Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

File 112: Delusi

ヒプノシスマイク➖AU
Pairing: Riou Mason Busujima x Yamada Saburo
Genre: Angst and Hurt, Rap Battle and others
Warn: OOC, Typo and others

Kemenangan di division rap battle, tidak serta merta membawa buah manis untuk perwakilan Yokohama. Masih segar diingatan mereka, bagaimana Jiro terjatuh dan tak bangkit lagi, disusul Ichiro yang ambruk akibat serangan Samatoki.

Begitu pula Saburo, terlintas di ingatan Riou, bagaimana anak itu jatuh diatas panggung rap battle akibat serangannya sendiri yang berakibat sangat fatal untuk Saburo. Mereka bertiga bahkan tak tersenyum, atau mengatakan apapun ketika Otome mengumumkan kemenangan mereka, yang juga berarti seperempat wilayah Ikebukuro, jatuh kepada para antek perwakilan Yokohama.

Riou dan kedua temannya terakhir kali melihat para anak-anak Ikebukuro itu ketika mereka bertiga dibawa ke ambulans, guna mendapat perawatan yang baik di rumah sakit.

Setelah itu, ketiga anak itu menghilang bak ditelan bumi.

"Jadi...,"Riou menatap kedua sahabatnya bergantian,"Ada kabar dari 'mereka'?"kedua sahabatnya terdiam, membisu tanpa tahu harus berkata apa, membuat Riou tertunduk,"Aku rasa tidak, tak ada yang berhasil menemukan 'mereka' bertiga, 'kan?"dengan kaku, Jyuto mengangguk.

"...aku... terancam dipecat dari kepolisian."Jyuto memijit pangkal hidungnya, pria bersurai cokelat itu mendesah lelah,"Padahal aku tak pernah telat, selalu memberikan laporan jauh sebelum tenggat waktunya, dan menyelesaikan segala kasus yang melibatkanku. Kau juga, Samatoki."Jyuto menatap pria bersurai putih disisinya,"Kamu dicari sama antek-antek Chūoku dengan alasan penggunaan hypnosismic secara ilegal."

"Apa?!"Samatoki mendelik tak terima, ia menatap Jyuto tajam,"Ilegal dari mana?! Aku hanya menggunakannya terakhir kali ketika kita berada diatas panggung rap battle!"bentak si surai putih jengkel, membuat Jyuto menghela napasnya lelah,"Aku akan dipecat jika aku tidak berhasil menangkapmu, Samatoki."

Riou yang sedari tadi diam menyimak akhirnya buka suara,"Bagaimana jika Samatoki menyerahkan diri baik-baik, lalu kita akan datang menyelamatkan dia?"mendengar itu, Samatoki langsung mencengkram keras kerah sahabatnya,"Apa?!"

"Ngga bisa,"sahut Jyuto lelah,"Saat ini, dia cuma bisa melarikan diri aja supaya tak tertangkap."sambung pria bersurai cokelat itu dengan nada lelah yang sangat kentara. Riou menepis kedua tangan Samatoki yang sedari tadi mencengkram kerahnya,"Oh iya, aku ingin bertanya."

"Tanya saja,"sahut Jyuto lelah.

"Dimana anak-anak Ikebukuro berada? Khususnya si bungsu Yamada?"tanya Riou penasaran, Jyuto dan Samatoki terdiam sejenak, memikirkan cara tepat memberitahu sahabatnya tanpa melukai perasaan pria itu. Mereka berdua saling bertatapan, lalu sepakat.

"Lho, kamu ngga tahu? Dia 'kan sudah meninggal! Kita juga datang ke pemakamannya,"kata Jyuto frontal.

"Ichiro 'kan luka parah, dan Jiro koma. Lupa?"

Manik biru Riou membulat ketika mendengar dua kalimat itu meluncur dari mulut sahabatnya. Ia kontan menggebrak meja hingga kaca pelapis meja itu menjadi retak dan pecah,"SIALAN!! MANA MUNGKIN!!"Jyuto kembali bersandar pada sandaran sofa, ia melepas kacamatanya dan mengusap wajahnya lelah,"Terserahlah,"gumamnya.

Riou merentak kesal, pria bersurai jingga itu pun pergi ke kamarnya. Ia duduk di lantai kamar, berusaha mengingat apa yang terjadi setelah rap battle. Namun sepertinya ia melupakan sesuatu, kalau ia terkena efek permanen dari hypnosismic milik Yamada Saburo.

Ia beranggapan Saburo masih hidup dan kini berada dihadapannya.

Riou mendongak, ia menatap Saburo yang sedang duduk diatas ranjangnya sembari mengayun-ayunkan kakinya gembira, tatapan Riou berubah. Setengah tidak percaya dan setengah lagi senang.

"Saburo? Kamu kah itu?"yang ditanya cemberut, lalu menatap Riou sebal,'Tentu saja! Kamu pikir siapa lagi?'tanya Saburo balik dengan nada kesal yang kentara, membuat Riou mengerinyit,"Bu-bukan kah... kamu sudah mati?"tanya pria itu lagi, seolah sengaja memancing amarah Saburo,"Mati? Mati apa? Aku masih hidup kok!"

Riou kemudian memberanikan diri untuk memeluk sang bocah, namun yang terjadi berikutnya adalah, dengan sangat lembut, Saburo membalas pelukan itu dan mengusal manja.

Benar-benar khas seorang Saburo.

"Maaf... maaf karena mencelakaimu...,"gumam Riou meminta maaf, membuat Saburo tersenyum tipis, namun cukup mengerikan.

Semenjak kejadian itu, apapun yang Riou buat maupun beli, ia tetap membelinya dua buah. Padahal dirinya sendirian, dan itu semua diakibatkan delusinya akan Saburo yang seolah semakin membabi buta. Tak ada yang bisa dilakukan Jyuto maupun Samatoki selain membiarkannya, karena mereka sendiri pun sedang bergumul dengan masalahnya masing-masing.

Seperti saat ini, Riou menghidangkan dua piring omelet, walaupun dirinya hanya sendirian. Ia menatap Saburo dan tersenyum,"Ayo makan!"ajaknya semangat, membuat Saburo tersenyum kecil,'Ya! Ayo makan!'

"Ittadakimasu!"
'Ittadakimasu.'

Tatapan Riou melembut ketika ia melihat Saburo yang memakan masakannya dengan semangat, ia senang melihat senyum itu.

Walaupun pada kenyataannya, Saburo telah mati di tangannya sendiri.

Delusi yang semakin membabi buta itu terkadang membuat kedua temannya merasa kasihan terhadapnya, namun apa yang bisa mereka buat? Tidak ada, mereka juga masih bergumul dengan masalah mereka sendiri.

"Saburo,"panggil Riou lembut, membuat Saburo yang sedang mengusal di paha Riou mendongak, lalu menatap Riou penasaran,"Aku minta maaf, dan yah...,"sedikit ragu, namun Riou dapat mengatasinya,"Aku mencintaimu."

Saburo tersenyum tipis,"Apa kau rela melakukan semuanya untuk membuktikannya?"Riou hanya mengangguk sebagai jawaban.

Sementara itu, Ramuda dan Rei terus melakukan banyak hal untuk menumbangkan otoritas Chūoku. Rei secara perlahan mengumpulkan bukti kejahatan dua wanita itu, dan Ramuda terus membebaskan hasil cuci otak dari para bawahan setia Otome juga Ichijiku.

Riou menatap Saburo-nya lembut, tatapan mereka bersirobok, membuat Riou tersenyum hangat, ia mencintai Saburo-nya apa adanya. Senyum yang pernah luntur itu kembali, kali ini tanpa pernah luntur lagi, hanya karena satu orang, hanya karena delusinya yang membabi buta.

Hanya karena Saburo.

"Saburo, ijinkan aku memilikimu."Riou menggenggam lembut tangan dingin sang bocah, menatapnya berharap akan perasaannya yang akan dibalaskan oleh Saburo.

Saburo tertunduk, bukan karena malu ataupun senang, juga bukan karena marah dan sedih. Poninya yang sudah menutupi sebagian matanya, kini turun menutupi manik dwi warna itu, seolah sengaja menciptakan efek seram, Saburo tersenyum tipis.

'Buktikan kalau kau benar-benar mencintai seorang Saburo Yamada.'genggaman tangan dilepas, dengan sangat lembut tentunya, membuat Riou mengerinyit penasaran,"Dengan cara apa lagi, Saburo? Aku sudah melakukan segalanya untukmu."tatapan memelas dikeluarkan Riou, ia menatap Saburo nyaris tak percaya saat Riou melihat senyuman mengerikan itu terpatri manis di bibir Saburo-nya.

'Hm... bagaimana ya...?'Saburo memasang pose berpikir, ia menatap Riou datar, dan sedetik kemudian bocah itu tersenyum tipis,'Kau tahu? Aku adalah bentuk delusi akan rasa bersalahmu!'

'Kau sudah membunuh aku diatas panggung rap battle!'

'KAU SUDAH MEMBUNUHKU!!!!!!'

DEG!

Riou terdiam mendengar teriakan penuh amarah dari Saburo, secara perlahan, ia menunduk dalam, tidak tahu harus bagaimana dan apa. Segalanya kini menjadi jelas, mengapa orang-orang dijalanan sering menatapnya aneh, mengapa masakannya yang dihidangkan untuk Saburo tak pernah habis, mengapa ia selalu membeli dua benda walaupun yang satunya hanya tersimpan rapi di lemari Saburo setelah pria itu memberikannya pada Saburo.

"...lalu..., aku harus apa...?"ia bertanya lirih.

Sementara itu, di Chūoku.

"REI!!! TOLONG AKU!!"teriakan keras Ramuda seolah menyadarkan Rei, pria bermata dwi warna itu segera menyalakan Hypnosismic-nya dan menyerang Nemu.

Demi membebaskan  dan mengembalikan Nemu pada sang kakak.

Demi meruntuhkan Chūoku.

"Argh... aku tidak tahu kalau mereka memperkuat efeknya secara berkala!"Ramuda tersungkur, lagi-lagi ia memuntahkan darah segar, mendesis kesakitan kemudian.

Rei menoleh, menatap rekan kerjanya tanpa rasa belas kasih,"Ramuda, larilah. Aku akan menghabisinya disini, sekarang juga."

"LARI!!"

Teriakan Rei seolah menjadi peringatan bagi Ramuda, ia segera bangkit, dan berlari secepat yang ia bisa tanpa menoleh lagi ke belakang. Ramuda cukup bersyukur, pria bersurai merah muda itu ingat semua jadwal dari dua wanita ular itu.

Dan seharusnya mereka saat ini tengah melakukan rapat besar PBB di New York.

Dan memang begitu adanya.

Alarm peringatan seolah menjadi pengiring dari laju lari Ramuda yang semakin pelan, ia tidak tahu apa Rei berhasil disana atau tidak, yang Ramuda tahu, ia hanya harus terus berlari hingga dirinya menemukan 'telepon hitam' dan melaporkan segalanya ke pihak keamanan PBB. 

Ramuda menoleh ke belakang, dimana ratusan 'Ramuda' lainnya tengah mengejar dirinya, diikuti beberapa ilmuwan yang juga berkontribusi pada pembuatan Hypnosismic. Segera, sebisa mungkin ia mempercepat laju larinya, walau itu nyaris tidak mungkin, ia tetap berjuang.

Hingga akhirnya ia terpojok.

Ramuda tak lagi sanggup berlari maupun berjalan, ia terduduk dengan punggung menempel di tembok kokoh kantor Chūoku, dengan Ramuda lain yang berusaha menyakitinya walau ia sudah menepis. Tenaganya habis, permen terakhirnya ia makan sebelum pertarungannya dengan antek-antek hasil cuci otak Chūoku.

"R-Rei... tolong aku...,"gumam Ramuda putus asa ketika Ramuda lainnya mencekiknya dan menghajarnya dengan membabi buta.

BRAK!!

Lantunan rap dari Rei seolah menyakiti Ramuda lainnya, mereka semua segera melepaskan Ramuda dan menutup telinga mereka sebisa mungkin. Ramuda-Ramuda itu bahkan tak bisa menatap Rei yang berdiri dihadapan mereka dengan tatapan angkuh, dan menggendong Nemu dengan satu tangannya.

Ramuda segera bangkit, dengan tertatih dan lambat ia segera pergi ke ruangan dimana 'telepon hitam' itu berada, dan ketika ia berhasil masuk ke ruangan itu, ia segera mengunci setiap akses masuk, baik pintu, jendela maupun pintu rahasia yang juga berada disana.

Ia segera menelepon pihak keamanan PBB dan menceritakan semuanya, hingga mereka berkata kalau mereka akan melaporkannya ke FBI juga CIA.

Setelah memutuskan sambungan telepon itu, Ramuda jatuh, terduduk sembari menggenggam 'telepon' itu.

Ia menggumam,"Semoga berhasil..."

'Kalau begitu, kau harus mengikuti Saburo yang asli! Kau harus membuktikan cintamu!'

Perkataan Saburo seolah menampar Riou sedemikian kerasnya, dan kini disinilah ia berada, diatas balkon lantai 30 kamar apartemennya, Riou tersenyum pedih, ia menatap kosong kearah pagar pembatas balkon itu, sebelum akhirnya ia memanjat dan melompat dari sana, diiringi senyuman mengerikan dari Saburo.

Brak!!

Riou jatuh menghantam atap mobil yang kebetulan sedang terparkir dibawah apartemennya. Riou merasakan panas dan dingin disaat bersamaan, dan darah.

Ia melihat darahnya sendiri mulai membanjiri tubuhnya, bahkan satu jari pun tidak sanggup ia gerakkan.

Pria itu tersenyum penuh kepedihan untuk yang terakhir kalinya, sebelum ia kembali melihat Saburo yang berbeda.

'DASAR KAU BODOH!!'bentak Saburo dengan berurai air mata,'Aku... aku sudah bahagia disana! Mengapa kau terus terjebak dalam rasa bersalah dan halusinasimu?'

Pertanyaan Saburo seolah membuat Riou tersenyum, pria itu tersenyum untuk yang terakhir kalinya,"Karena... aku tidak... bi-bisa hidup tanpamu..."

Jawaban Riou adalah kata terakhirnya, lalu ia pergi, bersama Saburo, berdua.

Pergi ke alam baka, tempat dimana mereka akan selalu bersama, abadi dan selama-lamanya.

Chūoku runtuh, saat itu juga Ichijiku dan Otome ditangkap oleh pihak FBI, mereka dijatuhi hukuman mati.

Membuat perjuangan mereka untuk bebas berhasil, walau tanpa dua orang yang juga berarti besar untuk mereka semua.

Ichiro kehilangan adik bungsunya, membuat dirinya tak lagi memiliki alasan untuk melerai pertikaian antara Jiro dan Saburo.

Jiro kehilangan Saburo, ia tidak lagi punya alasan untuk bertikai maupun khawatir pada adik bungsunya itu.

Rei kehilangan putra bungsunya, dirinya tidak lagi dapat menjahili Saburo hingga anak itu menjadi kesal padanya.

Kuuko turut merasakan kepergian Saburo, ia tidak lagi dapat bertikai dengan Saburo tentang hal-hal yang tidak perlu.

Rosho kehilangan salah satu murid terbaiknya, ia tidak lagi memiliki rekanan untuk menjahili balik Rei dengan menghack laptopnya.

Sasara kehilangan Saburo, yang terkadang terrawa garing hanya untuk memberikan apresiasi pada lawakannya yang sebenarnya tidak begitu lucu untuk anak itu.

Gentaro kehilangan seseorang yang selalu menunggu semua karyanya dan membalas kebohongannya dengan kebohongan juga.

Jyushi kehilangan Saburo yang selalu berkata pedas hanya demi membantunya bangkit dari keterpurukan.

Hitoya juga merasakan kehilangan Saburo, ia merasa tak ada lagi yang mau menghajar Jyushi dengan omongan pedasnya hanya untuk membantu Hitoya menyemangati Jyushi.

Samatoki kehilangan Riou, yang membuat dirinya tidak lagi memiliki tempat untuk berkeluh kesah, juga tidak lagi memiliki alasan untuk menghindari masakan Riou.

Jyuto kehilangan rekan kerja terbaiknya, juga dirinya tidak lagi harus memesan makanan dari luar hanya demi menghindari masakan Riou.

Dice kehilangan Riou, ia tak lagi memiliki teman untuk makan bersama (:nyolong makanan Riou.)

Ramuda kehilangan Riou juga Saburo, yang membuatnya tak lagi dapat menjahili kedua anak adam itu, juga ia tak dapat lagi men-cie-cie-kan mereka berdua.

Doppo kehilangan Riou, ia tidak lagi memiliki teman yang benar-benar teman selain Hifumi juga Jakurai.

Hifumi kehilangan lawan terhebat yang pernah ia lawan, membuatnya sedikit terpuruk namun tidak begitu berarti.

Jakurai kehilangan Riou yang terkadang bisa ia goda tentang Saburo disela-sela kepadatan jadwalnya.

Pada akhirnya, runtuhnya Chūoku tak hanya membuat mereka bahagia, namun juga sakit hati karena mereka kehilangan dua orang yang berarti banyak untuk mereka.

End

Plot by me
Story by me
Ending by me

Don't forget to leave any vote or comment

Regards
歩か 秋冬

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro