Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

File 113: Daughter

ヒプノシスマイクーAU!
ヤクザーAU!
Pairing: Riou Mason Busujima x Fem!TG!Saburo Yamada
Daddy!Riou x Daugher(?)!Saburo
Genre: ?
Warn: OOC, Typo, Mature Containt and others

Menjadi anak di keluarga Yakuza tidaklah semenyenangkan yang kau kira selama ini.

Terkhusus jika kau perempuan.

Tolong, simaklah kisahku ini, lalu jadikanlah legenda baru untuk kita semua, terkhusus kita anak perempuan di keluarga Yakuza.

---♡---

Anak perempuan seolah aib di keluarga Yakuza. Mereka seolah hanyalah boneka pemuas nafsu, samsak tinju, pembantu, dan pelacur karena terkadang suami atau ayah mereka sendiri yang menjual mereka.

Tapi tidak bagi keluarga Riou.

Riou menganggap semua anak itu memiliki hak yang sama, tidak peduli apakah ia memiliki anak lelaki atau perempuan. Namun, ketika kematian sang istri sesaat setelah diperkosa beramai-ramai oleh musuhnya, Riou sadar akan sesuatu.

Anak perempuan tidak boleh terlihat seperti perempuan.

Nama anaknya yang semula adalah Leanor Beryl Busujima, sengaja Riou ganti menjadi Saburo Busujima.

Saburo kecil dididik layaknya mendidik anak lelaki, ia diajarkan bagaimana caranya bertarung dengan senjata, juga dengan mata tertutup. Pendidikan yang teramat keras seperti neraka itu memang terkadang membuatnya sedikit frustasi, tetapi ia sadar itu semua demi kebaikannya. Karena ia tahu, ia perempuan.

Walaupun ia sudah memberat dan merendahkan suaranya, walaupun otot-otot di tubuhnya seolah menutupi jati dirinya sebagai perempuan, ia tetap tahu kalau dirinya berkelamin perempuan.

Saburo dilarang mengenakan rok, jepitan rambut, tas yang terlihat manis, pakaian wanita yang modis, dan banyak lagi. Ia hanya diijinkan membeli pakaian pria, termasuk tas dan sepatu.

Hanya dirinya dan sang Ayah yang tahu kalau ia adalah wanita.

"Ayah,"panggil Saburo sembari menghadap sang ayah,"Ada apa Ayah memanggilku kemari?"dengan senyuman lembut, Riou menjawab,"Saburo, Ayah diberitahu oleh guru les bela dirimu kalau kamu baru saja memenangkan pertarungan diatas ring dengan pria yang lebih besar darimu, apa itu benar?"Saburo hanya mengangguk perlahan, membuat Riou tersenyum lalu mengusak surai gelap sang putri,"Bagus, kamu ingin hadiah apa untuk pencapaianmu kali ini?"

Pertanyaan itu membuat Saburo berbinar,"Ayah, dua hari yang lalu, aku melihat iklan sepucuk senjata api jenis Riffle(?) bolehkah aku membelinya?"

"Hanya itu?"Saburo menggeleng,"Dan...,"anak perempuan yang terlihat seperti lelaki itu seolah terlihat ragu untuk melanjutkan,"Dan apa?"hal itu cukup membuat Riou penasaran sendiri.

"A-ayah, bolehkah aku pergi menonton konser Soraru dan anak-anak Utaite lainnya?"

Permintaan itu cukup membuat Riou tertawa kecil, seolah mengingatkannya akan nostalgia dimana sang istri juga akan melakukan hal yang sama ketika meminta sesuatu dari Riou.

"Tentu saja boleh! Ayo kita beli tiketnya!"ajak Riou sedikit bersemangat, membuat sang putri yang sedari tadi sedikit menunduk ragu, kini mendongak dan berbinar,"A-arigatou, Ayah. Aku sudah membeli tiketnya sih...,"

"Hanya saja aku sedikit ragu apa Ayah akan mengijinkanku pergi atau tidak,"sambung Saburo dengan nada sedikit ragu.

Riou menaikkan alisnya,"Asal kau tidak terlihat seperti wanita sih, tak apa."

"A-ah...,"dalam hati, Saburo sudah bersorak senang, hanya saja ia menahan teriakan bahagianya karena ia tahu kalau suara teriakannya itu sangatlah tinggi bak wanita, karena dirinya memang wanita.

Sebatas ayah dan anak saja yang tahu kebenaran itu.

Pada data diri, jenis kelamin Saburo adalah pria, bahkan termasuk data diri sekolah.

"Kalau mau berteriak senang, teriak saja. Ruangan Ayah 'kan kedap suara."Riou berkata sembari tersenyum lembut, membuat Saburo bersorak senang dan langsung memeluk sang ayah.

"Terima kasih, Ayah!"

"Ha-ha-ha. Pergilah dengan beberapa pengawal, kau tak boleh pergi sendirian."Saburo mengangguk,"Bagaimana dengan teriakan?"tanyanya lagi, terselip rasa khawatir saat ia menanyakan hal itu. Riou tertawa kecil melihat kekhawatiran sang anak, ia lalu memberikan sebuah collar  pada Saburo,"Pakailah ini,"ia berkata,"Dan teriakanmu akan berubah menjadi teriakan lelaki."

"Ayah memang yang terbaik!"puji Saburo dengan senyum lebar,"Arigatou!"

"Baiklah, ini sudah malam, Saburo. Waktunya tidur."dengan nada lembut, Riou mengingatkan waktu tidurnya pada Saburo, membuat Saburo tersenyum kemudian mengecup pipi sang ayah,"Selamat tidur, Ayah."

"Apa Ayah akan ikut besok?"tanya Saburo setengah mengintip ke ruangan Riou, dengan wajah sedih, Riou menggeleng.

Saburo tersenyum maklum,"Aku mengerti, selamat malam Ayah."

"Selamat malam, Saburo."

Saburo benar-benar pergi menonton tanpa sang ayah tersayang, walau itu membuatnya agak sedih, ia tetap menikmati jalannya konser sembari sesekali berteriak. Collar pemberian sang Ayah memang merubah suaranya, juga beberapa hal lain. Namun itu bukan masalah besar untuk Saburo yang sangat menikmati konser itu.

Saburo pulang dengan hati berbunga, dan hal itu membuatnya menjadi sedikit ceroboh. Ia lupa mengunci rapat pintu kamarnya ketika ia akan mengganti pakaiannya sepulang dari konser. Hal yang buruk terjadi, ketika ia sedang mengganti pakaian juga perban yang meliliti dadanya, salah seorang pengawal miliknya masuk begitu saja.

DEGH!

Saburo menoleh terpatah-patah, firasatnya sangat buruk ketika ia melihat pria itu mulai melonggarkan dasinya dan menjilat bibirnya,"Sudah kuduga,"kata pria itu,"Seorang Saburo adalah wanita."

Tubuh Saburo membeku, ia tak dapat bergerak sama sekali ketika tangan pria itu mulai menggerayangi tubuh penuh tattoo-nya dan meremas dada bulatnya.

Entah apa yang terjadi berikutnya, Saburo tetap membeku.

Begitu saja.

Saat ia disentuh sebanyak 10 kali oleh pria biadab itu, Saburo hanya bisa pasrah tanpa perlawanan.

Ia tak tahu harus apa, juga bagaimana.

Bahkan ketika pipinya mendapat pukulan keras, Saburo tetap diam membisu layaknya patung.

Lima menit setelah pengawal biadab itu keluar dari kamar Saburo, Riou memutuskan untuk datang ke kamarnya karena Saburo tak kunjung datang memenuhi panggilannya. Betapa Riou terkejut tatkala ia melihat sang putri meringkuk disudut kamar dengan tubuh telanjang bulat dan menangis ketakutan.

"Saburo...,"Riou segera merengkuh putri tunggalnya ke pelukannya, dengan hati-hati ia bertanya,"Ada apa ini? Kamu kenapa?"

Dengan mata berair dan pipi yang sedikit lebam, Saburo menatap sang Ayah,"A-ayah... aku... ak-u...,"ia tidak sanggup berkata, tangisannya kembali meledak.

Pada akhirnya, dalam pelukan sang Ayah, Saburo menceritakan segalanya. Bagaimana pria biadab itu menyentuhnya, bagaimana pria biadab itu menerobos pertahanan Saburo ketika ia lengah, bagaimana kejantanan pria itu menembus kewanitaannya dengan sangat kasar, membuat jaringan selaput dara juga bagian dalam organnya terluka hingga menimbulkan nyeri luar biasa, juga bagaimana pria itu mengeluarkan semennya didalam kewanitaan Saburo.

Segalanya.

Riou menggertakkan giginya marah, ia menatap Saburo lembut,"Saburo, dua hari lagi kamu berangkat ke Korea, Ayah... harus melanggar janji Ayah yang satu ini demi kamu."Riou menghela napas berat,"Leanor Beryl Busujima, kamu harus menjadi pria seutuhnya."

Saburo terkejut, ia kemudian menunduk perlahan,"Baiklah... Ayah."

Dua hari kemudian, pengawal biadab itu dibunuh, bertepatan Saburo harus meninggalkan Jepang seorang diri. Ayahnya harus tetap tinggal untuk menyelesaikan sesuatu sebelum pria itu menyusulnya ke Korea.

Dengan perasaan sedih, Saburo meninggalkan Jepang, sekaligus meninggalkan kelaminnya yang berstatus sebagai wanita. Tetapi ia akan kembali, tentu saja.

Sebagai pria.

Sebagai Saburo Busujima.

Demi kebaikannya, sang Ayah rela melanggar janji terhadap Ibunya, demi kebaikannya juga, Riou memberinya latihan dengan porsi neraka. Semua demi dirinya yang tumbuh besar di keluarga Yakuza.

Saburo menatap nanar dari jendela pesawat, collar dan segalanya sudah dilepas, termasuk perban yang setia meliliti dadanya. Setetes air mata terasa hangat mengalir di pipi mulusnya, ia sangat sedih ketika ia tahu dirinya harus meninggalkan Jepang sekaligus meninggalkan statusnya sebagai putri. Hanya demi agar kejadian itu tak terulang lagi.

Dua tahun Saburo berada di Korea bersama sang Ayah, kini tibalah waktunya ia harus kembali ke Jepang. Bersama sang Ayah tentunya. Hal itu membuatnya tersenyum senang, walau sedikit sedih ketika ia tahu ia kembali tidak sebagai Leanor Beryl Busujima, namun seutuhnya sebagai Saburo Busujima.

Dengan langkah mantap, Saburo melangkahkan kakinya di bandara internasional Narita. Sang Ayah yang berada disisinya turut berjalan bersamanya, tersenyum kecil dibalik masker hitam yang dikenakannya.

"Selamat datang Tuan!"sapaan bernada tegas itu keluar dari para anak buah mereka yang berdiri membentuk deretan serupa lorong, membuat Saburo tersenyum ceria,"Terima kasih!"

Riou mengusak surai separuh pirang separuh hitam Saburo, lalu tertawa kecil,"Persiapkan segalanya, aku akan mewariskan klan ini kepada putraku."

"A-apa?!"

"Saburo, Ayah sudah tua. Klan ini butuh pemimpin baru, tenang saja, ayah akan selalu membimbingmu kok."

"Ta-tapi Ayah!"

"Ssh, tidak ada penolakan, Saburo."

Pada malam harinya, dihadapan seluruh anggota klan Busujima yang berada di Jepang maupun diluar Jepang, dibawah sinar rembulan, Riou mengumumkan kalau ia turun dari tahta-nya sekarang dan mewarisinya kepada Saburo.

Tattoo segitiga terbalik dengan pohon kering ditengah-tengahnya seolah menjadi identitas baru untuk Saburo, ia menerima tattoo itu dengan sedikit ringisan dan senyum, kemudian ia berdiri dihadapan anggota klannya.

"Disini saya memiliki peraturan baru, mungkin ini sudah lama digagas namun tak pernah terealisasikan dengan berbagai alasan."Saburo berkata dengan nada tegas.

"Pertama, saya menetapkan kalau hak pria juga wanita itu sama. Tidak ada lagi jual beli perempuan yang didasarkan atas kerja sama, tidak ada lagi kekerasan kepada wanita dalam hal apapun, baik verbal, fisik juga seksual."

"Kedua, saya menetapkan kalau hak wanita sebagai Yakuza tertinggi adalah sah. Tidak ada patriarki, dalam hal apapun termasuk dalam organisasi ini."

"Ketiga, penjualan organ manusia saya legalkan, begitu pula dengan penjualan senjata ilegal dan human traffic(?)king. Tetapi hal itu hanya berlaku pada pria yang melakukan tindak premanisme yang meresahkan warga disekitarnya, juga lingkungannya."

"Keempat, wanita bebas memilih sendiri jalan hidupnya. Mau dia menikah atau tidak, mau dia ingin punya anak atau tidak, mau dia ingin bekerja atau tidak, semua berada pada pilihan wanita itu sendiri."

"Kelima, saya menetapkan hukum dimana jika seorang wanita di klan ini diperkosa oleh anggota klannya sendiri, maka sah hukumnya jika sang pemerkosa diperkosa balik oleh siapapun, baik pria maupun wanita."

"Keenam, jika masih ada tindak kekerasan, penyiksaan, atau semacamnya yang terjadi pada wanita, diharapkan wanita itu mau melaporkannya kepada saya, maupun bawahan saya agar segera ditangani."

"Ketujuh, hukuman potong jari sebanyak dua ruas jika melakukan kekerasan, tiga ruas jika melakukan tindak penyiksaan, dua jari jika melakukan penculikan, tiga jari jika melakukan bisnis jual beli wanita dengan landasan kerja sama maupun alasan lainnya, dan lima jari jika melakukan pembunuhan terhadap wanita maupun anak-anak."

"Dengan demikian, peraturan ini saya buat dengan sebaik-baiknya, jika ada yang keberatan, dengan lapang dada saya persilahkan untuk keluar dari klan ini."

Peraturan baru buatan Saburo diterima oleh berbagai pihak, kini, tak ada lagi kekerasan kepada wanita.

Hak pria maupun wanita adalah sama di mata Saburo.

"Bagus, Saburo,"puji sang Ayah ketika mereka hanya berdua saja,"Aku dengar-dengar, peraturan ini akhirnya diadaptasi oleh berbagai klan Yakuza lainnya."

"Yah... begitulah Ayah, aku benci jika wanita selalu ditindas dan diinjak-injak."

End

Plot by me
Story by me
Ending by me

Regards
歩か秋冬

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro