Drabble 10
"Aku akan memanggil orang tuamu,"kata Rosho sembari menggenggam ponselnya. Saburo hanya bisa menunduk, obat penenang diatas meja sang guru seolah menarik atensinya.
"...ya, Pak."Saburo menyahut dengan nada kecil, sekujur tubuhnya terasa sakit. Terkhusus punggungnya.
Tadi pagi ia menerima beberapa cambukan dari sang Ayah dengan alasan demi kebaikannya.
Saburo menggigit bibirnya perlahan, ia tetap menunduk dalam hingga Rosho memintanya keluar.
-000-
Sang Ayah datang, terlihat sekali sedang dalam kondisi emosi.
Saburo hanya menunduk di lorong, ia ingin segalanya selesai dengan cepat.
PLAKKK!!!
Tubuh mungilnya mengejang, Saburo mendongak. Pipinya terasa sangat perih.
Ayahnya memang tidak pernah mengira-ngira jika harus menamparnya.
"KAU!"bentak Riou keras, pria itu mencengkram dagu Saburo dengan sangat keras,"PERCUMA AKU MEMBESARKANMU! AKU MELAKUKAN SEMUA INI DEMI KEBAIKANMU, BODOH!"
Saburo hanya dapat menatap kosong, ia bahkan tidak mampu menangis lagi. Semuanya seolah tertahan begitu saja.
Wajah pucat dengan kantung mata yang semakin menghitam, seolah dianggap candaan oleh Riou. Selama sang Putra dapat bergerak, anggapnya adalah Saburo baik-baik saja.
"Maaf...,"bisik Saburo lirih.
PLAKKK!!!
Satu tamparan lagi sebagai jawaban permintaan maaf Saburo.
"DIAM!"bentak Riou lagi.
"Pikirmu,"ia melepas cengkeraman dagu sang Putra, namun ia menempelkan kedua jarinya di batang tenggorok Saburo.
"Kau bisa melawanku?"
"Kkghh...,"Saburo mulai tersedak napasnya sendiri.
"Aku melakukan segalanya demi kebaikanmu! Pernahkah kau pandang itu? Anggapmu semua yang kulakukan ini apa? Untukku? TIDAK! Ini untuk kebaikanmu!"
Wajah Saburo mulai membiru, ia hanya dapat diam, tidak mampu berkata apapun.
"Hentikan!"sang Guru keluar dari ruangannya, Rosho kemudian berusaha membujuk Riou.
"Sudahlah tuan, ayo kita bicarakan di ruang guru."Rosho meminta dengan nada selembut mungkin, membuat Riou menghela napas kasar sebelum akhirnya melepaskan anaknya.
-000-
Saburo terjatuh dalam posisi duduk, tatapannya kosong, seolah tak ada jiwa didalamnya.
'Hahaha...,'ia tertawa dalam hatinya.
Sejurus kemudian, ia bangkit berdiri, Saburo berbalik, anak itu menatap pagar pembatas dihadapannya,'Lantai 5 ya...,'
Ia memanjat dengan sisa kekuatannya.
Sembari berteriak dengan suara lirih dan lemah, ia meloncat.
"BYE!"
-000-
"ADA YANG BUNUH DIRI!!"
Riou baru saja keluar dari ruangan Rosho ketika ia mendengar teriakan itu. Awalnya, ia ingin mengajak Saburo pulang.
Mungkin juga meluruskan segala kesalahpahaman dan lainnya.
DEGH!
Firasatnya mendadak tidak baik.
"Iya.. baru saja loncat."
"Gila ya, loncat dari sini."
"Huum, anak yang tadi,'kan?"
"Yang ditampar Ayahnya tadi ya?"
Riou terdiam.
"Ayahku saja tidak separah itu."
"Memang, mungkin Ayahnya sudah gila."
"Anaknya lemah."
"Tidak juga, Ayahnya sakit jiwa."
Omongan-omongan itu seolah menampar Riou demikian keras.
-000-
Riou hanya bisa diam terpaku ketika ia melihat mayat sang Anak yang sudah hampir hancur sedang diangkat ke atas tandu.
"Saburo,"
"Aku pasti hanya mimpi."Riou berusaha menampar pipinya sendiri. Terasa sakit.
Itu bukan mimpi.
Sang Putra memang sudah mati dihadapannya, tentunya karena kesalahannya.
-000-
Riou hanya bisa menatap nanar pusara Saburo.
Tatapannya menyendu, campuran menyesal dan hancur.
Putra kesayangannya, yang ia rencanakan sebagai penerusnya telah merengang nyawa.
Rosho menatap Riou dengan tatapan datar,"Mohon maaf sebelumnya, Pak. Apa sedang ada masalah di rumah?"
Riou menaikkan sebelah alisnya,"Tidak, mengapa Anda bertanya seperti itu?"
Rosho memasang senyum simpul,"Begini, Saya ingin bertanya soal keadaan men-"
"Anak itu baik-baik saja, apa dia membuat masalah?"
"Saya ingin menanyakan soal keadaan mentalnya."Rosho menatap lurus manik biru Riou,"Anak itu selalu terlihat muram dan murung. Juga tidak pernah bersosialisasi dengan teman-teman sekelasnya, kemudian, ia selalu terlihat tertutup dan tidak tersentuh."
Riou hanya diam menyimak,"Lalu sekali waktu Saya pernah melihat tubuhnya terluka parah. Apa yang terjadi?"
"Tidak ada, saya hanya mengajari Anak saya bagaimana seharusnya bersikap. Dia adalah penerus keluarga saya, menurut saya wajar saja ya, jika saya mengajarinya sedikit lebih keras. Saya rasa, mentalnya saja yang lemah."
"Pak, Anda tahu tidak ada orang yang lemah. Hanya ada orang yang hancur."Rosho tersenyum lagi,"Saya rasa Anda terlalu keras kepadanya."
"Tapi saya melakukan ini demi kebaikannya di masa depan!"
"Kebaikan Anda, atau kebaikan Saburo?"Rosho memijat pangkal hidungnya perlahan,"Maaf jika saya terlalu ikut campur, tapi saya mohon dengan sangat, tolong jangan terlalu keras pada Saburo."
"Jika ia menghilang, bukan saya yang menanggung penyesalan paling besar, tapi Anda sendiri."
"Baiklah,"Riou bangkit, menyalami guru anaknya, kemudian berjalan keluar dari ruangan Rosho.
"ADA YANG BUNUH DIRI!"
End
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro