Blessing... or not?
Hypnosismic AU!
Pairing: Riou Mason Busujima x Yamada Saburo x Yamada Ichiro
Genre: Hurt,Comfort,and others
Warn: OOC,Typo and mature containt
Saburo menatap punggung Riou yang tengah membelakanginya,sedang memasak. Ia tersenyum tipis lalu menyapa,"Ohayou,Ri-"ia terdiam saat Riou hanya mendengus dan mengabaikannya,senyumnya meluruh,"Maaf mengganggumu."ia kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintunya,ia melirik kalender kamarnya,tertanggal 16 Desember. Ia hanya menenggelamkan wajahnya ke tumpukan bantal dan mendengus,"Harusnya aku tidak usah berharap kalau dia akan mengucapkan soal hari ini. Harusnya aku sadar kalau aku sudah dibenci."ia menghela napas berat,lalu duduk ditepi ranjangnya dan menyalakan ponselnya. Saat ia menatap notifikasi ponselnya,hanya ucapan selamat ulang tahun dari facebook yang ia dapat. Ia kembali tersenyum paksa,"Bahkan hanya facebook yang mau mengucapkan selamat ulang tahun padaku."ia melemparkan ponselnya ke ranjangnya dan berjalan menuju cermin kesayangannya,ia menatap cermin itu sebelum cermin itu mulai merefleksikan bayangannya yang lain,"Ark,"ia menyapa dirinya yang ada didalam cermin,"Apa yang harus kulakukan? Riou-san mem-tidak,semuanya membenciku. Aku... harus apa?"Ark,bayangannya hanya menjawab,"Jangan berharap banyak. Hanya itu."kedua sudut bibir Saburo naik beberapa milimeter,"Ah... iya juga. Kenapa aku masih berharap ya? Ark,menurutmu... aku punya alasan apa untuk bertahan?"
"Dengar Saburo,kau tak perlu alasan untuk bertahan di dunia yang fana ini. Dan kau juga punya aku sebagai tempat bersandar,walaupun dunia membencimu,sadarlah ada aku yang akan selalu menemanimu. Otanjoubi omedeto."sahut Ark sembari tersenyum penuh wibawa. Saburo hanya mendengus geli,"Kita lanju-"teriakan Riou menghentikan perkataannya,"YAMADA!! KAU NGGAK MAKAN?!"
Saburo kembali tersenyum,getir dan terasa sekali ia berusaha memaksakan senyumannya,"-nanti."Ark hanya mengangguk dan menghilang dari mata Saburo. Saburo berjalan keluar dari kamarnya dan tersenyum paksa,"Tidak,aku akan makan diluar karena aku ada urusan."terlihat sekali ia berjuang menahan dirinya untuk tidak menangis,ia kembali ke kamarnya dan menyusun isi tasnya,ia kemudian keluar dan berpamitan, yang hanya disambut dengusan dingin dari Riou.
Saburo pergi ke suatu tempat,ia ingin berhenti namun tak bisa,ingin menyerah namun tak bisa,ingin menangis tapi sadar dirinya tak memiliki tempat untuk bersandar. Lelah,satu kata itu mewakili seluruh perasaannya hari ini. Ia duduk diatas sebuah batu besar ditengah hutan, seolah tak peduli walau ada bahaya mengintai,bukan seolah tak peduli, jauh lebih tepat jika dikatakan dengan memang tidak peduli. Toh,takkan ada yang mencarinya jika ia pergi,orang-orang justru akan senang dengan kepergiannya. Ia membuka ranselnya, menatap isinya dan melemparkan senyuman kecil,ia mengambil sebuah botol obat yang ia ketahui sebagai obat anti depresan miliknya lalu meminumnya. Bosan dengan pemandangan yang sama saja,ia keluar dari hutan itu dan pergi ke sekolahnya,benar saja,saat ia sampai, ia kembali dibully habis-habisan. Tak ada yang mengingat ulang tahunnya dan tak ada yang peduli padanya.
Ia baru pulang saat waktu menunjukkan pukul satu malam. Tamparan Riou menyambut ketika ia baru saja mengucapkan,"Aku pulang." Saburo yang lemah dan tak dapat berbuat banyak hanya bisa diam, menyentuh pipinya sendiri,sementara Riou memarahinya,"Heh! Tau jam gak sih? Ini jam satu malam dan kau baru pulang?! Mending kau tak usah pulang sekalian daripada mengganggu jam tidurku!"
Saburo hanya tersenyum paksa,menahan rasa perih dihatinya. Ia hanya menghela napas berat saat Riou kembali ke kamarnya dan melanjutkan tidurnya yang terganggu oleh Saburo,tanpa peduli kalau anak itu pulang dalam keadaan babak belur. Saburo menggeret ranselnya, masuk ke kamarnya dan duduk dilantainya. Sudahlah tak ada yang ingat,ia dibenci,semua orang membencinya bahkan pasangannya sendiri ikut membenci dirinya. Ia menghela napas lelah saat ia membuka seragamnya yang kotor, menatap bagaimana luka-luka itu menghiasi tubuhnya yang tak berdaya. Ia menunduk sedih,menangis tanpa suara. Merasa semuanya terasa sangat tidak adil buatnya,apa salahnya ia pun tak tahu.
Hari-hari berlalu tanpa interaksi positif antara dirinya dan Riou. Riou bahkan secara terang-terangan mengakui hubungannya dengan sang kakak,Ichiro. Saburo hanya menatap punggung lebar itu,tersenyum seolah tanpa beban,berusaha keras mengabaikan luka yang ia dapatkan dari sekitarnya.
Ia sebenarnya tidak sanggup lagi bertahan,ia ingin menyerah saja dan memilih mati. Semua hal yang ia sayangi dan dulu menyayanginya kini berbalik membencinya tanpa ia tahu kenapa. Bullying,terror,dan lainnya sebenarnya sudah cukup membuat dirinya stress berat. Tak ada yang peduli padanya,ia sadari itu,maka dari itulah ia memilih menutup diri, bertindak seolah ia baik-baik saja walau kenyataannya ia sangat tidak baik-baik saja. Ark tak banyak membantu,Saburo tahu itu.
Ia menatap foto ketika ia dan Riou masih baik-baik saja,ia tersenyum, rasa sesak kembali mengisi relung hatinya,"Hah..."ia mengelus foto itu dengan lembut,"Ureshii ne? Kini kau bersama kakakku seolah aku bukanlah siapa-siapa bagimu."ia berusaha tetap tersenyum menatap foto itu,"Aku... ah harusnya aku sadar, aku memang bukan siapa-siapa mu kan? Kenapa aku tidak sadar juga ya?"
Seolah ia sedang berada didekat mantan pasangannya,ia duduk ditepi jendela,tempatnya dulu sering bersantai berdua dengan pasangannya. Ia menatap keluar jendela itu,membukanya lalu menjulurkan kakinya tanpa memerdulikan ketinggiannya sama sekali. Ia kembali tersenyum,namun senyum itu terlihat sekali ia paksakan. Hela napas berat kembali keluar dari dirinya,ia menatap keramaian kota Yokohama dari atas ketinggian,ingin ia meloncat namun sesuatu menahannya untuk tidak melakukan hal gila itu,
Klik!
Suara pintu terbuka mengalihkan atensinya,ia menatap Riou yang membuka pintu itu dan menatapnya dingin,"Mau bunuh diri hm?"tanya pria itu dingin,Saburo hanya menggeleng dan tersenyum paksa, menahan gejolak emosinya sendiri, senyum itu hanya dibalas dengusan oleh Riou,ia menarik tangan Saburo lalu membantingnya ke lantai,"Dengar ya,"ia menarik Saburo dan menghantamkan punggung anak itu ke tembok kamar,lalu meninju perut Saburo dengan sangat keras, hingga anak itu memuntahkan darah dari mulutnya,"Kita ini tak ada hubungan apapun. Jadi kau jangan merepotkan hidupku dengan bunuh diri disini."ia melepas cengkraman dari kerah Saburo,membiarkan anak itu ambruk ke lantai namun tetap memasang senyumnya,Riou hanya menatap benci pada Saburo dan menghajarnya berkali-kali,hingga terluka cukup parah karena luka lamanya yang belum sembuh turut terbuka.
Saburo akhirnya pingsan dengan tubuh babak belur dan berlumuran darah dibeberapa bagian,dan Riou meninggalkannya begitu saja,seperti biasa jika sudah merasa puas. Saburo tergeletak,diatas karpet kamarnya, dengan tubuh babak belur dan melemah. Ia tersadar setelah beberapa jam berlalu,itupun karena tamparan Riou yang pergi setelah membangunkannya,ia menatap cermin,tatapannya berubah menjadi pias.
Ia sudah memastikan mengunci pintu kamarnya sebelum ia kembali ambruk di lantai kamarnya,tatapannya tak berubah,tetap pias. Ia menatap wajahnya sendiri lewat refleksi cermin, menghela napas kasar setiap kali wajah shotanya babak belur. Tak ingin peduli juga tak peduli,hanya dengan ogah-ogahan ia mengobati luka ditubuhnya,hanya ala kadarnya saja. Baginya kini Riou tak ada bedanya dengan para perundung disekolahnya,sama saja,sama-sama hobi menyakiti dan menyiksanya.
Apa salahnya?
Ia tak pernah berselingkuh,ia saja tak pernah jalan dengan orang lain,walau jalan bareng. Pertanyaan retoris yang membosankan,tentu saja sampai kapanpun ia takkan menemukan apa kesalahannya pada orang lain. Berusaha menepati janji,memenuhi ekspetasi,memenuhi standart kriteria kesempurnaan,namun kini seolah itu semua tidak ada artinya. Ia lelah sekali saat ini,ia hanya tersenyum kaku saat menatap kemesraan sang kakak dengan mantan pasangannya, berjuang menganggap hal itu hanyalah mimpi buruk.
Mimpi buruk yang sama terus berulang,dibully disekolah,pulang hampir tengah malam yang membuatnya harus merasakan tamparan keras dari Riou,menerima amukan Riou ketika pria itu kesal padanya atau pada orang lain,menatap kemesraan yang semakin menghancurkannya dengan senyum,berjuang menganggap semua itu hanyalah mimpi. Ia seolah sedang bertarung dengan hidup,tak bisa menyerah walau keadaan memaksanya menyerah.
Perih,sakit,lebam,darah,dan lainnya kini menjadi teman buatnya. Tak ada yang akan mengobatinya seperti dulu, tak ada juga yang mau menjadi tempat bersandar kala ia lelah seperti dulu. Kini semua itu hanya angan yang kosong,tanpa tujuan dan hampa. Seperti hatinya yang kini hampa sekali.
Musim dingin berlalu dengan cepat, kini sudah musim dingin lagi, berarti tak lama lagi pernikahan sang kakak yang diadakan bertepatan dengan ulang tahunnya,ia menatap tuxedo yang ia beli untuk mendatangi pernikahan sang kakak dengan sang mantan,menghitung hari sebelum ia angkat kaki dari apartemen yang sudah ia tempati selama beberapa tahun. Sendu,sakit,semuanya ia simpan sendirian.
Hari yang ia tunggu tiba,pernikahan sang kakak dengan Riou berjalan sangat lancar,Saburo ada disana,hanya sebagai cameo di pernikahan sang kakak tertua. Setelah pernikahan itu,ia segera pulang dan membereskan semua barang-barangnya sembari berjuang untuk tidak meneteskan satu tetespun air mata. Ia memasukkan semua barang-barangnya dan merapikan ulang kamar itu,menggeret koper dan ranselnya,menatap kamar itu untuk yang terakhir kalinya sebelum pergi,ia juga sudah memasakkan sesuatu agar saat Riou pulang nanti malam bersama sang kakak,pria itu bisa tinggal memanaskan makanannya.
Saburo berjalan gontai sembari menggeret koper dan ranselnya,mata hetero yang memerah menahan tangis ia tutupi dengan kacamata hitam,syal hitam meliliti leher jenjangnya dan mantel hitam membalut tubuh mungilnya,saat ia berpapasan dengan Riou ditengah jalan,pria itu menatapnya dan ia balas menatap pria itu lewat lensa kacamatanya,ia menaikkan sebelah tangannya,melambaikannya sedikit sebelum bus yang ia naiki datang,ia naik ke bus itu tanpa menatap ke belakang lagi karena ia sendiri tahu kalau Riou takkan mengejarnya dan membawanya pulang. Ia duduk disalah satu kursi didekat jendela dan menatap keluar,menatap Riou yang tak kunjung melepaskan tatapannya pada bus yang dinaiki Saburo,bus yang mulai berjalan pergi meninggalkannya,bersama kenangan yang pernah ia buat bersama Saburo yang takkan kembali lagi.
Ia seketika tersadar akan semua perbuatannya,ia menatap Ichiro yang tersenyum padanya seraya melepas cincin yang melingkar manis di jari panjangnya,"Kejar dia,"perintah Ichiro dengan nada tegas,"Aku bukanlah jodohmu,dialah jodohmu."Riou segera mengangguk,ia segera menaiki mobilnya dan pergi mengejar Saburo.
Sementara itu,tetes demi tetes air mata mengalir di pipi mulus Saburo,ia membiarkan sungai kecil mengalir dan mengering di pipinya,sembari mengeratkan syal yang ia pakai saat itu,setelah beberapa menit di perjalanan,ia akhirnya sampai di bandara Narita,ia turun disana dan setelah ia selesai mengurus bagasinya,ia duduk merenung disebuah cafe di bandara,tanpa berniat meminum pesanannya tadi.
"SABURO!! DIMANA KAU?!"teriakan itu membuyarkan pikirannya,ia menatap sekitarnya dan mendapati Riou tengah berjalan menuju dirinya dengan penampilan yang agak kacau. Saburo segera mengabaikan pria itu, ia sungguh menyerah saat ini. Ia menatap cokelat yang sudah mendingin,menyesapnya sedikit sebelum Riou tiba-tiba memeluknya erat-erat,"Jangan pergi!!"pinta Riou setengah berteriak,Saburo tentu saja sangat terkejut,namun tanpa melepas kacamatanya,ia mendorong Riou agar menjauh,"Kau sudah menikah."kata Saburo dengan nada lirih,"Aku menyerah. Kau membenciku dan kini semuanya sudah tak ada artinya lagi, kau milik kakakku dan sekalipun aku mencintaimu,aku tidak bisa mendapatkanmu. Aku sadar itu,"ia menghela napas kasar,"Maka dari itu, aku pergi. Tak ada gunanya lagi berjuang,tak ada lagi gunanya pasrah saat kau menyakitiku. Tak ada lagi."
Riou menatapnya terkejut,ia segera menggenggam tangan Saburo yang langdung ditepis anak itu,"Jangan... aku menyesal,"Saburo segera memotong,"Menyesal? Semudah itukah kau menyesali semuanya dan meminta untuk kita kembali bersama? Heh,tidak semudah itu. Tidakkah kau berpikir soal hati yang sudah hancur karenamu? Oh tentu saja tidak,Riou yang terhormat takkan mau memikirkan hal remeh itu."Riou terdiam,tak berani mengeluarkan sepatah katapun,"Sudahlah,semua ini membuatku lelah. Aku akan pergi dan takkan kembali lagi."Saburo berjalan meninggalkan Riou yang masih membeku ditempatnya,Saburo mengeratkan syalnya dan memutuskan untuk pergi, meninggalkan Riou dengan rasa bersalahnya,Riou yang tersadar berusaha keras mengejar Saburo, meminta agar anak itu tak pergi meninggalkan dirinya,"Jangan... aku mohon..."ia bahkan menangis saat mengatakannya,Saburo menggeram pelan,dirinya tak tega namun ia sendiri tak ingin disakiti lagi,bimbang melanda dirinya,ia menghela napas berat,lalu membuat keputusan untuk tidak pergi,memberi Riou kesempatan kedua,"Baiklah,"ia memulai perkataannya,Riou menunduk,menatap Saburo yang secara perlahan menaikkan kedua lengan mungilnya dan membalas pelukannya,"Aku,akan tetap tinggal. Berjanjilah kau takkan mengulangi perbuatanmu."Riou segera menaikkan dagu Saburo,menarik kacamata yang digunakan Saburo hingga terlepas,lalu menurunkan syal Saburo,menatap wajah Saburo yang terkesan sendu,ia mengecup bibir Saburo lembut,lalu mengubahnya menjadi ciuman lembut,mengabaikan keterkejutan Saburo dan bersumpah pada dirinya sendiri,"Aku takkan mengulangi perbuatanku,Yamada Saburo."
Tamat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro