Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

File 115: Photograph

ヒプノシスマイクーAU
Pairing: Riou Mason Busujima x Yamada Saburo x Ryoichi Busujima
Family AU!
Riou x Fem!Saburo
Genre: Fluff(?),Hurt(?)
Warn: OOC, Typo and others

Loving can hurt, loving can hurt sometime. But it's the only thing that i know.
Cinta dapat menyakitkan, mencintai terkadang dapat menyakitkan. Tetapi, itulah satu-satunya hal yang kutahu.

(Ryoichi, 0 bulan.)
Teriakan kesakitan yang disahuti tangisan bayi membuat Riou menghela napas lega, sekaligus tersenyum. Ia mengelus lembut surai gelap sang istri dan mengecup dahinya,"Terima kasih,"katanya, Saburo tersenyum,"Terima kasih untuk apa?"tanyanya disela napasnya yang tersengal.

Dokter segera membawa bayi yang dilahirkan Saburo untuk dimandikan dan diperiksa. Tetes air mata bahagia menetes diatas surai jelaga Saburo,"Terima kasih...,"Riou terisak, hal pertama yang pertama kalinya dilihat Saburo selama 2 tahun pernikahan mereka.

Sungguh langka dan mungkin takkan terjadi lagi.

"Sama-sama."senyum lembut dikeluarkan Saburo, ia menggenggam erat tangan besar sang suami ketika dokter yang tadi membantu mereka muncul.

"Selamat ya, bu. Anaknya lelaki,"kata dokter itu sembari memberikan seorang anak dipelukannya,"Dia juga sehat."

Saburo menggendong bayi mungil itu dibantu Riou. Senyumannya merekah tatkala ia melihat bayi mungil berkulit kemerahan yang sedang tertidur lelap dipelukan sang ibu.

"旅一毒島 (Ryo-Ichi Busujima.)"Riou mengusap lembut kepala sang putra. Pria itu tersenyum. Lembut dan penuh kebahagiaan. Tak menyangka akan menjadi seorang ayah dan suami dari orang yang sangat ia cintai.

"Ryo...,"Saburo menatap bayi mungil itu, seketika, ia teringat bagaimana perjuangannya ketika ia tengah hamil Ryoichi. Bagaimana betapa ia sering membuat Riou heboh dan tidak tidur, dan betapa sering ia merepotkan Riou.

Tetes demi tetes air mata dikeluarkan pasangan yang tengah berbahagia itu. Mereka akhirnya melengkapi kebahagiaan mereka dengan lahirnya seorang putra.

When it get's hard, you know it can get hard sometime. It is the only thing that makes us fell alive.
Ketika keadaan menjadi rumit, kamu tahu terkadang keadaan dapat menjadi rumit. Inilah satu-satunya hal yang membuat kita merasa hidup.

(Ryoichi, 5 tahun.)
"Ne, Riou-san,"panggil Saburo ketika ia berjalan keluar dari kamarnya. Ryo kecil yang baru berumur 5 tahun mengekori sang Ibu, membuat Riou mengalihkan atensinya kepada istri juga anak pertamanya.

Riou tersenyum lembut, menunggu Saburo mengatakan sesuatu.

"Apa kamu masih sibuk? Bisa tolong gantikan aku menjaga Ryo, tidak? Aku harus pergi ke konbini."Ryo berlari ke arah ayahnya, senyum polos merekah begitu saja ketika sang ayah memeluk dan menggendongnya.

"Baiklah, hati-hati di jalan, Saburo."ia mengecup lembut dahi sang istri. Membuat pipi Saburo sedikit memerah.

"Mo-mou yamennasai. Ittekimasu!"

Dengan wajah merah, Saburo memutuskan untuk pergi ke konbini. Membiarkan sang suami bersama sang anak tanpa tahu apa yang mungkin terjadi saat ia pulang.

Sesuai dugaan awal Saburo. Saat ia pulang, rumah mereka benar-benar berantakan.

"RIOU-SAN!!!!"Saburo berteriak keras, setengah kesal setengah khawatir. Yang dipanggil muncul dari dapur, Riou muncul sembari menggendong Ryo yang sudah tertidur lelap dipelukannya.

"Hahh... yokatta. Untunglah tidak ada masalah apapun."Saburo menghela napas lega.

Namun ia ingat kalau ia takkan membiarkan Riou menjaga Ryo seorang diri lagi.

We keep this love in a photograph. We made these memories for ourselves.
Kita simpan cinta ini dalam foto. Kita buat kenangan ini untuk diri kita sendiri.

(Ryoichi 7 tahun.)
"Ryo, ayo cepat! Kau harus sekolah."Saburo mengusap pipi putranya dengan lembut. Membuat Ryo tersenyum layaknya bocah,"Un! Ryo akan mengambil tas Ryo terlebih dahulu."

Bocah kecil itu segera mengambil tas sekolahnya, lalu menatap sang Ibu,"Ryo sudah siap, mama!"

Saburo tersenyum kecil,"Naiklah ke mobil terlebih dahulu. Mama akan menyiapkan bekalmu."

"Un!"sekali lagi Ryo mengangguk. Ia segera menyusul sang ayah yang sudah terlebih dahulu berada di mobil.

Dengan cepat, Saburo membungkus kotak bekal untuk Ryo juga sang suami. Ia kemudian membawa dua kotak bekal itu ke mobil dan menatap sang suami dan putranya bergantian.

"Ini punyamu."Saburo menyerahkan sebuah kotak bekal berukuran sedang kepada Riou.

"Dan ini punya Ryo."kotak bekal yang lebih kecil diberikan kepada Ryo, membuat anak yang kini sudah berusia 7 tahun.

"Un! Terima kasih, Mama!"

Ryo kemudian diantarkan ke sekolahnya, mereka juga sempat mengambil foto bertiga di mobil sebagai foto keluarga pertama mereka.

"Anak yang bersemangat,"puji Saburo sembari menatap kepergian sang putra. Riou menatap sang istri dengan tatapan jahil, membuat wanita itu mengedip polos.

"Kau lebih bersemangat, apalagi dalam hal-hal 'tertentu'."

"Sialan."

Where our eye's are never closing. Our hearts are never broken, and time's forever frozen, still.
Dimana mata kita tak pernah terpejam. Hati kita tak pernah hancur, dan waktu membeku selamanya.

(Ryoichi, 09 tahun.)
"Hehe...,"Ryo menikmati kegiatan kesukaannya, yaitu mengusili sang Ayah tercinta. Ia punya 1001 cara untuk menjahili sang Ayah.

"Yare yare,"gumam Saburo sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menepuk lembut kepala sang putra, kemudian menatapnya lembut,"Jangan berlebihan, Papa nanti bisa marah padamu."

"Iya, Mama!"sahut Ryo sembari menyiapkan jebakan yang ia buat untuk sang Ayah.

"Yatta! Akhirnya selesai!"sorak Ryo bahagia. Anak itu menatap hasil karyanya dengan wajah bahagia, ia kemudian mendongak,"Bagus 'kan, Mama? Jebakan ulang tahun Papa?"

Saburo mengangguk pasrah, dalam hal seperti ini, anaknya mirip sekali dengan dirinya. Sama-sama hobi mengerjai Riou.

"Tadai-"sebuah ember yang terisi penuh tepung jatuh tepat diatas kepala Riou, yang memicu reaksi berantai. Tak lama setelahnya, Riou mendapatkan lemparan telur dari segala sisinya yang diakhiri dengan siraman air dingin.

Apakah Riou akan marah? Pria itu hanya diam, kemudian mengusap wajahnya yang berlumur tepung dan telur.

"Otanjoubi omedetou, Papa!"Saburo dan Ryo keluar dari dapur rumah mereka sembari membawa sebuah kue ulang tahun dengan rasa Matcha yang memang dipesan Saburo secara khusus.

"Tunggu, memangnya hari ini hari apa?"tanya Riou yang tidak mengetahui kalau ia berulang tahun hari itu.

"Papa, ini tanggal 21 Juni."Ryo menjawab sembari memegang kamera kepunyaan sang istri.

"Otanjoubi omedetou, Papa!"

So you can keep me, inside the pocket of your ripped jeans. Holding me close until our eyes meet, you won't ever be alone, wait for me come home.
Hingga kau bisa menyimpanku didalam saku celana robekmu. (Kau dapat) mendekapku erat hingga mata kita bertemu, kau takkan pernah sendiri. Tunggulah aku pulang.

(Ryoichi, 10 tahun.)
"Saburo,"panggil Riou dengan nada lembut, membuat Saburo menoleh dan menatap suaminya dengan tatapan penasaran.

"Ada apa, Riou-san?"tanya Saburo penasaran. Riou tersenyum teduh,"Aku harus pergi tugas."

"Kemana?"Saburo langsung bertanya dengan nada yang sangat khawatir. Ia takut sang suami akan ditugaskan ke Afganistan.

"Afganistan,"jawab Riou seolah tahu apa yang dipikirkan sang istri. Saburo berdecak,"Serius?"Riou tertawa kecil mendengarnya,"Tentu saja tidak. Aku harus pergi ke Indonesia."

"Dasar mahkluk menyebalkan,"gerutu Saburo pelan,"Berapa lama?"Riou mengerjap,"Aku ngga tahu."

"...yah... yaudah lah mau diapain lagi. Cepat pulang, janji?"

"Janji."

"Janji apa? Janji kelingking?"

Riou tertawa kecil saat menghadapi kepolosan sang istri. Ia mengusak-usak surai jelaga Saburo,"Janji Tentara."

"Oh...,"

'Maaf Saburo,'

Saburo tertawa kecil, ia berkata dengan nada iseng,"Bawakan oleh-oleh, ya, sepulang dari Indonesia."

"Iya iya."Riou menjawab sembari mengusak lembut surai jelaga Saburo-nya.

Loving can heal, loving can mend your soul. And it's the only thing that i know (know).
Cinta dapat menyembuhkan, mencintai dapat merajut jiwamu. Dan itulah satu-satunya hal yang kutahu.

(Ryoichi 11 tahun.)
Riou tersenyum lembut ketika ia memeluk putra dan istrinya. Ia mengusap lembut surai jelaga yang selalu bermanja layaknya kucing kepadanya, dan sang putra yang bersurai sewarna dengannya, namun memiliki beberapa helai rambut hitam diujung rambut blonde-nya, ia usak dengan gemas.

Riou akan berpisah dengan keluarganya. Tapi ia yakin dan tahu, kalau itu tidak akan lama. Riou berjanji akan kembali.

"Jaga diri kalian selama aku pergi. Ryo, jangan bandel selama Papa pergi, ya?"

Ryo mengangguk kecil sembari terisak, ia tak ingin sang Ayah pergi.

"Ayolah, jagoan kecilku kok menangis?"

Dengan wajah cemberut, Ryo menyeka air matanya dan menatap sang Ayah, kemudian menginjak kakinya dengan kekuatan badak.

"Awww!!"bukannya merasa kesakitan, Riou justru merasa geli akan injakan Ryo yang hanya terasa sedikit sakit untuknya.

"Mama neko juga."Riou mengusap lembut pipi sang istri, wanita itu menatapnya dengan sedikit linangan air mata.

"Jangan sedih selama aku pergi. Tetap jaga pola makan dan tidurmu bahkan jika aku ngga disisimu. Lalu jangan pernah memaksakan diri, tunggulah aku."

"Aku akan pulang."

Saburo mengangguk, ia kemudian mengecup pipi Riou sebelum melepas pria itu.

Walau dengan tidak rela, ia akhirnya melepas Riou. Melepas perajut jiwanya.

I swear it will get easier, remember that with every piece of ya. And it's the only thing we take with us when we die.
Aku bersumpah semua ini akan mudah, mengingat ity dengan setiap kepingan (kenangan) akan dirimu. Dan itulah satu-satunya hal yang kita bawa saat kita mati.

(Ryoichi, 13 tahun.)
Sudah entah berapa tahun semenjak kepergian Riou. Kini Ryo kecil yang jahil sudah berubah menjadi remaja yang berwajah tampan ditambah dengan mata dwi warna keturunan sang Ibu. Ryo kini sudah bersekolah di Yokohama junior high school, dan anak itu adalah anak kebanggan para guru di sekolahnya.

"Mama,"Ryo menatap sang Ibu yang sedang memasak di dapur, tentu saja sendirian.

Saburo menoleh, menatap sang putra,"Okaeri, Ryo. Bagaimana harimu di sekolah?"tanya Saburo sembari melepas apron hitam yang digunakannya.

"Mama, Ryo terpilih menjadi ketua klub basket!"

Saburo tersenyum kemudian memeluk putranya yang kini setinggi dadanya. Ia menatap sang anak,"Setelah kamu terpilih, kamu semakin harus pintar mengatur waktu, dan jangan biarkan waktu tidur dan makanmu berantakan. Mama akan usahakan untuk memberikan bekal yang tepat untukmu."

"Iya Mama,"sahut Ryo sembari membalas pelukan sang Ibu.

"Ma, apakah Mama sibuk, nanti malam?"

Saburo memutar ingatannya, mengingat apa-apa saja yang harus ia lakukan nanti malam.

"Hm... tidak juga, Mama senggang nanti malam."

"Bagus! Kita makan malam diluar ya, Ma? Onegaii~"

"Iya Ryo, nanti malam kita makan diluar. Ck, kamu mirip sekali, sih,  dengan Ayahmu."

"Tehe~"

We keep this love in a photograph. We made theese memories for ourselves.
Kita kenang cinta ini dalam sebuah foto, kita buat kenangan ini untuk diri kita sendiri.

(Ryoichi, 13 tahun.)
Sambil makan, Ryo terus menceritakan apapun yang terjadi di sekolahnya. Dari mulai ia yang terpilih menjadi ketua klub basket, hingga bagaimana Ryo mendapatkan sekotak besar kardus yang berisi surat cinta dari para gadis di sekolahnya.

Diam-diam Saburo meringis saat ia mengingat bagaimana Riou juga mendapat hal yang sama seperti apa yang didapat Ryo sekarang, dan hal itu selalu sukses membuat Saburo cemburu berat.

'Ah... Riou ya? Apa kabarnya, ya? Dia belum mengabariku sama sekali...,'

Saburo tenggelam dalam pikirannya sendiri, sampai ia bahkan tak sepenuhnya mendengarkan cerita sang putra.

"Ma!"seruan itu membuat Saburo tersadar, wanita itu menatap sang anak,"Maaf maaf, Mama sedikit melamun tadi."

"Mama..., Mama lagi kangen sama Papa ya?"tebak Ryo dengan hati-hati. Saburo langsung menatap lurus sang anak,"Darimana kamu tahu?"

"Tatapan Mama. Bagaimana Mama menatap pigura foto pernikahan Mama dan Papa dan foto-foto lainnya."

"Lalu bagaimana cara Mama melakukan sesuatu. Apapun yang Mama lakukan, Ryo seolah bisa melihat bayangan Papa yang selalu ada disisi Mama."

Napas Saburo terasa tercekat, putranya sangat jenius hingga tahu sejauh itu.

"Wa-wah, Ryo hebat ya,"puji Saburo sedikit canggung,"Ayo habiskan makan malamnya."

"Jangan mengelak, Ma."

"Iya iya."

Where our eyes are never closing, our hearts are never broken. And time's forever frozen, still.
Dimana mata kita tak pernah terpejam, hati kita tak pernah hancur. Dan waktu membeku, selamanya.

(Ryoichi, 15 tahun.)
"Ma! Ryo menang turnamen!"sang putra masuk ke ruang kerjanya sembari membawa sebuah medali emas.

Saburo menoleh, menatap sang putra lembut,"Wah... selamat ya! Ryo mau apa sebagai hadiah?"tanya Saburo sembari menaikkan kacamatanya yang sedikit melorot.

"Ryo... hum... ngga ada~!"jawab Ryo dengan aura fuwa-fuwa yang menyilaukan. Saburo menghela napasnya perlahan,"Kita ke pusat perbelanjaan."

"Un! Kita pergi ke sana!"sahut Ryo sebelum pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

Saburo tersenyum, antara senyuman bahagia akan kemenangan sang putra, atau senyuman sendu karena sang suami tak ada disisinya untuk melihat kemenangan sang anak.

Saburo mengelus lembut pigura yang terpajang disebelah meja kerjanya,"Pulanglah segera... sudah lima tahun."

Saburo tahu, ia sangat merindukan pria itu.

So you can keep me, inside the pocket of your ripped jeans. Holding me close until our eyes meet, you won't ever be alone.
Hingga kau bisa menjagaku didalam saku celana robekmu. (Kau bisa) mendekapku erat hingga mata kita bertemu, kau takkan pernah (kubiarkan) sendirian.

(Ryoichi, 15 tahun.)
Keduanya memutuskan untuk pergi ke sebuah pusat perbelanjaan di kota Yokohama. Gelang hitam yang meliliti tangan Saburo, ia dekap dengan erat, hingga ia merasakan Riou menggenggam tangannya dan tersenyum kepadanya.

Ryo menatap sang Ibu dengan ekspresi sendu, diam-diam ia juga merindukan Ayahnya. Ketika Ibunya melampiaskan rasa rindu ke pekerjaannya, maka Ryo melampiaskannya ke dunia basket.

Ryo berhenti di sebuah toko sepatu, lamat-lamat ditatapnya sebuah sepatu basket berwarna hitam.

"Ryo mau itu?"tanya Saburo lembut pada sang putra. Ryo menoleh, kemudian menggeleng kecil,"Ah... nggak, cuma ingin melihat saja."

"Baiklah, setelah ini kita makan dulu sebelum pulang."

"Wakatta, Mama."

Pada akhirnya, Saburo memutuskan untuk membelikan sepatu itu kepada sang putra tercinta.

And if you hurt me, that's okay baby only word bleed. Inside theese pages you just hold me, and i won't ever let you go.
Dan jika kau menyakitiku, tak apa, sayang, hanya kata-kata menyakitkan. Didalam halaman ini, kau hanya mendekapku dan aku tak akan pernah melepasmu.

(Ryoichi, 16 tahun.)
Sudah entah berapa tahun semenjak kepergian Riou. Kini Ryo sudah masuk ke jenjang SMU, Ryo kecil yang menggemaskan kini berubah menjadi Ryo yang tampan, kesayangan para guru dan idola para gadis di sekolahnya.

Tak hanya menjabat sebagai ketua OSIS, Ryo juga menjabat sebagai ketua klub basket di sekolahnya yang menjadikannya semakin terkenal, apalagi setelah sekolahnya memenangkan sebuah turnamen bergengsi, Ryo jadi semakin legendaris.

Setiap hari, tanpa pernah absen, Ryo mendapatkan sekardus besar surat cinta yang tak hanya berasal dari gadis-gadis di sekolahnya, namun juga dari sekolah disekitarnya.

"Hah... arigatou."Ryo hanya menggumam ketika ia kembali mendapatkan bento ke dua puluh yang ia dapatkan hari ini. Pada akhirnya, Ryo mengumpulkan seluruh anggota tim basket ke gym dan membagikan bekal-bekal yang ia dapatkan sepanjang hari.

"Ayo dimakan! Aku sudah bawa milikku sendiri, jadi itu semua boleh untuk kalian!"kata Ryo sembari menyantap bekal yang dibawakan sang Ibu untuknya.

"Ryo-kun hebat ya! Tetap mengutamakan bekal buatan sang Ibu daripada dari kita!"bisik seorang gadis yang segera diangguki teman-temannya.

Wait for me come home. Wait for me come home. Wait for me come home.
Tunggulah aku pulang. Tunggulah aku pulang. Tunggulah aku pulang.

(Ryoichi, 19 tahun.)
"Tadaima." Riou menyapa sembari melepas sepatunya, ia menatap sang istri dan putranya yang tertidur sembari saling berpelukan di sofa. Dengan lembut, dielusnya surai dua orang kesayangannya. Senyum hangat nan teduh ia tampakkan, ia suka mengelus surai jelaga sang istri.

"Ryo sudah besar ya...,"bisiknya lirih sembari mengusap lembut surai blonde milik putranya."Padahal dulu cuma bocah kecil yang hobi mengusili Ayahnya dan terkadang sedikit cengeng."

Riou mengedarkan pandang, ia melihat berbagai medali, piala dan penghargaan tersusun rapi di ruang tengah.

Sebuah kalender mengalihkan atensinya, Riou menatap kalender itu dan mengambilnya.

27 Agustus 2020, hari kelulusan SMA. Berharap Ayah pulang.

Riou kembali meletakkan kalender itu di tempatnya. Setelahnya, ia mengambil selimut dan menyelimuti tubuh istri dan putranya sebelum ia turut tertidur disisi sang istri.

Sedikit berharap sang istri akan sangat terkejut akan kepulangannya, sebenarnya.

Sesuai dugaan Riou, esok paginya, Saburo dan Ryo sangat terkejut dengan keberadaan sang Ayah diantara mereka.

Ryo bahkan sampai menangis di hari kelulusannya, walau ia menangis bukan karena kelulusannya.

Dan berkata.

"Ryo bahagia..., akhirnya Papa pulang dan kita kembali bersama. Ryo kangen Papa."

You can fit me, inside the necklace you got when you were sixteen. Next to your heartbeat where i should be, keep in deep whitin your soul.
Kau bisa menyimpanku didalam kalung yang kau dapatkan ketika kau berumur enam belas tahun. Didekat detak jantungmu dimana seharusnya aku berada, simpanlah dalam-dalam di jiwamu.

(Ryoichi, 21 tahun.)
"Papa! Aku dapat beasiswa ke Inggris!"kata Ryo semangat sembari memegang sebuah map. Riou menoleh, menatap Ryo,"Inggris?"tanyanya memastikan.

Ryo mengangguk bahagia,"Hasil kerja keras Ryo selama ini akhirnya membuahkan hasil!"

Saburo mengusap lembut surai sang putra. Wanita paruh baya itu tersenyum keibuan,"Lalu, apa kamu bisa jaga diri?"

"Un! Ryo bisa jaga diri selama di Inggris nanti. Ryo juga akan pulang kelak setelah Ryo lulus kuliah nanti."

"Oh my little dear...,"Riou melingkarkan sebuah kalung tali berwarna hitam dengan foto mereka bertiga ketika Ryo masih kecil.

"Jangan lupakan kami."

"Tentu saja, Papa. Aku takkan melupakan Mama dan Papa."

"Ha-ha-ha,"Riou tertawa kecil,"Jadi, kapan putraku yang sudah besar ini akan berangkat?"

"U-um... aku terlambat memberitahu, tapi aku akan berangkat hari ini jam 12 malam."

"Malam sekali!"ujar Saburo terkejut, membuat Ryo menggaruk kepalanya yang tidak gatal,"Entahlah, Ryo hanya berhasil mendapatkan tiket malam."

"Jadi apa kau sudah mempersiapkan semuanya?"

"U-un. Sudah, Papa."

And if you hurt me, well thats okay baby, only words bleed. Inside theese pages you just hold me, and i won't ever let you go.
Dan jika kau menyakitiku, yah, tak apa sayangku, hanya kata-kata menyakitkan. Didalam laman ini, kau hanya mendekapku, dan aku takkan pernah melepasmu.

(Ryoichi, 26 tahun.)
Sudah lima semenjak kepergian Ryo ke Inggris. Saat ini kedua orang tuanya sedang meneleponnya.

"Halo, Ryo,"sapa sang Ayah.
"Papa! Aku kangen!"sahut Ryo dari balik laptopnya, membuat sang Ayah terkekeh sebelum memanggil ibunya.

Mata Ryo berbinar ketika ia melihat kedua orang tuanya dihadapannya, ia bahkan hampir menangis melihatnya.

Mereka berbincang lama sekali, melepas rindu, memberi nasihat, dan lainnya hingga tiga jam lebih.

"Baiklah Papa. Nanti ketika Ryo sudah ada waktu luang, Ryo akan langsung pulang ke Jepang!"

Sayang sekali, janji Ryo yang satu itu tidak ditepatinya. Ia tidak pulang hingga ia lulus. Ryo baru pulang setelah dua bulan ia lulus dari Universitas Oxford.

Namun sebuah kenyataan menamparnya sedemikian kerasnya. Orang tuanya meninggal. Dua bulan lalu. Bertepatan kelulusannya.

Keempat Pamannya yang memberitahunya. Pada awalnya, Ryo tidak dapat mempercayai apa yang baru dilihat dan didengarnya dan ia terpuruk begitu saja atas kematian kedua orang tuanya. Namun sebuah buku harian milik Riou seolah membantunya bangkit.

Hanya sebuah buku harian tua nan usang, yang dipenuhi akan tulisan tangan sang Ayah, yang juga terdapat beberapa harapan untuknya. Hanya butuh buku yang bahkan sangat sulit untuk dibuka tanpa menghancurkannya untuk membangkitkan semangat Ryo.

When i'm away, i will remember how you kissed me, under the lamppost back on sixth street. Hearing you whisper through the phone.
Saat aku jauh darimu, aku akan mengingat bagaimana kau menciumku dibawah tiang lampu dibelakang jalan keenam. (Aku) mendengarmu berbisik di telepon,

(Ryoichi, 35 tahun.)
Kini Ryo sudah menjadi pengusaha sukses. Perusahaan yang bergerak dibidang robotik terbesar di Asia adalah miliknya. Namun, saking sibuknya ia, ia belum sempat mengunjungi makam kedua orang tuanya.

Ryo akhirnya mengosongkan jadwalnya selama sehari penuh, dan memutuskan untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya. Ia berlutut dihadapan nisan sang Ayah dan Ibu, meneteskan air matanya terharu, dan mengucapkan betapa ia bahagia mendapat kedua orang tua seperti Ayah dan Ibunya, betapa ia bersyukur memiliki orang tua sebaik kedua orang tuanya.

Betapa ia bersyukur atas segalanya.

Sebelum akhirnya Ryo berkata,"Wait for me come home."

Wait for me come home.
Tunggulah aku pulang

End

Plot by RizuKyu
Story by me
Ending by Rizukyu

Regards
歩か秋冬

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro