⅌ Bab 7 : ⊰ Reason.
⸙͎۪۫ ⊰ Bab 7.
⸙͎ ೫ Reason.
[ Alasan ]
.
· · ────── ·𖥸· ─────── · ·
“Aku menerima surat itu, kok. Hanya saja ... aku tidak benar-benar ke sana,” ucap [Name] melirih di bagian akhir.
Ingatan kembali ke masa lalu. Kala [Name] mendapat sebuah surat dari dalam lacinya. Nama Gojo tertera sebagai sang pengirim. [Name] yang tidak terlalu ingin ambil pusing sempat berpikir jika surat itu adalah salah satu keisengan Gojo untuk menjahilinya. Tidak mungkin ini surat serius kala terdapat sedikit noda darah di ujung surat.
Namun, [Name] berubah pikiran hingga datang ke belakang sekolah—tempat Gojo memintanya untuk bertemu lewat surat. Di balik gedung kelasnya. Waktu itu, ia berjalan dengan tenang seraya menatap sekitar, hingga langkahnya terhenti. Mata melotot. Kala mendapati Gojo yang tengah mengobrol dengan salah satu kakak kelas populer—setahu sang gadis.
Fujioka Emi. Dari gosip yang disebar Mori-sensei, gadis itu menyukai Gojo Satoru.
“Apa maksu--!” Gojo bungkam, tidak melanjutkan perkataannya saat melihat ekspresi yang ditunjukkan [Name]. Iris mata gadis itu tampak bergetar seraya menggigit bibir bawahnya. Jujur saja, mungkin ... Gojo benci melihat air mata itu mengalir keluar, “Souka ...,” jawabnya kemudian.
Si pria semakin mengikis jarak di antara mereka, hidung mancung benar-benar saling menyatu dengan gesekan, ketika bibir mereka berdua hendak bersentuhan, suara bel dari luar rumah menghentikan gerakan Gojo.
Si surai putih mengumpat kasar. Gojo melepas kurungannya, [Name] memanfaatkan situasi itu untuk pergi membuka pintu.
“Tunggu.”
Gojo menggenggam pergelangan tangan [Name] hingga membuat gadis itu berhenti berjalan.
“Kenapa?”
“Biar aku yang buka.”
Gojo berjalan mendahului [Name] seraya melepas genggaman tangannya.
“Gojo-san.”
“Yo! Ijichi! Mana bajuku?”
“Ha'i.” Ijichi mengulurkan kedua tangan, memberikan paper bag berisi pakaian kepada Gojo.
“Baiklah, kau boleh pergi.”
“Apa anda tidak ingin pulang, Gojo-san?”
“Tidak. Kurasa ... aku akan menginap disini.”
“Apa ini rumah barumu?”
“Kau banyak tanya Ijichi.”
“S-sumimasen!!!” Ijichi membungkukkan badan, sedikit gemetaran, kemudian berpamitan.
Gojo melambaikan tangan selama beberapa saat hingga ketika Ijichi telah hilang dari pandangan, Gojo menutup pintu dan berjalan masuk menuju ruang tamu.
“[Name] aku akan menginap disini, maaf, tapi bisa tunjukkan dimana kamar mandi? Aku juga ingin ganti baju.”
“Eh? Um, ikuti aku.”
Melangkah menaiki tangga. Gojo memerhatikan punggung [Name] dari belakang. Punggung mungil yang ditutupi rambut hitam panjang sepunggung. Tangan kanan Gojo dengan iseng memainkan ujung rambut [Name].
“Aku akan masak makanan, kamu bisa istirahat disini.”
“Ha'i~!”
Gojo memasuki kamar yang ditunjuk [Name], aroma harum menguar sampai ke penciuman si pria. Itu artinya kamar ini dirawat oleh baik-baik oleh si gadis. Ia melempar paper bag ke atas ranjang, lalu melangkah ke arah kamar mandi. Tak lama Gojo keluar dari dalam kamar setelah membersihkan diri, kemudian turun menuju lantai bawah untuk ke dapur.
Penciumannya mengikuti aroma sedap hingga sampai di tempat [Name] memasak. Dengan langkah hati-hati, Gojo berjalan mendekat sampai berhenti di belakang sang gadis. Tangannya terangkat melingkari pinggang [Name]. Memeluk gadis itu dari belakang.
Tubuhnya menegak, hanya sebentar, kemudian kembali relaks.
“Ah ... Kamu membuatku kaget,” ucap [Name].
“Aku masih kedinginan. Hangatkan aku,” ujar Gojo ambigu. Menenggelamkan wajahnya di bahu [Name].
“Kamu bisa cari wanita lain, Gojo-san.”
“Tapi ..., aku pengennya kamu ....”
“Gak mau.”
Tidak memberikan respon. Gojo menonton tangan [Name] yang sibuk memotong sayuran dengan lincah. Seraya mengeratkan pelukan di pinggang si gadis, hidungnya menghirup aroma harum dari leher [Name] hingga membuatnya merinding.
“Gojo-san, tolong, hentikan itu. Geli, tau,” ucap [Name] dengan suara kecil.
“Gak mau.”
Menggigit bibir bawah, wajah [Name] perlahan memerah. Gojo selalu seperti ini, sejak dulu bahkan ternyata sampai sekarang. Itu membuatnya semakin sulit untuk melupakan si surai putih.
“Hei, kucing kecil ....”
“Iya?”
Berusaha mengendalikan detak jantungnya. [Name] menjawab panggilan Gojo.
“Apa kamu selalu membiarkan setiap pria yang menyentuhmu seperti ini?” tanya Gojo dengan suara rendah.
[Name] mengejab. Kemudian, membalikkan tubuhnya menghadap ke belakang. Gojo melepas pelukan lantas menumpu kedua tangan di atas meja. Mengurung [Name] di antara lengannya. Manik hitam menatap netra ocean milik Gojo yang melorotkan kacamatanya. Kedua tangan [Name] terangkat, menangkup wajah tampan Gojo.
“Tidak. Jika itu pria lain, aku akan langsung membanting mereka,” jawab [Name] santai. t
Tanpa tahu efeknya bagi Gojo.
Pria itu terdiam selama beberapa saat dengan mata melebar serta raut wajah yang aneh. Kemudian wajah Gojo perlahan berubah warna dan disembunyikan dengan lengan kekarnya.
“Eh? Gojo-san ...?” [Name] heran melihat ekspresi Gojo yang menurutnya aneh.
“Tidak apa. Jangan khawatir.”
Gojo segera memeluk [Name] kembali untuk menyembunyikan ekspresi memalukan di wajahnya.
“Ne, lepasin, ya? Aku mau menyiapkan makan siang dulu ....”
Dengan berat hati Gojo melepas pelukannya, lalu berjalan ke arah meja makan. Membaringkan kepala di atas meja dengan lengannya sebagai bantal. Pikiran Gojo kembali berkelana. Penasaran dengan alasan [Name] yang terlihat tidak ingin bahkan sampai hampir menangis saat Gojo menyinggung hari kelulusannya. Hari di mana seharusnya Gojo menyampaikan perasaannya secara langsung.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
“Eh? Surat?”
[Name] berusia remaja mengambil kertas putih yang sedikit terkena noda darah. Tertulis nama Gojo Satoru sebagai pengirimnya.
“Apa dia sengaja memberiku surat ancaman?” Gumam [Name] menatap kertas itu di depannya.
Mengedikkan bahu. [Name] kemudian membuka surat itu meski merasa sedikit terganggu dengan aroma darah. Membaca setiap kalimat yang tertera disana, untungnya tulisan tangan Gojo tidak ikut terkena noda merah itu hingga [Name] masih bisa membacanya.
Sepulang sekolah, [Name] berjalan menuju ke belakang gedung kakak kelas. Gedung dimana kelas Gojo berada. Dia sempat berpaspasan dengan Geto yang tiba-tiba saja menyemangatinya begitu juga Shoko.
Tinggal beberapa langkah lagi, manik mata menangkap siluet Gojo yang sudah terlihat. [Name] hampir berlari dan berteriak memanggil nama Gojo, tapi tidak jadi saat melihat makhluk lain disana.
Makhluk lain itu adalah kakak kelas yang populer karena kecantikannya. Fujioka Emi. Dari gosip yang disebar Mori-Sensei, gadis itu menyukai Gojo Satoru. Karena menganggap dirinya pantas disandingkan dengan pria tampan seperti si surai putih.
[Name] menggigit bibir bawah, menunduk melihat lantai dengan pandangan mata berair, mundur beberapa langkah ke belakang.
Gadis ini memang terlalu rapuh dalam hal-hal seperti ini, untuk melawan kutukan, [Name] bisa dikatakan sedikit menyeramkan karena tidak memasang ekspresi apapun saat melawan mereka. Mau itu roh kutukan murni, atau manusia yang telah diubah menjadi kutukan.
“Dia tidak datang?”
Geto mengernyitkan alis saat melihat Gojo masih berdiri di belakang gedung kelas mereka. Awal niatnya ingin mendengar kabar bahagia, tapi ini yang dia dapat.
“Tidak ... dia kenapa tidak datang, ya?” ujar Gojo. Ia menengadah melihat langit yang hampir malam.
"Ayo, pulang, Satoru. Kau tidak mungkin menunggu sampai pagi tanpa kepastian seperti ini,"
“... Kau benar, Suguru.”
Setelah itu, Gojo tidak pernah lagi melihat [Name] di manapun. Di sekolah, maupun di rumahnya. Gadis itu pindah. Entah kemana. Menghilang dari hidupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro