File 109: Maid
ヒプノシスマイーAU
Pairing: Riou Mason Busujima x Yamada Saburo
Sadistic!Riou x Maid!Saburo
Genre: Full of Hurt and Angsty, Violence and others
Warn: OOC, Typo and Mature Containt, and others
Enjoy!
Saburo tersenyum cerah, seolah tak memerdulikan rasa nyeri di pipinya,"Selamat datang, Riou-sama,"sapanya lembut. Riou hanya meliriknya sedikit, mendengkus kemudian. Pria itu melepas jas yang dipakainya, lalu melemparkannya ke arah Saburo dan meninggalkan pria muda itu begitu saja.
"Anda baik-baik saja, Saburo-kun?"Ai bertanya dengan hati-hati, membuat Saburo tersenyum tipis,"Aku baik-baik saja, Ai-san. Aku sudah terbiasa,"jawabnya kalem. Ai menatapnya khawatir,"Lebam di pipimu terlalu mengerikan, Saburo-kun."
Dua kali suara tepukan tangan mengalihkan atensi kedua pelayan itu, Saburo tersenyum kecut,"Aku dipanggil, aku pergi duluan ya!"ia segera pergi ke kamar Riou, tempat biasa pria menunggu dirinya. Ia membuka pintu berwarna cokelat itu dengan hati-hati, mengintip ke dalamnya. Saburo tercekat, Riou sudah berdiri sembari menggulung lengan kemejanya, menatapnya dengan mata yang memancarkan kegilaan sejati, membuat ruangan itu terasa sangat mencekam, mau tak mau Saburo masuk ke dalam ruangan mengerikan itu.
PLAK!!
Baru saja ia selesai menutup pintu, sebuah tamparan super keras ia terima dari sang tuan yang hobi menyiksanya walau ia tak memiliki kesalahan apapun. Saburo mendesis kesakitan, menatap Riou dan berusaha tersenyum lembut,"Bagaimana hari anda, Riou-sama?"tanyanya hati-hati, namun Riou menatapnya dengan tatapan mengerikan,"Bukan urusanmu!! Dasar pelayan rendahan!!"surai hitam ditarik, hingga Saburo merasakan beberapa helai rambutnya rontok akibat jambakan Riou.
BUAKH!!
'Tolong aku...!!'batin Saburo yang meringis kesakitan ketika kepalanya menghantam sudut tembok dengan sangat keras. Darah mulai keluar, Saburo merasakan pusing yang sangat hebat akibat hantaman itu. Belum sempat ia bangkit, Riou sudah menendang perutnya hingga ia jatuh dalam posisi telentang.
Kaki berbalut sepatu pantopel keluaran brand ternama kini digunakan untuk menginjak perut sang pelayan, menatap dingin nan sadis hingga Saburo merasa inilah akhir hidupnya. Sebuah pisau kecil dikeluarkan Riou dari sakunya,"A-apa yang akan anda lakukan, Riou-sama? Ja-jangan, saya mohon...!"disela rasa sakitnya, Saburo mengerang memohon agar Riou menghentikan perbuatannya. Namun tidak, pria itu malah menarik rambut hitam Saburo, memaksanya bangkit dan mendudukkannya diatas kursi kayu yang dilengkapi dengan pengunci lengan dan kaki.
"Berteriaklah! Nyanyikan melodi indah itu!"perintah Riou sembari menggores kulit wajah Saburo lagi. Tetes demi tetes air mata mulai mengaliri wajah Saburo, erangan tertahan ia keluarkan tatkala pisau itu mulai menggores seluruh bagian wajahnya, membasahi pisau perak itu dengan darah merah nan kental, diiringi gelak tawa sang tuan.
"ARGH!!! HENTIKAN!! SAYA MOHON HENTIKAN...!!"teriakan bak melodi itu dikeluarkan Saburo tatkala Riou terus menggoreskan pisau kecil nan tajamnya diseluruh bagian wajah Saburo. Darah yang sedari tadi sudah mengotori pakaian maid hitam-putihnya, kini seolah merubah warna seragam itu menjadi merah dan berbau anyir, tuan muda memanglah psikopat.
Saburo menatap nanar kearah Riou,"Tolong hentikan...,"pintanya memohon, membuat Riou memasang serigai dan...
JLEB!
Srett...
JLEB!
Srett...
JLEB!
Tiga tusukan menghampiri Saburo, membuat Saburo berteriak sekerasnya untuk melampiaskan rasa sakitnya. Ia bukanlah masokis, ia takkan menemukan kenikmatan apapun ketika dirinya disakiti,"Apakah nikmat, wahai sampah?"tanya Riou dengan serigai mengerikan di wajahnya, Saburo terdiam, kedua jawaban takkan membuatnya bebas.
Malah mungkin akan bertambah parah.
"Aku tanya."pisau yang menancap di bahu Saburo ditarik, menciptakan rasa sakit tak terkira sebelum rasa sakit itu kembali lagi, Riou kembali menusukkan pisau di tangannya ke perut Saburo,"Ergh...! Y-ya, ini nikmat tuan,"jawab Saburo disela erangan kesakitannya. Riou mendesis kecil, ia tersenyum tipis,"Bagus, kali ini kau lepas,"katanya tiba-tiba.
Membuat Saburo terdiam, ia tak percaya kalau ia bebas dengan sangat mudahnya.
"Cepat mengangguk sebelum aku berubah pikiran dan kembali menyiksamu!"surai hitam kembali dijambak, Saburo mendongak mengikuti arah jambakannya, ia menatap nanar sang tuan sebelum mengangguk,"Te-terima kasih, Riou-sama,"ujarnya lirih. Lagi, Riou tersenyum, ia mencium bibir Saburo lembut, merasakan cairan kental berwarna merah yang turut mengalir bersama cairan saliva.
"Sungguh darah yang manis,"pujinya sebelum melepaskan jambakannya pada Saburo, ia tersenyum tipis,"Tapi itu bukan berarti semuanya selesai, wahai sampah kecilku,"katanya lagi sebelum berjalan pergi, meninggalkan Saburo yang terluka lumayan parah di ruangan itu.
Ai dan Sora segera masuk ke ruangan itu, mereka membantu Saburo melepaskan diri, lalu memapah anak itu keluar dari ruangan mengerikan itu dan mengobati luka-lukanya,"Saburo-kun,"panggil Sora memulai pembicaraan, Saburo hanya berdeham sebagai jawaban, ia menatap Sora datar,"Kau yakin ingin terus bertahan disini? Kau bisa mati lho,"tanya Sora khawatir. Membuat Saburo tertawa penuh kepahitan,"Aku harus bertahan, Sora-san, demi kedua kakakku."
"Kakakmu sendiri saja tak pernah datang kemari untuk menjengukmu, dan sekalinya mereka meneleponmu, mereka hanya ingin menanyakan soal uang."Ai tiba-tiba berkata dengan nada datar,"Saburo-kun, keluarlah dari sini. Hidupmu masih sangat panjang, namun di umur 16 tahun, kau sudah seperti ini? Keluarlah dari sini, pergilah sejauh mungkin, bawa semua tabunganmu dan buatlah usaha atau carilah pekerjaan lain."Ai berpesan.
Tenggorokan Saburo serasa tercekat, semua yang Ai katakan itu adalah kebenaran. Ia menunduk,"Aku tidak bisa...,"tetes air mata turun, membasahi seragam yang dikenakannya,"Kedua kakakku butuh aku."
"Mereka butuh uangmu, bukan kau,"cela Sora,"Kau bahkan tak pernah dijenguk kedua kakakmu."ia berkata lagi.
"Saburo-kun! Anda dipanggil Riou-sama!"teriak Yuu dari dapur, Saburo segera bangkit,"Aku akan segera kembali,"katanya pelan sebelum keluar dari ruangan itu. Sora dan Ai saling bertatapan, diamnya mereka terasa cukup untuk menjabarkan apa yang sedang mereka berdua pikirkan.
"Berhati-hatilah,"pesan Yuu pada Saburo saat mereka bertemu di dapur, ia menatap Saburo serius,"Dia sedang mabuk berat."pria bersurai gelap itu menatap Saburo,"Semoga beruntung."
Saburo menelan ludahnya, ia menatap Yuu lalu mengangguk, pergi ke kamar sang tuan kemudian.
JLEB!!
Baru saja Saburo selesai menutup pintu, sebuah pisau besar melesat kearahnya dan menggores pipinya, yang sebenarnya baru saja diobati oleh Ai. Saburo meringis tertahan, ia menatap sang tuan yang tengah duduk sembari memegang pisau kedua.
"Si-siksa saya, Tuan,"pintanya terpaksa, ia ingin semuanya berakhir dengan cepat. Riou bangkit dari posisinya, ia segera menarik tangan Saburo dan mengikatkannya ke sebuah kayu berbentuk huruf X. Tatapan mabuk tergantikan dengan tatapan tak waras, seolah Riou kehilangan kewarasannya dan memang begitu adanya.
Saburo hanya bisa pasrah, menahan rasa sakit ketika pergelangan tangannya yang berbalutkan perban kink dirobek paksa, dan dipakaikan sebuah borgol yang tersambung dengan kayu itu. Tatapannya menyiratkan permohonan, namun Riou terlalu kejam untuk peduli.
Baju maid disobek dengan pisau, memperlihatkan sebuah perut yang dibalut perban dan plaster luka. Saburo hanya bisa diam, salahnya juga mengucapkan kata 'itu'.
BUAGH!!
"Akh...!!"Saburo berteriak kesakitan ketika kepalan tangan Riou menyentuh perut ratanya, kembali merobek lukanya yang sudah dijahit rapi oleh Sora, dalam hati, Saburo membatin meminta maaf pada Sora.
Sebuah collar listrik melingkari lehernya, dan tersambung ke sebuah remote di tangan Riou. Saburo menggeleng kencang,"TI-TIDAK!! JANGAN!! AKHH...!!"teriakannya berubah menjadi erangan, tatkala arus listrik menyambar lehernya, menciptakan luka bakar yang lumayan parah.
Riou menyerigai, terus menyetrum Saburo hingga si pelayan muda melemas dan tampak membisu tanpa perlawanan yang berarti. Ia meraih botol alkohol diatas meja, meminumnya sebelum membanting botolnya hingga pecah berantakan. Ia memasang serigai, membuat Saburo hanya bisa menggeleng lemah berusaha menolak.
JLEB!!
Perut yang terekspos menjadi korban tusukan botol minuman beralkohol itu,"ARGH...!!"teriakan kesakitan seolah melodi, membuat Riou tertawa kecil dan terus mengulanginya di perut sang pelayan muda.
Saburo mendesis, ia merasa tubuhnya sudah hancur, darah kental seolah menjadi pewarna baru di bibirnya, ia memuntahkan banyak sekali darah akibat tusukan gila buatan sang Tuan.
Riou menatapnya tajam, botol di tangan dijatuhkan. Diganti dengan sebuah tongkat baseball, serigai kejam terpatri di wajah sang Tuan, dan...,
BUAKH!!!
"ARGH!!"
BRAKH!!!
"UARGH!!"
BRUAK!!!
"ARGH!!"
Lengan Saburo serasa hancur, ia mendesis kesakitan saat pukulan itu terhenti. Saburo menangis, rasa sakit itu semakin tak tertahankan. Wajahnya yang pucat, kini bertambah pucat akibat darah yang terus mengalir keluar, mengakibatkan ia nyaris kehabisan darahnya. Belum lagi luka di perutnya. Ia tak tahu apakah ususnya terburai atau tidak, mengingat betapa brutal sang Tuan menusukinya.
Saburo menatap Riou dengan tatapan memohon, bagaimanapun ia harus mempertahakan kesadarannya. Ia terengah, menatap sang Tuan dan mulai mengeluarkan permintaan -permohonan- agar Riou berhenti menyiksanya. Namun tidak, Riou justru mengeluarkan sebuah cambuk dan sebuah cutter, ia menatap Saburo lalu tersenyum,
"Bukankah kau yang meminta untuk disiksa?"
Riou menaikkan dagunya hanya dengan satu jari, menatap Saburo bengis dan tertawa,"Lihatlah betapa rendahnya pelayan yang satu ini!"
"Sa-saya mohon... henti-"
CTASH!!
"ARGH!!! PERIH!!!"
CTASH!!
"AKH!!! SAYA MOHON HENTIKAN!!"
CTASH!!!
"GYAHH!! HENTIKAN!!"
Ruangan itu dipenuhi oleh suara teriakan dan ucapan permohonan dari Saburo. Riou akan mengabaikan teriakan itu jika ia belum puas menyiksa sang pelayan muda.
Paha putih mulus kini sudah berubah menjadi layaknya daging yang akan dibakar, penuh akan irisan bekas cambuk. Begitu pula lengan Saburo, tulangnya hancur akibat pukulan ganas sang Tuan, dan perutnya sudah mengeluarkan terlalu banyak darah. Saburo nyaris tak bisa mempertahankan kesadarannya akibat perbuatan Riou.
Hanya satu daerah yang masih luput dari sentuhan -siksaan- Riou. Area punggung. Ia membali tubuh sang pelayan dengan paksa, mmebuat darah semakin mengalir dengan bebas, diselingi ringisan-ringisan kecil dari pelayan yang malang itu.
Bukan cambuk, tongkat baseball ataupun botol yang pecah, yang akan digunakan Riou untuk menghias punggung sang pelayan. Sebuah cutter yang sudah ia sediakan diatas meja menjadi andalannya untuk itu. Ia mengeluarkan mata pisau itu, menggores punggung Saburo sedalam yang ia mau, membuat darah dan air mata kembali dikeluarkan Saburo.
"Hiks..., hiks..., sakit, hentikan..., saya mohon...,"
Isakan memilukan itu dikeluarkan Saburo tatkala Riou terus menggores punggungnya, membuat sang Tuan tertawa dan mengakhiri kegiatannya menyiksa punggung Saburo. Tatapan bengis nan tajam ia keluarkan ketika ia memegang sebuah botol berisi air jeruk nipis.
BYUR!!!
"ARGH!!! PERIH!!! HENTIKAN!!!"
BYUR!!!
"Hentik- an..."
BYUR!!!
"Henti...,"
Saburo kehilangan seluruh kesadarannya yang sudah ia pertahankan sejauh ini. Ia jatuh pingsan diatas kayu yang mengikat kedua tangannya. Juga kakinya.
Saat ia sudah tersadar kemudian, ia baru menyadari kalau ia berada di rumah sakit. Menatap tubuhnya, ia baru sadar juga kalau kini ia tak jauh beda dengan mummy, diperban di berbagai tempat. Hela napas berat ia keluarkan, ia kembali memejamkan matanya, ketika rasa sakit itu kembali.
Siksaan yang diberikan Riou tidaklah berakhir, pria itu justru semakin kasar menyiksa sang pelayan ketika Saburo sudah pulang dari rumah sakit. Sang pelayan hanya bisa pasrah, ketika ia menerima siksaan-siksaan itu, dan selalu berakhir jatuh pingsan.
Pada akhirnya, ketika Saburo kembali sadar untuk yang kesekian kalinya, ia baru menyadari kalau ia berada di ruangan ICU. Tawa pahit ia keluarkan, ia hampir saja menyerah lagi.
Tapi tubuhnya memang sudah tak dapat lagi bertahan. Jam tiga pagi, Saburo menyerah atas hidupnya, ia meninggalkan tubuhnya dihadapan sang Tuan. Berbisik selamat tinggal, ia pergi dalam damai, tanpa rasa marah, dendam maupun benci. Hanya ada kedamaian yang mengiringi perasaan sang pelayan yang malang.
Hanya ada sedikit kesedihan ketika Saburo melihat kembali tubuhnya yang dipenuhi berbagai selang penopang hidup.
Tetapi kini selang itu tak lagi berguna, ia pergi, tubuhnya sudah tak mampu mempertahankan jiwanya lagi. Diiringi senyuman perpisahan, Saburo pergi bersama malaikat maut yang menjemputnya, malaikat yang tak lain tak bukan adalah sang Ibu.
'Selamat tinggal dan terima kasih,'
Riou yang tersadar ketika suara beep panjang langsung menatap kearah tubuh sang pelayan. Tatapan bengisnya hilang, tergantikan dengan tatapan penyesalan. Ia menyesali semua perbuatannya pada pelayan muda yang selalu sabar menghadapi setiap tingkah kejamnya. Disaat yang lainnya melawan, Saburo justru mempasrahkan diri, tanpa perlawanan, tanpa pembelaan,
Tanpa apapun.
Riou menatap nanar tubuh sang pelayan, kedua kakinya terasa melemas seperti tak bertulang. Ia menyentuh tubuh dingin Saburo, tanpa ia sadari air matanya menetes, terjun bebas mengenai tubuh sang pelayan. Ia menangis tak terkendali, tanpa ia tahan, dan menggumamkan nama Saburo.
"Tidak..., tidak..., dia pasti bercanda! Dia pasti bercanda padaku! Saburo, bangunlah!! Aku perintahkan kau untuk bangun dari tidurmu! Saburo!! Aku bilang kau harus bangun!! Saburo!! Bangun!! Ini perintah untukmu..! Saburo..., bangunlah..., jangan pergi secepat itu..., kembalilah..., aku mohon...,"Riou jatuh berlutut disisi ranjang Saburo. Otaknya seolah tak berguna untuk menekan tombol darurat, ia hanya menangis dan meraung.
"Saburo..., aku menyesal."
"Dan yah... begitulah,"kata Saburo mengakhiri, ia mengusap lembut surai honey blonde pasangannya, lalu tersenyum,"Itulah akhir hidupku di masa lalu, mati ditangan sang Tuan akibat tak sanggup bertahan atas segala siksaan yang ada,"
"Dan sang Tuan membawa penyesalan itu bahkan ketika ia sudah terlahir kembali."Riou menyambung sembari mendongak menatap Saburo. Manik ocean memperlihatkan binar yang berbeda. Binar mata Riou ketika menangisi sang pelayan muda.
"Saburo, aku sangat menyesal."
"Jangan terlalu dipikirkan, itu sudah masa lalu."
End
Plot by me
Story by me
Ending by RizuKyu dengan sedikit perubahan
Regards
秋冬歩か
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro