Drabble 32
"Jiro, aku menyimpankan sebatang cokelat untukmu!"kata Riou sembari memberikan sebatang cokelat kepada Jiro.
"Uwah~ makasih Papa!!"sahut Jiro senang.
Saburo menoleh, ia mengerinyit."Papa, aku tepat berada disini!" Sang Ayah menoleh,"Ah, iya juga. Ini untukmu!"Riou berkata sembari memberikan sebungkus permen kepada Saburo.
"....Makasih."
-000-
"Saburo, coba tebak!"panggil Jiro. Saburo yang sedang bermain ponsel segera menoleh."Apa?"tanyanya dengan nada cuek.
Sang Ayah muncul dari balik bahu Jiro, kemudian melepaskan kalungnya, begitu pula Jiro,"Kami membuat kalung kembar!"
Saburo menaikkan sebelah alisnya."Tanpa aku?"tanyanya, Riou menaikkan sebelah alisnya,"Papa lupa kalau kau sedang di rumah."
"Memangnya aku selalu keluar rumah? Tidak, memangnya keberadaanku disini itu dianggap?"
"Bu-bukan begitu, Saburo. Papa hanya lupa,"lerai Jiro. Saburo menghela."Yang benar saja."
-000-
"Saburo, bisa tolong carikan ponsel Papa?"teriak Riou dari kamar. Saburo menoleh."Yaa, sebentar, Papa."sahut Saburo sembari mengambil ponsel Riou yang berada didekatnya.
Dengan iseng, Saburo menyalakan ponsel Ayahnya dan terdiam.
Foto Riou bersama Jiro, ketika Kakaknya ulang tahun.
"...maaf Pa, ga ketemu!!"sahut Saburo sembari berjalan dengan wajah kusutnya menuju kamarnya sendiri. Anak itu kemudian masuk dan menutup pintunya.
Dan tidak pernah keluar hingga Riou terpaksa mengetuk pintunya.
-000-
Jiro sedang memegang gelas setelah mencucinya, namun tangannya yang licin sukses membuat gelas itu terjatuh dan pecah.
"Oh, sial!"gumam Jiro pelan, Saburo tertawa kecil."Papa pasti akan mengomelimu!!"
Suara pecahan itu membuat Riou segera ke dapur, pria itu menatap kedua putranya bergantian sebelum menatap Saburo."Saburo, apa yang kaulakukan?!"
"A-apa? Bukan aku, Papa!! Jiro!!"sahut Saburo tidak terima. Riou menatap tajam Saburo,"Diam! Masuk ke kamarmu sekarang juga!"
-000-
Saat ini Saburo tengah memakan camilannya ketika ia mendengar Ayahnya sedang menelepon seseorang.
"Oh, ya, kau benar! Jiro selalu melakukan semuanya dengan sangat baik. Oh ya ampun, dia memang anak kebanggaanku!"
"Eh, Saburo?"Riou melirik Saburo sejenak,"Ah- ha-ha-ha, anak itu juga melakukan semuanya dengan baik, ya, tapi ya begitulah, ha-ha-" nada suara Riou langsung berubah ketika ia membicarakan tentang putra keduanya.
Saburo yang mendengar itu hanya diam, tatapannya berubah. Ia melipat bungkus camilannya, kemudian pergi meninggalkan Riou.
-000-
"Kalian berdua habis dari mana?"tanya Saburo ketika Riou dan Jiro duduk disisinya sembari membawa beberapa kantung kertas.
"Oh, kami habis jalan-jalan."Riou menyahut sembari membuka kantung kertasnya.
Saburo menghela."Bukannya kalian janji padaku untuk mengajakku?"tanyanya dingin.
"Ah, itu.."Jiro mengerang pelan."Kami lupa."
"Oke, bagus."Saburo bangkit dari tempatnya,"Lupakan saja aku. Aku bukan siapapun disini."
-000-
Riou sedang menggantungkan sebuah foto ketika Saburo keluar dari ruangannya.
"Foto Jiro lagi, Pa?"tanya Saburo datar. Riou menoleh dan tersenyum."Tentu saja, kamu tidak akan pernah cukup untuk foto orang kesayanganmu."
"Berarti aku bukan kesayangan Papa, kan?"
-000-
"Papa, bisa aku meminjam akun netflix milik Papa?"tanya Saburo sembari memegang remote televisi.
"Ah, tentu,"sahut Riou yang sedang meminum kopinya.
Saburo menatap Ayahnya."Apa kata sandinya?"tanyanya dengan nada datar, Riou mengerjap."Jiro1602,"sahut Riou sembari menyeruput kopinya.
"Oh, seharusnya aku menebak kesana, ya? Lalu apa aku ini? Sebuah pulpen yang hanya dicari ketika dibutuhkan?"sahut Saburo penuh sarkasme.
"Oh, sebuah pulpen itu sangat berharga, tahu."
-000-
"Pa, apa Papa akan selalu memajang piala juara kedua dan ketiga milik Jiro?"tanya Saburo sembari meneguk susunya. Riou menoleh dan tersenyum."Tentu saja!"
"Apa piala milikku tidak akan pernah dipajang?"
"Memangnya kau pernah menjadi juara?"tanya Riou balik. Saburo meremat gelas di tangannya,"Tidak, selamanya tidak akan pernah, apalagi di mata Papa,"sahut Saburo sembari melirik kamarnya yang terbuka lebar, dengan segala piala dan sertifikat sebagai pajangannya.
-000-
"Oh lihat, Papa memajang hasil karyaku di pintu kulkas!"seru Jiro ketika Saburo tengah mencari sesuatu di kulkas. Adiknya menoleh, menatap karya yang dimaksud oleh Jiro.
"Ah, ya, kau benar."sahut Saburo sembari menatap datar pintu kulkasnya."Oh, apakah itu kertas tes matematika?"tanya Saburo ketika ia melihat kertas tes matematika dengan poin 50 di pintu kulkas.
"Ah, ya, Papa bangga soal itu."
"Dan tidak bangga ketika aku dapat nilai penuh,"sahut Saburo sarkas.
-000-
"Oh, hei, Jiro sayang, tolong ambilkan saus."Riou berkata sembari memakan kentang gorengnya. Saburo menaikkan sebelah alisnya, namun ia hanya diam.
Riou kemudian menoleh,"Ah, maksud Papa, Saburo."
"Ya ya ya, selalu."Saburo menyahut sembari memberikan botol saus itu kepada Riou.
-000-
Puncaknya adalah ketika ulang tahun Saburo. Anak itu sudah menunggu hingga hampir tengah malam ketika Ayahnya dan Jiro baru saja pulang.
Tentu saja habis berjalan-jalan.
"Kalian, tidak merasa melupakan sesuatu?"tanya Saburo sedikit berharap.
Jiro mengerjap."Tidak, memangnya apa?"
Saburo hanya diam, ia melirik kalender di dinding.
Riou menatapnya."Memangnya apa yang kami lupakan?"tanyanya bingung. Saburo langsung bangkit dari posisinya, kemudian menatap Riou dingin.
"Ulang tahunku."
Manik biru Riou membulat."Ah- itu- hari ini ya?"tanyanya lagi. Saburo mengabaikannya, kemudian berjalan ke kamar dan memasukkan semua pakaiannya ke dalam sebuah ransel besar. Begitu pula dengan uang, dan beberapa data pentingnya yang lain. Ia kemudian keluar sembari menggendong tasnya dan memegang beberapa piala, kertas hasil tes dengan nilai penuh, dan sertifikat penghargaan.
"Ini semua prestasi dan kemenanganku. Oh ya, harusnya aku ingat, aku kan bukan siapa-siapa disini. Ha-ha, aku harus pergi. Selamat tinggal."Saburo berkata sembari menjatuhkan semua piala, kertas hasil tes, juga sertifikat miliknya.
Dan ia pergi diiringi tatapan terkejut dari Jiro serta tatapan kosong dari Riou.
Saburo tidak pernah kembali ataupun terlihat lagi semenjak saat itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro