Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 4

BAB EMPAT

EDWARD segera masuk ke dalam kafe milik ayahnya. Ia terus saja tersenyum sepanjang perjalanan, karena jarang-jarang dia dan Vanesa bisa sarapan bersama di tengah kepadatan jadwal masing-masing. Setelah masuk, ia langsung menemukan dimana Vanesa berada.

" Hai. Lama menunggu? " Tanya Edward sambil duduk di kersi yang berhadapan dengan Vanesa.

" Tidak juga. " Jawab Vanesa. Kemudian datanglah seorang pelayan menanyakan pesanan.

Vanesa membuka daftar menu.

" Mau makan apa? Hari ini aku yang traktir. "

Edward menimbang-nimbang. " Omelet rice disini enak. "

Vanesa mengangguk. " 2 Omelet rice. Minumannya belakangan saja. "

Setelah pelayan mencatat pesanan, pelayan tersebut pergi meninggalkan meja Vanesa dan Edward.

" Bagaimana pekerjaanmu? " Tanya Edward untuk mengubah suasana agar tidak canggung.

" Umm.. biasa saja..memotret ini dan itu. " Jawab Vanesa. " Lalu kau? "

Edward tersenyum tipis. Senang Vanesa bertanya kembali. "Sibuk sekali. Tapi aku senang kau mengajakku makan sekarang. " Edward menghela nafas dan Vanesa tertawa kecil.

" Ya begitulah, kalau kau terkenal. " Ujar Vanesa dan Edward mengangguk pelan.

Tiba-tiba Edward mendengar sebuah suara familier memanggilnya.

" Edward?

***

" Edward? "

Edward memandang ke pemilik suara itu, dan mendapati ayahnya sedang datang menghampiri mejanya dan Vanesa dengan seorang gadis.

Edward segera berdiri untuk memperkenalkan ayahnya dan Vanesa.

" Oh ayah. Kenalkan ini Vanesa teman dekatku. Vanesa, ini ayahku, pemilik De Latte. "

Vanesa ikut berdiri kemudian bersalaman dengan Mr. Miles sambil –tentu saja- menyunggingkan senyum terbaiknya.

" Ah kebetulan. Ini Tiffany. "

Mendengar nama itu, otak Edward langsung berhenti bekerja.

What? Tiffany?

Mr. Miles kembali berbicara. " Mungkin temanmu ini belum tahu. Vanesa, ini Tiffany, calon tunangan Edward. "

Vanesa sontak menaikkan alis dan memandang Tiffany dan Edward bergantian. Seolah belum mencerna apa yang baru saja ayah Edward katakan. Vanesa pikir mungkin ia salah dengar.

" I-Itu.. begini.. eh.. "

Edward pusing, tak tahu kata apa yang akan keluar dari mulutnya.

Vanesa memandang Edward kemudian lama kelamaan senyum mengembang diwajahnya. " Ed. "

" Ya? "

" Tunanganmu cantik sekali! Ya ampun! Kenapa kau tidak memberitahuku sih?! Astaga! Selamat! "

Air muka Edward berubah semakin parah. Mendengar perkataan Vanesa membuat Edward jadi tahu satu kebenaran yang kini sedang menyayat hatinya.

Kini ia tahu..

Vanesa tak pernah menyukaiku.

***

Sarapan dengan perasaan yang tak enak akhirnya selesai. Ayah Edwrad memanggil Edward ke ruangan pribadinya sementara Vanesa dan Tiffany sudah pulang.

Edward merasakan rasa tegang.

" Ada apa, yah? "

Edward bisa merasakan ayahnya menatapnya serius, ia menaikkan kedua alisnya bingung. Ia masih tak tahu apa salahnya, dan moodnya cukup jelek saat ini.

" Berani-beraninya kau berduaan dengan 'wanita lain'! Apa kau tidak tahu perasaan Tiffany melihat hal itu? Kalian 'kan akan bertunangan. " Omel ayahnya.

Edward mengerutkan dahinya. Merasa tak senang ketika Vanesa disebut-sebut sebagai 'wanita lain'. Tentu saja, walaupun Vanesa tidak membalas perasaannya, ia tetap menyukai Vanesa. Dan tentu saja ia membela Vanesa.

" Vanesa bukan 'wanita lain'. Dan kami tidak seperti yang ayah pikirkan. "

" Mungkin begitu. Tapi bagaimana jika kakek Tiffany melihat hal itu? Dan sekali lagi kau tidak memikirkan perasaan Tiffany sama sekali. "

Edward nyaris tertawa dibuatnya. Kemarahannya mulai terbit.

" Ayah ingin bertaruh? " Ucap Edward dengan nada menantang. Mr.Miles hanya menaikkan salah satu alisnya.

" Perjodohan ini tak akan pernah berhasil. Dia suka padaku, atau aku suka padanya? Itu mustahil. " Edward tersenyum tipis, ia yakin ia pasti menang. " Percayalah. "

Tanpa menunggu jawaban Mr. Miles, Edward langsung keluar dari ruangan itu.

***

Edward terus kerja gila-gilaan semenjak hari itu. Tidak makan, jarang tidur, dan tidak peduli akan apapun. Tubuhnya tidak merasa lelah sedikitpun. Hanya saja hatinya sesak. Dan sakit.

" Ed, kau benar-benar harus tidur sekarang. Ini masih 3 jam lagi sebelum talk showmu. " Ucap Oliver mulai melepas kacamatanya. Hendak tidur di kasur empuk hotel bintang 5 itu.

Oliver rasa mungkin memang benar. Edward memang sedikit berlebihan. Ia kurang tidur selama tiga hari. Meskipun wajahnya pucat, matanya merasa mengantuk atau ia mulai sedikit terbatuk-batuk, ia selalu mengatakan ia baik-baik saja. Ia hanya bilang ia sedang banyak pikiran.

" Aku sedang tidak ingin tidur. " Jawab Edward sambil menggunakan earphone.

Oliver mendesah. " Pejamkan saja matamu. Kau seperti mayat hidup. "

Edward hanya diam. Tidak menjawab.

Oliver memutar otak. Mencoba mengetahui apa atau siapa yang membuat Edward jadi uring-uringan.

Vanesa?

***

Lampu blitz berwarna putih menyala dan menyorot ke arah panggung. Seorang presenter yang membawa acara itu tersenyum cerah dan menyapa para penonton studio dan penonton yang saat ini sedang menyaksikan acara tersebut.

Edward duduk di meja tata rias sambil memandang kosong dirinya di depan cermin.

Kemudian salah seorang staff memanggilnya untuk segera bersiap dan naik ke panggungg.

Edward menghela nafas dan berusaha tersenyum setulus mungkin. Ia melangkah ke backstage. Dan kemudian suara presenter itu memanggil namanya dengan nyaring.

" Mari kita sambut... Edward Miles!!! "

Para penonton bersorak memekikkan telinga. Edward masuk ke atas panggung dan memaksakan seulas senyum.

" Wow. Anda nampak mempesona, Edward. "

Edward tersenyum tipis. " Terimakasih. "

Presenter itu menjawab dengan anggukan. " Ah, silakan duduk. "

Edward duduk d sebuah sofa berwarna merah dan tersenyum ke arah penonton serta kamera.

" Ya ampun. Senyummu sungguh mempesona. Aku bisa meleleh sekarang. " Canda sang presenter.

"Hahaha.. Kuanggap sebagai pujian. "

Presenter itu kemudian memulai sesi tanya jawab, entah kenapa Edward merasa pandangnya buram dan kepalanya terasa sakit.

" Baiklah. Kami semua sangattt.. penasaran. " Presenter itu tersenyum tipis memandang Edward. " Mengenai pacar misteriusmu. Yang diliput pada acara amal adalah inisialnya.. EM. "

Edward mengangguk.

" Apa itu hanya tipuan? " Presenter itu menaikkan kedua alisnya. " Karena menurut gosip anda sedang dekat dengan seorang fotografer. "

Fotografer.. Kenapa harus itu..

Edward tersenyum tipis, tapi perasaannya tidak enak. Ia kembali memikirkan Vanesa. " Terimakasih atas pertanyaannya. "

Edward memutar otak. Kepalanya terasa berdenyut-denyut.

" Gosip mengenai aku dekat dengan fotografer itu.. benar. Dan inisialnya memang EM. "

Mendengar jawaban itu penonton bersorak penasaran dan desahan iri.

Presenter itu bertepuk tangan bersemangat. " Sungguh? Apakah anda sering jadi modelnya? "

Edward tertawa kecil. Dan tawa itu ia paksakan. " Itu rahasia. "

Penonton mengeluh kecewa.

" Sebenarnya hubunganku dengannya belum jelas. "

Para penonton nampak geram menanti lanjutan kata-kata Edward. Penasaran sekaligus tidak rela idola mereka menjalin hubungan tidak jelas dengan seorang wanita yang identitasnya belum jelas juga.

" Lalu? " Tanya pembawa acara juga ikut penasaran.

Edward menebar senyum ke arah kamera. Dan menjawab, " Aku ha- "

Bruk!

Tubuh Edward terasa sakit karena sudah membentur lantai.

Yang Edward ingat hanyalah teriakan penonton, lampu-lampu blitz, dan.. Gelap.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro