Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Day 6

"Apa harus seminggu?"

"Hah?"

(Name) menoleh ke arah Karma yang duduk di sebelahnya, namun tangan (Name) tidak berhenti menyusun rangkaian bunga menjadi mahkota bunga.

"Lama kau menetap di sini," gumam Karma berbaring di atas rumput, memandang langit biru yang sedikit di tutupi awan.

Mereka berdua kini berada di halaman belakang rumah Karma, menikmati hari yang saat itu sedang berawan.

"Ya," jawab (Name), "satu minggu tetaplah satu minggu. Ah, apa kau ingin aku pulang sekarang?"

"Aku tidak bilang begitu," sahut Karma, "tapi—jika aku memintamu menetap lebih lama, maukah kau melakukannya?"

(Name) menoleh ke arah Karma, kemudian meletakkan mahkota bunga yang sudah jadi ke atas kepala Karma, walaupun mahkota itu berakhir di wajah Karma karena sang laki-laki sedang berbaring.

"Kenapa?"

Karena tertutup oleh bunga, Karma tidak bisa melihat (Name). Namun entah kenapa Karma bersyukur tidak bisa melihat sang gadis.

Apa karena dari nada bicara (Name), sang gadis terdengar begitu sedih?

"Kenapa, ya?" komentar Karma terkekeh, "apa aku harus menjawabnya? Apa kau tidak bisa menebaknya, (Name)?"

(Name) terdiam—dia tahu, dia sangat tahu. Gadis ini tidak bodoh, terlebih lagi dia sudah tinggal bersama Karma selama lima hari, dan reaksi Karma saat hari kedua dan ketiga sudah membuktikannya.

Hari kedua, saat Karma menolak mengetahui identitas sang gadis karena syarat yang melarangnya jatuh hati pada sang gadis.

Hari ketiga, saat (Name) meregangkan sayapnya di depan Karma, dia memegang pergelangan tangan sang gadis.

Karma jatuh hati padanya. Tapi kapan? (Name) tidak tahu.

"Bagaimana, (Name)?"

(Name) memeluk kedua lutunya, lalu menyembunyikan wajahnya di lututnya.

"... kau tidak perlu menjawabnya, Karma."

"Oh, kau tahu?" tanya Karma.

"Ya."

"Lalu, apa balasanmu, (Name)?"

Kedua tangan (Name) mengepal, dan sang gadis hanya bisa menarik napas panjang—samar terdengar napasnya bergetar.

Seperti menahan tangis.

"Maafkan aku."

Ah ....

Karma mendengus, irisnya masih fokus memandang langit.

'Jangan meminta maaf dengan nada yang terdengar akan menangis, bodoh. Aku jadi merasa bersalah sudah bertanya padamu.'

"Tidak apa-apa."

Dia berbohong.

Hatinya tentu sakit, pernyataan cintanya ditolak.

Namun, daripada itu.

Karma lebih tidak mau melihat (Name) sekarang, karena dia mendengar sang gadis sedang terisak—(Name) sedang menangis.

'Padahal aku yang ditolak, kenapa justru kau yang menangis?'

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro