. Kau... masih memikirkan dia ya?"Saburo diam,
Sangat memikirkannya.
"Aku juga,aku juga masih memikirkan Jyuto. Itu kenyataannya saat ini, namun kau tahu apa yang lebih menyakitkan daripada ditampar seratus kali?"Saburo menggeleng,ia tak tahu,"Kenyataan orang yang kita cintai adalah musuh kita,itu jauh lebih menyakitkan."
Diam-diam Saburo setuju dengan perkataan sang kakak,itu sangat jauh lebih menyakitkan daripada saat ia dibully dahulu. Ia tersenyum,dan Jiro sangat tahu kalau sang adik berjuang sangat keras untuk tersenyum seperti itu.
Senyum paksa,itulah senyum yang dipakai Saburo saat ini.
"Jiro,aku... sudah melupakan perasaanku padanya dulu kok. Saat ini aku tak sedang mengingatnya sama sekali karena bagiku itu tidaklah penting."kata Saburo sembari mengetik di laptopnya,membuat Jiro tersenyum miring,"Katakan hal itu lagi disaat binar matamu menunjukkan hal yang sebaliknya,adik bodoh."
Perkataan Jiro nyaris membuat Saburo menangisi Riou lagi,namun ia sudah bertekad,"Tidak,aku baik-baik saja kakak tolol. Sekarang keluar dari kamarku karena aku sedang sibuk."
"Hei! Iya iya aku keluar!"Jiro segera keluar dari kamar adiknya sebelum ia menjadi korban lemparan speaker milik Saburo. Saburo menatap pintu yang sudah tertutup,tatapannya pias. Ia meraih ponselnya,menatap wallpapernya dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Ia segera mengganti foto wallpapernya sebelum ia menangis lagi. Lagi dan lagi,selalu.
Ia tidak tahu pria itu masih memiliki perasaan yang sama sepertinya, apa pria itu mencarinya atau tidak dan semacamnya. Tak tahu dan sungguh tak ingin tahu,Saburo berjuang mengunci hati. Namun saat ia sedang sibuk dengan laptopnya,ia mendengar teriakan senang dari Ichiro,membuatnya segera keluar dari kamarnya yang dinginnya seperti kulkas.
"Ada apa Ichi-nii?"tanya Saburo dengan nada datar,"Yatta! Kita menang tiket ke Kyoto bertiga,apa ada yang mau ikut denganku?"tanya Ichiro balik,Jiro dan Saburo segera mengangguk semangat dan segera kembali ke kamar masing-masing untuk packing.
Beberapa hari kemudian,mereka saat ini sudah di Kyoto. Memang,Ichiro dan Jiro menikmati perjalanan mereka,tapi tidak dengan seorang Yamada Saburo. Ia tak begitu menikmati perjalanan mereka, pikirannya sedang melayang entah kemana saat ini. Ia diam,hanya diam disepanjang perjalanan,tak tertarik untuk membuka suara sama sekali. Sedikit membuat kedua kakaknya khawatir,namun saat ditanya,ia akan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Hanya Saburo yang tahu alasannya tetap diam disepanjang perjalanan mengelilingi Kyoto.
Saat menatap kesuatu tempat,ia segera membuang pandang tak ingin melihat lebih lama. Karena apa yang ia lihat justru membuatnya sakit hati. Riou,bersama kedua temannya bersenang-senang seolah pria itu sudah melupakannya,
Atau memang sudah melupakan dirinya?
Tentu saja Saburo menjadi sedih,ia merasa perjuangannya selama ini hanyalah kesia-siaan belaka yang tak ada artinya bagi pria itu. Hatinya terluka,bukan luka kecil,melainkan luka yang sangat besar dan dalam, merobek setiap bagian hatinya, menghancurkannya dari dalam.
Saburo akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan kedua kakaknya,toh ia sudah mendapat ijin,jadi ia tak perlu repot saat kedua kakaknya menanyainya ini dan itu.
Saat ia berjalan sendirian di jalanan sepi kota Kyoto,ia tanpa sengaja bertemu Riou yang juga hanya sendirian. Riou menatapnya,ia mengalihkan pandang kearah yang lain asal bukan pria itu,"Apa kabar?"pria itu bertanya lembut padanya,ia menoleh,menatap pria itu dengan tatapan datar,"Biasa saja."jawabannya pun bernada datar. Membuat Riou menyadari ada yang salah,"Kamu... masih membenciku?"
Skak!
"Tidak juga,kenapa?"tanya Saburo balik,Riou tersenyum tipis,"Kelihatannya begitu."kata pria itu misterius,Saburo tertawa kecil,"Untuk apa aku membencimu?"ia bertanya dengan nada dingin,terselip sinisme didalam perkataannya dan Riou menyadari hal itu,perlu dicatatat,terkadang Riou akan sangat peka dalam beberapa hal. Ia kembali tersenyum tipis,"Untuk semua di masa lalu. Mungkin juga masa yang akan datang."katanya.
Saburo menggedikkan bahunya,"Tidak. Itu sudah masa lalu dan akupun sudah melupakannya. Bagaimana dengan kau sendiri?"kini giliran Riou yang terdiam,ia sama sekali tidak lupa bagaimana ia menampar Saburo padahal saat itu yang salah adalah dirinya. Bagaimana ia menyerang Saburo diatas panggung rap battle hingga hampir menewaskan anak itu,bagaimana karena dirinya,anak itu dibully habis-habisan disekolahnya hanya karenanya.
"Tidak,aku juga sudah melupakan hal itu karena bagiku itu hanyalah masa lalu saja."
Uso,Riou tahu itu adalah kebohongan terbesar yang pernah ia katakan pada seseorang,apalagi seseorang yang jauh di lubuk hati terdalamnya, masih ia cintai sepenuh hati. Ia hanya tidak ingin Saburo menjadi sedih lagi karenanya,hancur karena dirinya lagi. Hanya tak ingin hal buruk menimpa anak itu hanya karena dirinya.
Riou menatap Saburo yang menatap lurus kedepan,menerawang sedang memikirkan masa depan. Ia bertekad akan mengajak Saburo,sekalipun anak itu akan menolak.
Yang penting ia sudah mencoba.
"Saburo,"yang dipanggil menoleh, namun hanya diam menunggu,"Um... itu maukah kau pergi menonton kembang api bersamaku?"Saburo diam,menimbang-nimbang sejenak.
Ia bimbang,ingin menolak tapi tidak tega,apalagi ia tahu kalau Riou itu sangat sulit mengatakan apa yang ia inginkan atau apa yang sedang ia lakukan.
Dengan ragu,ia mengangguk,"Tentu saja,aku bisa meluangkan waktu kok."
Riou tersenyum tipis mendengar jawaban Saburo,setidaknya dirinya tidak ditolak,itu pikirnya. Ia lalu mengelus surai lembut Saburo, sedikit melampiaskan rasa rindunya sebelum akhirnya pergi meninggalkan Saburo seorang diri di jalanan Kyoto.
Hari yang dijanjikan pun tiba,dengan seribu satu alasan,ia berhasil mendapat ijin untuk pergi sendirian. Ia hanya memakai kaus dan celana pendek selutut,kaus tipisnya pun hanya ia tutupi dengan jaket basket miliknya yang tak begitu tebal. Ia menunggu Riou di halte,sendirian.
Namun yang ditunggu bukannya datang,Riou justru melupakan janjinya dan malah pergi bersama kedua temannya untuk menonton festival kembang api. Ia melupakan janjinya pada seorang Yamada Saburo.
Berjam-jam Saburo menunggu Riou di halte,saat ia mengecek jam di ponselnya,ia tahu ia sudah tiga jam berada di halte itu,sendirian. Namun ia tak beranjak,masih menunggu pria itu. Pria yang melupakan janjinya pada Saburo. Bohong bila ia berkata ia tidak berharap,karena pada kenyataannya dia sangat senang ketika Riou mengajaknya.
Tetes demi tetes hujan mulai turun dari langit,panggilan terakhir darinya adalah sepuluh menit yang lalu, dan terlihat kalau Riou menolak panggilan itu tanpa melihat siapa peneleponnya. Dengan wajah terluka, Saburo berjalan ke konbini,menutupi tangisannya dengan air hujan,ia sengaja membiarkan tubuh mungilnya dibasahi air hujan dan diterpa angin kencang. Ia duduk di selasar konbini,memeluk lututnya sendiri dan menangis tanpa suara, menyembunyikan wajah terlukanya di antara lututnya.
Harusnya ia sadar dan tak perlu berharap lebih dari pria itu.
Riou sudah pulang semenjak festival berakhir,kira-kira dua jam Saburo menunggu sementara Riou sudah kembali ke penginapannya,ia merasa ia melupakan sesuatu namun ia tak terlalu mempermasalahkan hal itu.
Ia tak tahu kalau ia sudah menyakiti Saburo sekali lagi.
Gentaro yang kebetulan lewat didepan konbini menatap Saburo,"Hei."ia memanggil anak itu, Saburo mendongak menatap pemanggilnya,"Sedang apa disini?"tanya Gentaro lembut,karena ia sangat menyayangi bungsu Yamada itu.
Dan tak akan segan menghajar siapapun yang membuat anak itu terluka.
"Aku... sedang menunggu Riou-san... sudah empat jam dan dia belum datang juga."kata Saburo lirih,tanpa sadar membuat Gentaro naik pitam. Pria itu mengelus surai hitam Saburo, ia berkata,"Ayo pulang saja bersamaku."namun Saburo menolak dengan halus dengan cara menggelengkan kepalanya.
Gentaro akhirnya menyerah,karena ia tahu tak ada gunanya memaksa Saburo. Ia yang kebetulan tinggal di penginapan yang sama dengan Riou dan kedua sahabatnya,segera kembali ke penginapannya.
"WOI MANUSIA BAJINGAN!!"teriak Gentaro didepan kamar salah satu anggota MTC alias Riou,pria itu terkejut mendengar teriakan ganas Gentaro dan langsung membuka pintu kamarnya,"Ya ada ap-"
"APA MAKSUDMU MEMBUAT SABURO MENUNGGU DITENGAH HUJAN SEPERTI INI HAH?! MAU MEMBUATNYA JATUH SAKIT LAGI?!"bentak Gentaro sembari mencengkram kerah pria yang jauh lebih tinggi darinya, membuat Riou terdiam tidak mengerti,"Apa maksudmu,Gentaro-san?"tanyanya.
"PAKAI BERTANYA?! KAU ADA BUAT JANJI APA DENGAN ANAK ITU HAH?! ENTAH JANJI APAPUN ITU DAN KAU MELUPAKAN JANJIMU?! MEMBUATNYA MENUNGGU DITENGAH HUJAN BADAI SEPERTI INI MEMANG HOBIMU YA?!"
Riou kembali bungkam,ia baru ingat dengan janjinya. Segera ia menepis tangan Gentaro dan meraih payung, lalu berlari secepatnya ke halte tempat Saburo menunggu. Saat ia sampai di halte itu,tak ada Saburo disana,membuatnya semakin khawatir. Ia berjalan menuju konbini yang tak terlalu jauh dari halte itu, menatap sesuatu dan terdiam.
Ada Saburo disana.
Ia senang anak itu ada disana,namun bukan itu yang membuatnya kembali terdiam,melainkan Saburo yang sedang meringkuk,menutupi wajahnya dan memeluk lututnya, dalam keadaan basah kuyup kehujanan. Secara perlahan,Riou mendekati Saburo,"Hei."ia diabaikan, ia tak bisa marah karena ini juga kesalahannya,yang cukup fatal.
Ia berjongkok dihadapan Saburo, menatap anak itu dan mengelus surai hitam yang sudah basah,Saburo mendongak,menatap Riou dingin,"Akhirnya kau datang,"ia berkata,"Aku kira kau terlalu senang bersama kedua sahabatmu sampai akhirnya melupakanku."Saburo bangkit dari posisinya saat ini,"Aku... pulang saja."ia berjalan dengan gontai,mulai merasakan dingin dan pusing yang mulai menghantamnya.
Riou menatap punggung sempit Saburo yang ia tahu sedikit bergetar karena menangis,ia menatap Saburo, bertarung dengan pikirannya sendiri.
Tidak,ia tidak mau kehilangan Saburo untuk yang kedua kalinya apalagi karena kesalahannya.
Ia segera menahan tangan Saburo,"Tunggu!"ia berkata,namun Saburo berontak,"Lepas! Le-pas!"ia berusaha melepaskan tangan Riou, namun pria itu justru semakin mengeratkan genggamannya,"Maaf,"gumam Riou merasa bersalah. Saburo kembali diam,menunggu Riou melanjutkan. Namun setelah yakin Riou tak akan melanjutkan,Saburo berkata,"Aku tahu aku tidaklah penting buatmu. Hahaha... ha... harusnya aku sadar kalau kau punya dua sahabat yang jauh lebih penting dariku,yang bukan siapa-siapamu lagi. Harusnya juga aku sadar kalau aku tak perlu berharap kau akan menepati janjimu. Sekarang lepaskan aku,aku ingin pulang saja,lupakan saja kita pernah bertemu juga membuat janji. Lupakan saja aku pernah menunggumu disini hingga hampir lima jam."Riou terdiam mendengar perkataan Saburo,ia tanpa sadar melonggarkan genggamannya,memberi celah Saburo untuk melepaskan diri darinya lagi.
Saburo segera melepaskan genggaman Riou yang sudah tak terlalu keras,ia berjalan gontai ditengah hujan yang semakin deras, meninggalkan Riou untuk yang kedua kalinya dengan cara yang hampir sama.
Riou yang tak ingin kehilangan Saburo untuk yang kedua kalinya mengeratkan genggamannya pada payung yang ia pegang,"Saburo!!"yang dipanggil abai padanya,"Aku tak ingin kehilanganmu lagi!!"Riou berkata,membuat Saburo menoleh dan menatapnya dengan tatapan yang sama seperti satu tahun yang lalu,
Tatapan terluka.
"Aku tak mau mendengar hal itu lagi, aku muak. Selamat tinggal,Riou-san."
Riou langsung menarik tangan Saburo untuk kedua kalinya, langsung memeluk Saburo erat,"Maaf.. maafkan aku... aku lupa janjiku. Aku... aku tidak ingin kehilanganmu lagi."ia tetap memeluk Saburo erat,sekalipun anak itu meronta hebat meminta dilepaskan. Sekalipun anak itu memukuli dadanya dengan cukup keras.
Ia mengecup pucuk kepala Saburo,"Sebagai tanda permintaan maafku,aku ingin mengajakmu berkemah berdua saja dan..."
"Dan apa? Pft... tenang saja,kali ini aku takkan terlalu berharap kok."potong Saburo.
"Aku tidak akan melupakan janjiku lagi."
Tamat
[A/N]
Ok gue baper kali ini..
Jan lupa voment
Regards
Ark Akifuyu
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro