Drabble 29
"Papa,"panggil Saburo pelan.
Riou tidak menoleh, sedikit pun tidak."Apa?"tanyanya dingin. Saburo menunduk sembari memainkan jarinya,"Itu..., bolehkah aku mendapatkan sepatu baru?"tanyanya setengah berharap, Riou menoleh kemudian menatapnya datar,"Pakai punya Ryo dulu sana."
"Ba-baiklah,"sahut Saburo kemudian pergi ke kamarnya. Tak lama kemudian Ryo keluar, ia memeluk Riou lembut."Papa!"panggilnya, Riou menoleh dan tersenyum,"Ya, ada apa, Ryo?"
"Sepatu Ryo rusak jadi-"
"Okay, nanti Papa beli yang baru untukmu,"potong Riou sembari mengecup pipi Ryo. Putra pertamanya tersenyum,"Makasih, Papa!"
Saburo yang mendengar semua itu dari balik dinding hanya bisa menunduk, ia selalu berada dibawah sang kakak. Hela napas berat ia keluarkan, Saburo kemudian pergi ke kamarnya yang berada di loteng, dan tentu saja berbanding terbalik dengan kamar sang kakak.
Anak itu terduduk diatas kasur usangnya yang bahkan sudah hampir tak layak pakai. Tatapan Saburo menelisik, menatap isi kamarnya yang hampir seluruhnya adalah bekas Ryo, bahkan termasuk pakaiannya. Entahlah, mungkin kehadirannya sebenarnya tidak diharapkan? Saburo tidak tahu.
Jujur saja, Saburo iri dengan kakaknya.
-000-
"Papa, ponsel Ryo rusak."
"Papa, ponsel Saburo rusak."
Riou menatap kedua putranya bergantian,"Siapa yang merusaknya?"
"Saburo menjatuhkan ponselku dari atas meja, Papa,"jawab Ryo, Saburo menunduk perlahan,"Saburo engga sengaja..., lagipula Ryo melempar ponselku setelah itu."
Riou langsung mencengkram dagu Saburo,"Dasar tidak tahu diri!"bentak pria itu sembari menampar keras pipi Saburo. Sang ayah menatapnya dingin,"Jangan asal menuduh kakakmu! Contoh dia, selalu jujur!"
"Tapi apa yang aku katakan itu ben-"
"DIAM!!"
Saburo kembali menunduk, Riou meraih ponsel Ryo yang hanya tergores namun masih tetap menyala dengan baik. Pria itu kemudian melemparkan ponsel itu ke dada Saburo,"Pakai itu saja. Dan Ryo."Riou tersenyum pada Ryo,"Nanti sore Papa belikan yang baru. Tunggu ya."
"Okay, Papa."
-000-
Tidak hanya sekali Saburo diperlakukan dengan tidak adil. Setiap hari. Setiap jam. Saburo melihat kakaknya mendapat perlakuan istimewa, sementara dirinya hanya bisa menatap dari kejauhan, berharap itu terjadi padanya.
Ryo tidak pernah mendapat kekerasan, apa yang diinginkan Ryo selalu dikabulkan oleh Riou dalam sekejap mata. Sementara Saburo? Hah- apa yang diinginkan Saburo hampir tidak pernah dikabulkan oleh Riou, sedikit pun tidak.
Riou selalu memeluk Ryo, mengecupnya dan memanjakannya, namun tidak dengan Saburo. Saburo tidak tahu rasanya disayangi oleh ayahnya. Ibu? Ibu mereka sudah meninggal ketika wanita itu melahirkan Saburo.
Mungkin itu alasan mengapa Riou membencinya. Tapi ya ampun, itu bukan kesalahan Saburo, 'kan? Lalu mengapa ia harus mendapatkan semua perlakuan ini?
Saburo tidak pernah meminta dilahirkan jika ia hanya akan mendapatkan kekerasan dari ayahnya.
-000-
Ulang tahun Saburo kali ini bertepatan dengan salju pertama tahun ini. Anak itu sedikit bersemangat hari ini, ia berharap ia mendapatkan sesuatu, entah itu ucapan atau semacamnya. Namun tidak, sepanjang hari, Riou dan kakaknya abai padanya.
Saat ini Saburo sedang menemani sang ayah yang pergi membelikan kakaknya sebuah jaket baru. Anak itu hanya menunduk, Riou tidak mengajaknya bicara ataupun menanyakan apakah ia ingin sesuatu atau tidak.
"Sigh, apa yang kuharapkan dari Papa, hmn?"tanya Saburo pada dirinya sendiri. Saburo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket usang yang ia pakai saat ini. Bisa ditebak kalau itu adalah milik Ryo dua tahun lalu, karena Saburo tidak pernah mendapatkan apapun.
Bahkan jika nilainya penuh.
Bahkan jika ia menang di berbagai perlombaan.
Bahkan jika ia meraih penghargaan apapun.
"Nih,"kata Riou sembari menyerahkan sebuah kantungan kepada Saburo. Saburo mendongak, kemudian menatap kantung itu, dalam hati ia berharap kalau isi kantung itu adalah hadiah ulang tahunnya.
"Untukku?"tanya Saburo penuh harap. Riou mengerinyit,"Tentu saja tidak. Itu untuk Ryo. Jangan sampai kotor, aku mau memberikan itu sebagai hadiah natalnya,"jawab Riou sembari berjalan keluar diikuti Saburo yang seolah menjadi pelayannya.
"Papa,"panggil Saburo lirih. Riou hanya berdeham sebagai jawaban,"Papa ingat ngga ini hari apa?"
Riou diam. Saburo menghela napasnya lelah,"Aku ulang tahun hari ini..., tapi engga apa, aku udah biasa dianggap engga ada, ngga dianggap sama sekali, hanya menjadi babu di rumah..., engga apa. Aku sudah terbiasa kok...,"Saburo mendongak, menatap punggung ayahnya.
"Bahkan Papa tidak mau berjalan bersamaku. Tapi tidak apa, toh aku hanya bayangan dari Ryo-nii..."Saburo tersenyum paksa, ia meremat pelan kantung yang ia pegang. Kepalanya perlahan menunduk,"Aku tidak pernah menginginkan banyak hal, tapi kenapa? Kenapa Papa dan Ryo-nii tidak pernah menganggapku?"
Riou hanya diam, pria itu sepenuhnya abai pada Saburo.
Saburo mendongak lagi ketika mereka akan menyebrang. Manik dwi warnanya membulat ketika Saburo melihat truk bensin yang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah mereka. Tampaknya truk itu mengalami rem blong? Entahlah. Kantung berisi jaket dijatuhkan, sesegera mungkin Saburo mendorong sang ayah ke tepi jalan, ia segera menggantikan sang ayah yang hampir saja tertabrak.
"APA SIH-"teriak Riou sembari menoleh.
BRAKKK!!!
BLARRR!!!
Truk bensin itu meledak tepat setelah menghantam Saburo dan menyeret tubuhnya menuju sebuah mobil yang terparkir di tepi jalan. Manik biru milik Riou seketika membulat, pria itu terdiam seribu bahasa.
"SABURO!!!!"teriak Riou sia-sia.
Saburo menukarkan nyawanya demi Riou.
Padahal dosa Riou sudah terlalu banyak untuk putra keduanya yang mirip malaikat, atau mungkin lebih baik daripada malaikat?
Abai padanya.
Menyakitinya.
Membedakannya antara Saburo dengan Ryo.
Riou seringkali abai pada Saburo.
Menyakitinya secara fisik maupun mental.
Membedakan perlakuannya antara Ryo dengan Saburo.
Melupakan ulang tahunnya, semua perlakuan baik Saburo, segalanya demi dendamnya yang bahkan bukan kesalahan Saburo.
Dan anak itu masih mau menukarkan nyawanya demi menyelamatkan dirinya?
"Sa- Buro...,"lirih Riou sia-sia ketika melihat tubuh Saburo sedang terbakar habis di kecelakaan itu.
-000-
Setahun sudah berlalu semenjak kecelakaan maut itu. Kecelakaan yang merenggut nyawa Saburo. Kecelakaan yang membuat Riou berubah 360 derajat. Kecelakaan yang membuat Riou menyesal sampai sekarang.
Pria itu berjalan menuju sebuah makam, diikuti putra pertamanya yang memegang sebuket bunga krisan putih. Riou kemudian berhenti pada sebuah nisan yang berbeda dari nisan lainnya. Nisan yang jauh lebih mewah dan terawat, dengan sebuah nama terukir diatasnya.
Rest In Peace
Busujima Saburo
16-12-21
Ryo memberikan buset di tangannya. Ia menatap nisan sang adik dengan tatapan kosong.
"Maaf- maafkan aku, aku menyesal...,"bisik Riou sembari meletakkan buket bunga itu. Pria itu meneteskan air matanya,"Maaf- Papa menyesal..., ini semua salah Papa..,"isak Riou tanpa ditahan sedikit pun.
Ryo menunduk, ia meremat jaket yang diberikan ayahnya bertepatan dengan kematian sang adik. Dengan lembut dilepaskannya jaket itu, kemudian Ryo menyelimuti nisan itu dengan jaket yang ia pakai.
"Seharusnya ini menjadi milikmu sejak awal..., maafkan Ryo-nii, maafkan kakak, kakak memang salah. Seharusnya kakak tidak pernah melupakanmu, apapun tentangmu. Kakak salah, jaket ini seharusnya hadiah untukmu, bukan untukku...,"Ryo tersenyum tipis,"Kakak tidak pantas...,"
Riou meremat syal hitam yang ia pakai. Syal itu adalah buatan Saburo lima tahun yang lalu, di tanggal yang sama.
"Papa salah, Papa tidak seharusnya menyakitimu seperti ini..., bahkan- bahkan setelah semua perlakuan buruk Papa, kamu masih mau menukarkan nyawamu demi Papa..., Papa sadar Papa adalah ayah terburuk di dunia..., tapi Papa mohon, maafkan Papa. Dan...,"Riou mengeluarkan sebuah kalung dan memakainya.
"Selamat ulang tahun, Saburo."
Selesai diketik jam setengah tiga.
Gw kok ngerasa skill gw nulis makin jelek ya asem? Serasa memulai dari awal lagi masa
Tapi kalau beneran, maafin gw ya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro