⅌ Chapter 6 :⊰ Honesty.
⸙͎۪۫ ⊰Bab 6.
⸙͎ ೫ Honesty.
[ Kejujuran ]
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Ara, akhirnya kamu mengaktifkan mugen-mu.”
Suara halus [Name] membuat kerutan di dahi Gojo menghilang. Apa tadi dia berniat menghiburku? batin si pria.
“Huh?”
“Ne, Gojo-san, kamu tahu? Kadang di saat seperti ini, kamu lebih baik membiarkan perasaanmu keluar. Menahan perasaan sakit selamanya itu tidak baik, loh.” [Name] berujar dengan nada yang mengalun begitu tenang.
Hujan mulai mereda, membuat genangan air tidak lagi menciprati mereka hingga alas kaki basah. Si gadis melebarkan senyuman sampai kedua mata tertutup, membentuk lengkungan indah.
Kekesalan si pria perlahan mereda. Pandangannya mulai melembut dari balik kacamata hitam berlapis-lapis, mendengar ucapan [Name] yang mengalun menenangkan membuat jantungnya berpacu kencang. Ah, benar juga, jantungnya selalu seperti ini saat [Name] berada dalam radarnya. Ia melepas genggamannya pada buket bunga.
Gojo maju selangkah, mengikis jarak di antara dirinya dan [Name]. Menunduk masuk ke bawah payung sang gadis. Lalu, melepas kacamata hitam miliknya lantas merebahkan kepala di atas pundak kanan [Name]. Tangan Gojo melingkari pinggang mungilnya. Menarik membawanya semakin mendekat ke arahnya.
“Hehe, kamu satu-satunya orang yang memandangiku seperti itu, [Name]. Biarkan seperti ini sebentar,” ucap Gojo seraya mengeratkan dekapan.
Payung milik si gadis ia lepas dari genggaman pemilik tangan mungil it, meletakkan tangan kanannya di atas kepala [Name] agar gadis itu tidak terkena air hujan.
Semburat merah tipis perlahan menjalar dikedua pipi dan dengan kikuk [Name] menganggukkan kepala. “Okee,” jawabnya.
Selama beberapa menit mereka dalam posisi yang sama seperti itu. [Name] dapat merasakan sesuatu dari bahu kanannya, manik mata melebar sebentar disusul sebuah senyum kecil, tangan si gadis terangkat menepuk-nepuk punggung lebar Gojo.
Si pria kembali menegakkan tubuh tanpa melepaskan pelukan, sebelum [Name] melihat wajahnya, Gojo segera memakai kacamatanya kembali lalu melepas pelukan mereka. Senyuman terpasang, tangannya terangkat menepuk kepala [Name] dengan lembut.
“Kalau begitu, aku pulang dulu, ya!” [Name] menunduk, mengambil payungnya yang tergeletak begitu saja di sebelahnya.
“Sampai jumpa, Gojo-san!!” Tangan terangkat melambai dan langsung dibalas juga oleh Gojo. Pria itu memandangi punggung [Name] yang mulai mengecil di pandangan hingga hilang saat berbelok ke kanan.
Gojo merasakan sesuatu yang menyesakkan saat [Name] sudah hilang dari pandangannya. Karena tidak tahan, ia akhirnya memutuskan untuk mengikuti gadis itu dari belakang.
Rambut si gadis nampak berkibar, ia menoleh ke belakang. Mendapati Gojo yang berjalan di dengan santai dari arah sana. Si gadis memiringkan kepalanya, mengerjab beberapa kali kemudian melemparkan pertanyaan.
“Gojo-san, apa kamu punya tujuan arah yang sama denganku?”
“Aku pengen ke rumahmu ...,” jawab Gojo. Kini sudah berdiri di samping sang gadis.
Sang gadis mengejab beberapa kali. Kemudian, menganggukkan kepalanya. “Boleh. Ayo,” balasnya.
Gojo tersenyum senang. Ia melangkah semakin mendekati untuk masuk ke bawah payung si gadis. Lalu mengambil alih dari tangan [Name], tangan kirinya merangkul dan menariknya semakin mendekat. Saling berbagi payung.
“Kamu tadi darimana?” tanya Gojo.
“Oh, belanja. Bahan masakan di rumahku habis, jadi aku keluar dan pergi ke supermarket tadi~”
“Oohhh!”
[Name] lalu menyadari sesuatu. Lalu berkata, “Bukannya kamu tadi berdiri di dekat halte bus karena menungguku?”
“Aku tadi ingin kerumahmu, tapi tidak jadi saat melihatmu keluar rumah. Karena itu aku pergi ke toko bunga dan membeli satu buket, karena hujan, aku tidak jadi kesana dan berakhir menunggumu di dekat halte bus!!” Jelas Gojo ceria.
[Name] menganggukkan kepala.
“Tapi ..., kenapa kamu ingin ke rumahku?” tanyanya lagi.
Raut wajah Gojo berubah begitu cepat. Garis keceriaannya menghilang.
“... Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
“Masuklah.” Ia membuka pintu cukup lebar, mempersilahkan Gojo masuk ke dalam. Mengganti sepatu mereka dengan sandal rumah yang sudah disediakan.
Gadis itu naik kelantai dua setelah mempersilahkan Gojo duduk di sofa ruang tamu. Ia buru-buru masuk ke dalam kamar, segera mengganti bajunya dengan sweater dan celana olahraga hitam, mengambil handuk kecil kemudian turun ke lantai bawah lagi.
“Hii!” [Name] terperanjat. Ketika matanya mendapati pemandangan Gojo yang Shirtless.
“Aku sudah menelpon Ijichi untuk membawa baju ganti disini.”
Si gadis menetralisir debaran jantung yang terdengar kencang. Ia menganggukkan kepala atas perkataan Gojo. Tangannya terulur memberikan handuk kecil kepada si pria agar ia mengeringkan kepalanya sebelum terkena flu. [Name] menatap Gojo. Dan si surai putih menyadari tatapan yang dilayangkan [Name].
“Aku tahu aku se mempesona itu. Tapi, ditatap seperti itu cukup membuatku merona~!!” Suaranya terdengar menjijikan.
Si gadis memiringkan kepala. Ia menggeleng, lebih baik mengabaikan ucapan Gojo tadi.
“Gojo-san, apa kamu bisa terkena demam dan flu?” Tanya si gadis.
Gojo yang mengelap rambutnya menghentikan gerakan. Lalu menatap [Name] dengan alis berkerut. “Kamu anggap aku apa, huh?” ucapnya cukup cuek.
“Ah, gomeen!!” Ia mengangkat kedua tangan yang menyatu di depan wajah seraya menutup kedua mata dan mengulum bibir.
Gojo membuang ke sembarangan arah handuk yang sudah dipakainya. Melangkah mendekati [Name] dan dengan gerakan cepat menggenggam kedua pergelangan gadis itu menggunakan tangan kiri lalu mendorongnya ke tembok.
Kedua tangan [Name] berada di atas kepala dan dicengkram lumayan erat oleh Gojo. Pria itu mengurungnya, memajukan wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuhan, bibir mereka nyaris bertemu.
“Gojo-san?”
[Name] menatap Gojo dengan tatapan tanya.
“Kamu tidak takut?”
“Eh?”
“Kucing kecil~ aku bisa melakukan apapun yang kumau padamu sekarang, loh~!”
Tangan kanan Gojo yang awalnya menyentuh tembok berpindah menyentuh pinggang gadis itu. Mengusapnya naik turun hingga si gadis merasa tergelitik dan merinding. Perutnya terasa dipenuhi ribuan kupu-kupu.
“Aku punya pertanyaan.” Gojo melepas kacamata, memasukkannya ke dalam kantung celana.
“Pertanyaan apa?” tanya [Name] balik.
“Waktu itu kenapa kamu tidak datang ke belakang sekolah saat hari kelulusanku? Apa kamu tidak menerima surat dariku?”
Tubuhnya menegak mendengar ucapan Gojo. Mata melihat ke arah lain, tak ingin bersitubruk tatap dengan pemilik mata enam.
“Aku menerima surat itu, kok. Hanya saja ... kupikir, kehadiranku disana tidak dibutuhkan ...,” lirihnya di bagian akhir.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro