Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

File 105: Marry with U

ヒプノシスマイクAU!
Pairing: Riou Mason Busujima x Yamada Saburo x Ramuda Amemura
Genre: Marriage(?), Shounent AI, Friendship, and others
Warn: OOC, Typo, Mature Containt

"Apa? Aku harus menikah dengan dia?"tanya Riou pada sang ayah, Iojaku. Pria bersurai cokelat(?) itu tersenyum tipis,"Ya, ini permintaan terakhir dari ibumu,"jawab Iojaku santai. Riou menggeram pelan,"...baik, ayah,"

¤♡¤♡¤♡¤♡¤♡¤♡¤♡¤♡¤♡¤♡¤

Saburo menatap polos pria yang kini sudah berstatus sebagai suaminya, ia kemudian mengalihkan pandang ketika Riou menoleh ke arahnya dan menatapnya tajam.

'A-apa aku buat kesalahan?'

"210687,"sederet angka disebutkan Riou dengan wajah datar, Saburo menoleh dan mengerjap polos,"Apa itu?"tanya sang bocah penasaran, Riou mengerinyit tak suka,"Kau ini bodoh atau apa? Itu kode password apartemenk- kita, tolol."pintu lift terbuka lebar, dengan langkah pelan Saburo berjalan ke luar lift sembari menyeret koper besar yang ia bawa. Riou berjalan terlebih dahulu menuju kamar apartemen super mewah milik-nya, ia membiarkan pintu itu terbuka lebar agar Saburo dapat dengan mudah masuk ke dalam apartemen itu.

Decak kagum dikeluarkan oleh Saburo, ia dibesarkan di keluarga yang benar-benar sederhana, yang membuat responnya terhadap apartemen Riou adalah normal.

"Disini aku memiliki beberapa peraturan,"Riou kembali berkata, nada sinis seolah terpampang jelas di setiap kata yang ia keluarkan,"Yang pertama, kau tidak boleh tidur sekamar, ataupun masuk ke kamarku. Yang kedua, kau tidak boleh bicara terlalu banyak padaku, ataupun berteriak kepadaku. Yang ketiga, selama aku ada di rumah ini, kau tidak boleh berteriak, bersenandung atau apapun. Yang keempat, kau boleh bebas keluar kemana saja semaumu, tapi kau harus kembali sebelum aku pulang dari kantor, aku tak mau repot mencari atau menjemputmu pulang. Yang kelima, jangan sentuh aku secara sembarangan, atau memelukku tiba-tiba dengan alasan apapun. Lalu keenam, urusi urusanmu sendiri, karena aku tak mau ikut campur dalam urusanmu apapun itu, dan kau juga tidak boleh ikut campur urusanku."Riou mengutarakan tujuh peraturan di rumah itu, Saburo yang masih mengerjap polos hanya mengangguk, tetapi jauh didalam sana, hatinya terasa sakit.

"Kedelapan, password apartemen ini adalah ulang tahunku, aku tidak akan meminta ucapan ataupun perayaan, apalagi dari kau. Jangan menggantinya secara sembarangan atau diam-diam tanpa meminta ijin dariku. Kesembilan, aku memang jarang makan di rumah, tapi siapkan juga makan malam walaupun aku ga pulang. Kesepuluh, jangan melakukan hal yang aneh disini, apapun itu."

"Kau mengerti?"Saburo mengangguk pasrah, Riou memberinya sebuah kunci kamar,"Kamarmu, cari sendiri sana. Hitung-hitung mempelajari ruangan di apartemen ini,"kata Riou cuek, lagi, Saburo hanya mengangguk dalam diam. Pasrah tentang apa yang akan terjadi kedepannya.

Ia baru menemukan kamarnya setelah setengah jam ia mencari tanpa bantuan siapapun. Dalam diam, bocah itu membuka pintu kamar berwarna putih itu dan terpaku sejenak, mengagumi betapa rapi kamar itu.

Saburo menyeret kopernya masuk ke kamar itu, ia lalu memutuskan untuk duduk ditepi ranjang, kembali, Saburo menghela napas berat. Ponsel di saku ia keluarkan, menatap wallpaper dan tersenyum pahit, ia merindukan Riou yang dulu, sebelum pria itu mengalami kecelakaan hebat, sebelum semuanya terjadi. Titik air mata mengalir bebas di wajah shota-nya, Saburo sampai harus memejamkan mata hanya demi menahan air matanya keluar lebih banyak.

Ia akhirnya mampu mengendalikan dirinya, setelah hampir satu jam Saburo menangis, anak itu akhirnya tenang, dengan tangan yang sedikit bergetar, Saburo berusaha merapikan pakaian dan kopernya sendiri. Sebuah bayangan manis melintasi pikirannya,

"Hei,"seorang remaja lelaki bersurai orange mengulurkan tangan kepada Saburo yang tengah terduduk, menangis kesakitan sembari menunduk. Saburo mendongak, pandangannya bertemu dengan manik ocean,"Y-ya?"

Anak itu akhirnya duduk disisinya, menatap Saburo dengan tatapan datar lalu menyodorkan kotak P3K yang dikeluarkannya dari ranselnya, ia menatap luka-luka di tubuh Saburo,"Kau dibully ya?"

"Kenapa tidak melawan?"

"..."Saburo menoleh, menatap pria yang terlihat seperti anak SMA itu, ia merasakan sesuatu ketika ia berbicara dengan pria itu. Saburo mendengus kecil,"Aku tidak mampu melawan mereka,"ia menyeka air matanya,"Semakin aku melawan, semakin sadis mereka,"kata Saburo lagi.

Pria itu diam sejenak,"...wakatta,"

Saburo meraih kotak P3K itu lalu mulai mengobati luka-lukanya,"Karena ini, terkadang aku sampai harus menginap di rumah teman online-ku,"bisik Saburo sembari mengobati lukanya, yang tentu saja dibantu oleh pria itu.

"Kedua orang tua atau keluargamu tak ada yang tahu?"Saburo menggeleng,"Tidak perlu tahu, aku bisa menahan semua ini sendirian kok,"setelah Saburo selesai mengobati lukanya, ia mengulurkan tangan yang disambut dengan sedikit ragu,

"Aku Yamada Saburo,"
"...Riou Mason Busujima,"

Saburo tersenyum mengingat moment pertemuan mereka yang pertama, saat itu Riou sudah SMA tahun ketiga dan ia masih duduk di bangku SMP tahun kedua.

Klik!

Suara pintu dikunci mengalihkan atensinya, ia segera keluar dari kamar dan menatap sekitar, sepertinya Riou baru saja pergi.

Bagus buatnya, ia jadi bebas mengelilingi apartemen ini tanpa harus takut Riou akan mengomelinya. Pertama-tama, ia akan pergi ke dapur dan membuat makanan, dengan langkah yang agak sedikit gontai, ia berjalan ke dapur besar itu dan membuka kulkas, kosong. Setiap lemari yang ia buka juga kosong, tak ada apapun kecuali peralatan makan. Saburo mendengus, Riou benar-benar tidak banyak berubah selain melupakan dirinya.

Ia merogoh dompetnya, mengecek uang didalamnya sebelum tersenyum, setidaknya Saburo punya sedikit simpanan. Dengan riang, Saburo pergi ke konbini terdekat, tak lupa ia mengunci pintu.

Sepulangnya Saburo dari konbini, ia menatap Riou yang menatapnya dengan tatapan intimidasi,"...apa yang aku bilang tentang peraturan keempat?"pria itu melirik beberapa kantung bahan makanan yang dibeli Saburo. Sementara itu, Saburo menunduk, ia mengeratkan genggamannya pada kantung belanjaan itu,"...maaf...,"bisiknya lirih.

Riou membuang napas berat, ia merubah tatapannya lalu meraih kantung belanjaan itu,"Kau bisa bilang kalau kau belanja, 'kan? Kau pikir aku mau repot-repot mencari ataupun menjemputmu? Tentu saja..."

Tatapan Saburo berubah menjadi tatapan berharap,

"...tidak,"

Mendengar itu, tatapan berharap Saburo berubah menjadi tatapan putus asa,"Aku tahu,"bisiknya pelan ketika Riou menyusun belanjaannya ke kulkas. Riou hanya berdeham sebagai jawaban, pria itu mengeluarkan dompetnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Aku ganti,"katanya dingin. Saburo terdiam sejenak, lalu menggeleng,"Bukan masalah,"balas pria mungil itu lembut. Riou mendengus kecil, ia menaikkan sebelah alisnya namun tak banyak bicara.

Saburo memakai apron birunya, ia lalu menyalakan kompor dan mulai memasak. Setelahnya, ia meletakkan hasil masakannya dihadapan Riou dan tersenyum lembut,"Bagaimana harimu di kantor? Apa semuanya baik-baik saja?"Riou hanya diam, pria itu menetakkan sumpitnya dan mulai memakan masakan Saburo.

Deg!

Riou terdiam ketika merasakan masakan Saburo, begitu lembut, seperti masakan ibunya dahulu. Namun ia tetap mempertahankan wajah datarnya, Saburo masih tersenyum bahkan ketika ia menatap Riou yang sedang makan,"Bagaimana rasanya?"tanya anak itu dengan wajah berharap.

Riou berdeham, tak tahu harus menjawab apa. Jika ia menjawab tidak, mungkin Saburo akan sakit hati. Tapi jika ia bilang enak, harga dirinya akan terluka parah.

Tunggu... Saburo? Siapa itu? Istriku? Tidak tidak, rasanya aku mengenalnya. Tapi siapa?

Siapa Saburo Yamada?

Argh... aku melupakannya. Dia... tampak familier, tapi dia istriku, 'kan? Bukan... bukan... dia memang istriku, walau aku menikahinya karena terpaksa, tapi... siapa dia? Kenapa rasanya sangat familier dengan seseorang yang sering muncul di mimpiku?

"Ano... Riou-san?"panggil Saburo hati-hati, ia tak berani menyentuh pria itu langsung. Riou tersentak pelan ketika Saburo menarik lengan jasnya, melihat itu, Saburo ikut tersentak dan segera menarik tangannya, lagi-lagi pria mungil itu menggumamkan kata maaf.

Riou lagi-lagi mengabaikan Saburo, ia hanya diam, menghabiskan makan malam buatan Saburo dengan wajah datar, walau sebenarnya ia tengah menahan rasa sakit kepala yang terasa aneh buatnya.

Hidup mereka tidaklah mencerminkan suatu hubungan pernikahan yang harmonis, setiap pagi, Saburo menyiapkan segala keperluan Riou, segalanya, tak peduli Riou mengabaikannya atau tidak. Ketika sore hari sudah tiba, dengan setia, Saburo akan menunggu Riou di ruang tengah, ia bahkan hanya mengecek ponselnya sesekali demi menunggu pria itu.

Jika malam sudah tiba dan Riou sudah pulang, dengan lembut, Saburo akan menanyakan hari-hari Riou di kantornya, dan jika Riou tidak pulang, ia akan memasukkan masakannya ke kulkas, dan tidur di ruang tengah hanya untuk menunggu pria itu pulang. Setiap hari, tanpa lelah dan tanpa memerdulikan rasa sakit hatinya karena diabaikan dan dibentak, Saburo selalu merawat sang suami, dengan sabar dan telaten tentunya.

Bagi Saburo, Riou adalah segalanya buatnya dan ia memutuskan mendedikasikan hidupnya untuk pria itu.

Bucin, bahasa kasarnya.

Namun tidak bagi Riou, ia menganggap Saburo adalah hama buatnya, mengganggu dan menghancurkan hidupnya, membuatnya harus menikahi pria itu demi permintaan sang ibunda. Ia sama sekali tidak peduli akan perlakuan Saburo terhadapnya. Pria itu seolah menutup mata dan telinga atas semua perhatian yang dicurahkan Saburo untuknya.

Tanpa tahu apa alasan sang ibunda memintanya menikahi Saburo.

Puncaknya adalah saat ia merasakan sakit kepala yang sangat, bukannya ia berterima kasih atas perhatian Saburo selama ini, ditengah rasa sakitnya ia justru membentak Saburo dengan sangat kasar,

"SHUT YOU'R MOTHERFUCKER MOUTH UP! YOU SON OF A BITCH!!"

Deg!

Saburo terdiam ketika mendengar bentakan itu, ia hanya tersenyum pahit,"Ya..., memang, aku hanyalah orang biasa yang berharap terlalu jauh,"Saburo menyodorkan obat sakit kepala yang selalu ia sediakan,"Minumlah, aku akan membuatkanmu bubur."ia beranjak, meninggalkan Riou seorang diri di kamar itu, dengan dua butir obat sakit kepala.

"..."

Dengan tangan bergetar, ia meminum obat yang diberikan Saburo. Riou bahkan tidak merasa bersalah setelah membentak Saburo seperti itu, ia tidak peduli. Pria itu sedang terfokus pada rasa sakit di kepalanya yang datang seiring pecahan memori, membentuk ingatan lama yang terpecah.

Ketika Riou pergi ke kantor esok harinya, dengan hati teriris, Saburo membereskan semua pakaiannya, juga barang-barangnya. Setelah menyiapkan makanan diatas meja, ia meletakkan sepucuk surat diatas meja makan, didekat makanan yang ia buat. Dengan langkah berat, ia meninggalkan apartemen itu, juga rasa sakit hatinya.

Maafkan aku... Rie-baa-san

Saburo memutuskan untuk pergi ke Shibuya, ke tempat Ramuda Amemura lebih tepatnya.

Ia menatap pintu kediaman Ramuda, mengetuknya perlahan. Tidak terlalu lama, Ramuda membuka pintu itu dan menerjang Saburo, memeluk pria mungil itu erat,"Berantem lagi?"ragu, Saburo hanya mengangguk,"Aku tak mau pulang, kalaupun dia yang menjemput aku tetap tidak mau,"

Riou pulang ketika sore telah tiba, rasa lelah benar-benar menguasainya hingga untuk membuka pintu saja rasanya malas. Namun saat ia masuk, ia mengerinyit ketika ia tak menerima sapaan apapun, juga tak ada yang datang ke hadapannya sembari tersenyum bocah.

"Kemana dia?"tanya pria itu pada dirinya sendiri. Dengan langkah gontai, ia berjalan masuk ke apartemennya, melepas sepatu dan duduk di sofa. Tetap tak ada sapaan apapun. Ia menggedik cuek, bersandar dan memutuskan untuk rehat sejenak.

Ketika malam tiba, dan ia sudah terbangun, ia tetap tak mendengarkan suara apapun, seolah dirinya hanya sendirian di apartemen itu. Dengan malas, ia berjalan ke dapur untuk memasak sesuatu, namun ketika ia sedang mengikat apron, atensinya tertuju ke sebuah surat yang tergeletak diatas tudung saji. Dengan ragu, Riou mengambil surat itu dan membacanya.

Yohohama, 25-12 '00

Sepertinya putraku tahu ini tulisan siapa, yah... ini ibumu, Rie.

Mungkin kau bertanya-tanya, kenapa permintaan terakhirku justru memintamu menikahi seorang Yamada Saburo.

Hei, ketahuilah, dia adalah teman pertamamu, yang benar-benar pertama sebelum kau mengenal Samatoki Aohitsugi dan Jyuto Iruma. Kau sudah pasti melupakannya akibat kecelakaan itu, Ibu tak bisa menyalahkanmu sepenuhnya juga.

Hei, jaga dia, dia sudah banyak membantumu keluar dari traumamu terhadap kehidupan sosial. Dia teman pertamamu yang benar-benar tulus, tak peduli perbedaan antara keluarganya dan keluarga kita.

Hei, cintai dia, keluarganya tidaklah lengkap. Ia tak sempat merasakan kehangatan keluarga. Kedua kakaknya sibuk bekerja sementara dirinya sibuk sekolah, tolong cintailah dia.

Hei, sayangi dia. Ibu minta tolong, sayangilah dia. Mungkin dia memang menyebalkan, mungkin dia terlalu sering menganggumu kelak, mungkin dia akan terlalu banyak bertanya padamu. Tapi itulah bentuk kasih sayangnya. Jangan pernah kau bentak dia, karena tanpa dia, kau juga tak akan pernah dekat dengan dua sahabatmu yang lain.

Memang setelah kecelakaan itu dia pergi meninggalkanmu, tapi dia pergi untuk mengurus keberangkatan dirinya dan kedua kakaknya, untuk melanjutkan pendidikannya tentu saja.

Jika kau membaca ini, berarti kau sudah berhasil mencintai dan menyayanginya, karena pesanku pada Saburo-kun, adalah ia harus memberi surat ini jika kalian sudah bahagia bersama.

Maaf, Ibu meminta hal seperti ini, tapi ketahuilah, dia adalah yang terbaik untukmu.

Rie

Satu kepingan memori lagi datang, melengkapi semua pecahan memori acak itu. Riou kini mengingat semuanya, siapa Saburo, apa masa lalunya, semuanya. Detak jantungnya terasa berhenti sejenak tatkala ia membaca bagian akhir surat itu, karena pada kenyataannya adalah Saburo memberikan surat itu, juga meninggalkannya akibat keegoisannya selama ini.

Segera, ia menelepon semua anak buah di kantornya dan meminta mereka semua mencari Saburo. Tanpa kecuali termasuk dua sahabatnya.

Ia menyesal dengan sangat.







Dengan frustasi, Riou meraih kunci mobilnya, ia sendiri yang akan mencari keberadaan Saburo di rumah sahabat satu-satunya, Ramuda. Itu dikarenakan Saburo sudah menghilang selama sebulan lebih, tanpa jejak ataupun petunjuk sedikutpun, seolah menambah dalam rasa penyesalan Riou terhadap segala sifatnya selama pernikahan mereka yang sama sekali tidak bahagia karena ia menutup mata dan telinga terhadap semua perhatian yang dicurahkan Saburo terhadapnya.

Dengan tergesa, ia menjalankan mobilnya menuju Shibuya, tak peduli betapa bahayanya caranya membawa kendaraan saat itu, ia pergi ke Shibuya, menjemput sang terkasih.

BRAK!!

Ramuda dan Saburo yang mendengar suara gebrakan dan dobrakan itu sama-sama terdiam, mereka saling tatap sebelum akhirnya Riou muncul dari balik pintu yang tengah hancur.

Melihat itu, Ramuda langsung memasang pose siaga sembari menatap Riou tajam, sementara itu Saburo berusaha melarikan diri ke lantai atas, ia tak ingin kembali.

Ramuda terus berusaha melindungi sahabat kesayangannya sedari mereka masih berupa teman online. Ia bahkan menyembunyikan Saburo dari para anak buah Riou yang secara berkala datang ke kediamannya untuk mencari Saburo.

"Mau apa kau kesini?!"bentak Ramuda tajam, Saburo yang melihat penampilan acak Riou dari ujung tangga terbawah segera membuang muka ketika ia bertemu pandang dengan Riou.

Deg!

'Sebenci itukah?'batin Riou nelangsa. Ramuda masih memasang pose siaga, menatap Riou seolah musuh, ia kembali menanyakan hal yang sama.

Riou segera bersimpuh, ia menunduk dalam. Tak berkata apapun ketika Saburo dan Ramuda sama-sama terdiam.

"Gomennasai,"

Saburo berjalan ke belakang Ramuda, ia menatap Riou yang bersimpuh dan menunduk,"Gomennasai,"lagi, permintaan maaf keluar dari bibir Riou. Saburo menghela berat, ia berjongkok dihadapan Riou, tak peduli dengan peringatan dari Ramuda.

"Tenang saja Ramuda, ia tak akan menyakitiku, kok,"Ramuda terdiam sejenak. Ia lalu mendengus kecil, tetap siaga.

"Maafkan segala perlakuanku selama ini,"Riou berkata dengan nada sendu.

"Oh, baru mikir betapa sakitnya Saburo?"sahut Ramuda sembari melipat tangan dan menatap Riou angkuh.

"Ramuda-san..., jangan begitu,"pinta Saburo lembut.

"Maaf karena mengabaikan dan membentakmu,"kata Riou lagi, lirih dan sendu.

"Hm, minta maaf, ulangin lagi nanti?"

"Ramuda-san, tolong jangan,"Saburo kembali meminta, nada lembut ia keluarkan.

"Maaf karena melupakanmu,"

"..baru ingat semuanya? Dasar kau-!"

"Ramuda-san...!! Cukup, cukup atas semuanya. Lalu kau mau apa, Riou-san?"Saburo kembali menatap Riou, nada yang ia keluarkan adalah nada datar. Riou mendongak, manik ocean semakin sayu,"Maukah kau pulang bersamaku? Aku mohon... apartemen terasa sunyi dan mencekam tanpa keberadaanmu, begitu pula hatiku,"

"..."Saburo terdiam, menimbang-nimbang apa yang akan ia pilih. Hela napas berat ia keluarkan kemudian,".., ya, ayo kita pulang."

"Tapi Saburo-!"Saburo menoleh, menatap Ramuda dan tersenyum lembut,"Kalau ia macam-macam lagi, kau boleh melakukan apapun terhadapnya kok,"

End

Plot by me
Story by me
Ending by RizuKyu

Dont forget to leave comment and vote

Regards
歩か秋冬

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro