File 100: Lathi
"Maukah kau jadi milikku?"anggukan kecil sebagai jawaban, yang akan memulai kisah mereka kedepannya. Saburo membalas genggaman tangan pria itu, Riou yang mampu meluluhkan hatinya hingga pada akhirnya mereka menjalin kasih.
Tanpa tahu bagaimana kisah mereka ke depannya kelak. Entah akan putus ditengah jalan atau akan berlanjut hingga ke jenjang pernikahan. Saburo tersenyum, betapa ia bahagia ada Riou disisinya.
Senyuman itu hampir tidak pernah luntur, bahkan ketika mereka sepakat untuk tinggal bersama. Ia menatap Riou, tatapannya penuh rasa,"Riou-san!"yang dipanggil menoleh, tersenyum lembut kemudian mengusak surai jelaga sang gadis,"Ya? Ada apa, Sabu-chan?"Saburo menggeleng kecil, ia menyandarkan tubuh mungilnya pada tubuh besar sang kekasih,"Tidak ada!"ia menjawab, Saburo mendusal di sana, menikmati aroma tubuh pasangannya,"Hngh... pine dan mint... aku jadi mengantuk..."gumam si gadis lagi, Riou tertawa kecil mendengarnya,"Dasar bocah,"ia berkata lembut sembari mengelus surai jelaga sang gadis pujaan.
Tak boleh seorangpun memiliki Saburo selain dirinya.
Tak boleh seorangpun dekat dengan Saburo selain dirinya.
Siapapun.
Menikmati elusan lembut dari Riou, tak terasa manik hetero mulai memberat, Saburo memejamkan matanya, tertidur lelap dipelukan sang terkasih. Melihat ke sisinya, Riou tersenyum tatkala melihat Saburo-nya yang sudah tertidur lelap, pelukan itu berubah menjadi pelukan yang menyiratkan rasa possesive, bukan lagi pelukan penuh kasih juga sayang.
Diam-diam Riou memasang serigai, ia tak akan membiarkan Saburo dekat dengan siapapun termasuk kedua kakaknya. Ia meraih ponselnya, mengetikkan pesan pada seseorang, serigai berubah jadi senyum keji, ada hal buruk yang mungkin sedang ia rencanakan pada Saburo.
Pagi yang indah, burung-burung bertengger di pohon, bernyanyi dan berkicau menikmati suasana pagi yang hangat, juga nyaman. Riou mengecup dahi sang gadis dengan lembut,"Saburo,"ia memanggil Saburo-nya lembut,"Bangun, ini sudah pagi."kecupan kedua dan ketiga dilayangkan, sembari mencubiti pipi tembam si gadis dengan perasaan gemas. Saburo mengerang, merasa tidak nyaman akan perlakuan sang terkasih, manik hetero menyipit, mengerut sesaat sebelum membuka perlahan,"Hngh... apa?"ia bertanya dengan suara serak khas orang yang baru saja bangun. Riou tersenyum polos,"Udah pagi,"ia berkata, membuat Saburo mendengus,"Lalu?"
"Ayo bangun!"kecupan manis di bibir membuat kedua pipi Saburo memerah, ia mengusap wajahnya lalu menguap,"Iya iya, aku bangun kok."Saburo segera turun dari ranjangnya, yang ia tempati berdua bersama Riou. Sekalipun mereka tinggal serumah dan sekamar, Riou setuju untuk tidak menyentuh Saburo sama sekali sampai sebelum mereka menikah. Saburo segera pergi ke kamar mandi, mencuci wajahnya dan menyikat gigi, ia keluar setelah beberapa saat, dan saat ia keluar, ia disambut oleh aroma menggoda sebuah masakan dari orang yang sangat ia kenal, yaitu Riou.
Senyumnya merekah, dengan langkah cepat, ia berjalan ke ruang makan, duduk disalah satu kursi, tersenyum menatap Riou yang tengah memasak.
Ia menatap Riou dengan tatapan sayu,"Kamu masak apa?"ia bertanya, mendengar itu, Riou tertawa kecil,"Hm? Aku sedang membuatkan tamagoyaki udon untukmu, tak apa, 'kan?"Saburo mengangguk,"Tak apa,"
Riou meletakkan semangkuk tamagoyaki udon yang masih mengepul,"Silahkan, ojou-sama."senyum tipis merekah di wajahnya, Saburo merengut,"Hei!"ia memprotes, sayangnya Riou hanya tertawa menanggapinya.
"Ne, nanti aku ada urusan,"kata Saburo setelah makan dan mencuci piringnya, Riou menaikkan sebelah alisnya,"Kemana?"Saburo terkekeh,"Ada urusan sebentar, tenang saja, aku bisa jaga diri,"Riou menangkup pipi si gadis, menunduk menatap manik hetero yang berkedip polos,"Boleh aku ikut?"Saburo menggeleng,"Privasi,"ia menjawab santai.
Riou merengut,"Baiklah,"katanya datar, Saburo tersenyum tipis,"Kalau aku sudah selesai, kau bisa menjemputku, kok,"mendengar itu, senyum kekanakan merekah di wajah Riou,"Benarkah?"Saburo mengangguk,"Tentu saja,"segera, Saburo mengganti pakaiannya, ia berjalan santai kearah pintu sembari mengikat rambutnya,"Aku pergi dulu, ya."ucapnya sembari memakai sepatu pantopel. Riou mengangguk,"Hati-hati."ia melambaikan tangannya ketika sang gadis pergi dari kediaman mereka.
Sesaat setelah kepergian Saburo, Riou meraih ponselnya dan menghubungi seseorang dari seberang sana, ia meminta orang itu mengawasi dan memastikan Saburo 'baik-baik saja' dalam konteksnya. Senyum berubah menjadi serigai, ketika ia diberitahu kalau Saburo pergi bersama Jakurai ke rumah sakit, membeli beberapa obat. Namun bukan itu yang membuat Riou menyerigai, tetapi kenyataan kalau sang gadis pujaan pergi bersama pria lain. Ia tak suka itu, Riou tak mau Saburo dekat dengan siapapun kecuali dirinya.
Ketika Saburo pulang, gadis itu disambut dengan tatapan dingin nan menusuk dari Riou, yang berdiri dihadapannya sembari melipat tangan. Ia mendongak,"Aku pulang!"serunya semangat.
"Kau tadi pergi dengan siapa?"tanya Riou dengan nada dingin, Saburo bergidik sesaat,"E-eh, apa maksudmu? Kau mengawasiku?"Riou tersenyum miring,"Aku hanya bertanya tadi kau pergi dengan siapa! Jangan membalik pertanyaanku, nona manis."diam sejenak,"Tidak mau menjawab,hm?"
"Aku hanya pergi dengan Jakurai-sensei, ke rumah sakitnya untuk mengambil beberapa obatku, lalu pergi makan siang sebentar,"Saburo berjalan, berusaha abai pada Riou,"Ha-hanya itu,"ia berkata dengan nada canggung. Mendengar itu, Riou tersenyum, ia tahu Saburo jujur terhadapnya,"Baguslah. Sini, aku ingin memelukmu."ia merentangkan kedua tangannya, kepada Saburo yang berdiri tak jauh darinya. Si gadis segera memeluknya erat,"Jangan cemburu dong..."pinta Saburo lirih, Riou terkekeh,"Aku tidak cemburu, hanya sedikit khawatir padamu,"ia menghirup aroma vanilla dari rambut sewarna jelaga Saburo, tersenyum kemudian.
Ternyata, setelah kejadian itu, Riou menjadi semakin posessive terhadap sang gadis, Saburo bahkan hampir tak diperbolehkan pergi walaupun hanya dengan sang kakak. Semakin Riou posessive terhadap Saburo, semakin tidak nyaman pula lah Saburo, ia tak suka terlalu dijaga, bahkan hanya untuk menelepon sang kakak pun kini sangat sulit. Selain terlalu posessive terhadap Saburo, Riou juga mulai bersikap kasar pada gadis manis itu.
Seperti saat ini...
Plak!!
"KAN AKU SUDAH BILANG,"Riou berteriak keras pada gadis yang tengah memegangi pipinya, merasa sangat terkejut tatkala ia menerima tamparan keras dari pasangannya,"KAU TIDAK BOLEH PERGI KEMANAPUN TANPAKU...!"bentakan keras itu membuat Saburo menunduk ketakutan, ia tak suka dibentak seperti itu. Ia menghela,"Maafkan aku...,"kata Saburo lirih, Riou mendekatinya, menaikkan dagunya dengan satu jari dan langsung menatap dengan tatapan menusuk pada manik hetero itu,"Maaf? Kau pikir maaf saja cukup, jalang?"Saburo terdiam ketika Riou memanggilnya seperti itu, ia terkejut.
"Ta-tapi-!"tamparan kedua kembali diterima Saburo, sudut bibirnya bahkan sudah mengeluarkan darah dan membiru. Kepalanya terasa sangat sakit, begitu pula hatinya. Cengkraman di dagu tak kunjung mengendur, hingga Saburo merasakan perih luar biasa, kulitnya mulai terluka akibat cengkraman Riou.
Pandangannya mulai menggelap, ia akhirnya jatuh pingsan dihadapan Riou. Dihadapan pria yang menyiksanya.
Bukan hanya itu saja perlakuan buruk Riou kepadanya, tamparan, cekikan, jambakan dan banyak lagi. Pria itu bahkan hampir memerkosanya saat ia terluka lumayan parah akibat siksaan Riou. Manik hetero yang dulunya bersinar cerah bak permata, mulai tergantikan dengan kekelaman, manik hetero itu kini selalu terlihat kosong, seolah tak pernah ada kehidupan. Senyum manis yang dulunya hampir tak pernah luntur, kini digantikan oleh senyum paksa atau justru serigai. Wajah yang dahulu bersinar cerah bak mentari, kini tergantikan oleh wajah datar tanpa ekspresi yang dihiasi lebam ataupun perban.
Saburo merasa seolah tubuhnya terikat oleh sebuah rantai panjang, membuatnya tak bisa bergerak maupun melawan. Mulutnya terasa ditutup lakban, ia tak lagi bisa bebas menyuarakan isi hati maupun pikirannya. Ia bahkan tak bisa dekat dengan kakak ataupun teman-temannya.
Semua itu karena satu orang.
Satu nama.
Satu pribadi.
Riou Mason Busujima.
Pria itu adalah penyebab semua ini, penyebab segala perubahan sikap maupun fisik Saburo. Tak ada lagi Saburo yang selalu tersenyum, tak ada lagi Saburo yang kekanakan dan manja. Semua itu karena Riou, hanya karena pria itu.
Puncak semua ini adalah ketika, Riou mendapat laporan dari orang bayarannya, Saburo dicium dan dipeluk Ramuda dengan sangat erat, bagai pasangan. Dan gadis itu tidak menolak maupun melawan. Akal sehatnya tenggelam, manik ocean blue menggelap, ia saat ini tengah menunggu gadisnya pulang.
"Aku pulang..."kata Saburo lirih, ia menatap Riou yang tengah berdiri dihadapannya sembari memasang serigai,"Kudengar jalangku ini berciuman dengan pria lain, benar begitu?"Saburo diam, yang justru membuat emosi Riou memuncak.
Pria itu menarik surai jelaga Saburo, dan menghantamkannya ke tembok,"Jawab aku, jalang...!"perintah Riou sembari mendekatkan wajahnya pada wajah Saburo yang hanya diam membisu. Saburo tersenyum, nyaris menyerigai,"Kalau iya, lalu kenapa?"
Ia tahu, ia harus melawan.
Ia tak bisa lagi diperlakukan seperti ini.
Menyesal ia menerima lamaran Riou dulu.
Pandangan Riou menggelap, serigai seram terpampang jelas di wajahnya. Serigai itu dibalas Saburo dengan serigai yang tak kalah seramnya. Gadis itu berubah.
Saburo menepis tangan Riou dengan kasar, ia menyeka darah di pelipisnya,"Kau pikir aku mau tunduk denganmu?"tamparan Riou ia hindari, dengan hati-hati, ia membalas perlakuan Riou. Tamparan telak diterima Riou, yang tentu saja berasal dari Saburo, emosinya memuncak drastis, ia meraih rambut Saburo, menariknya dan menghantamkannya ke sudut meja tanpa bisa Saburo mengelak. Saburo meraih gunting diatas meja, ia harus membebaskan diri, dengan cepat, ia menyabet rambutnya, tak peduli apakah rambut itu akan terpotong atau tidak, yang penting adalah ia bebas. Jambakan itu berhasil dilepas Saburo, ia mundur, terbatuk sesaat dan memuntahkan beberapa tetes darah.
Manik hetero berkilat penuh emosi, ia menghajar Riou seperti Riou menghajarnya dahulu. Sebilah pisau ia raih, Riou menatapnya waspada. Pria itu tahu ia akan kalah, tetapi ia tak mau kalah dari seorang gadis yang dahulu seringkali ia siksa. Diiringi tawa menyeramkan, Saburo menyerang pasangannya dengan sebilah pisau,
JLEB!!
"ARGHHH!!!"teriakan kesakitan menguar jelas, diiringi tawa seorang gadis. Riou menatap gadis itu dengan tatapan sayu, sebelum menghembuskan napas terakhirnya dengan sangat mengenaskan di tangan seorang gadis.
"Maaf, sayang!♡"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro