Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Rain 9: Kabar Baik dan Buruk

"Aku menunggu Rain. Menunggu kepastian tentang apa yang terjadi sebenarnya, dan kuharap dia bisa bertahan."
-Andra-

"Ibu, Ayah, andaikan kalian meluangkan waktu sedikit saja untuk mendengarkan keluh kesahku, pasti kalian akan berubah pikiran untuk tetap tinggal bersamaku."
-Rain-

***

"RAINNN!"

Andra tak percaya ketika Rain pingsan begitu saja. Lantas, apa yang akan dilakukan selanjutnya? Lelaki itu membawa Rain ke rumah sakit dengan bantuan ambulans.

Hingga pada beberapa menit kemudian, sampailah mereka di rumah sakit. Rain langsung diarahkan ke ruang UGD dengan brankar yang tersedia. Begitu ruangan tertutup, Andra langsung menunggunya di luar.

Dalam hati, dia berharap, "Ya Tuhan, semoga saja Rain cepat sadar, karena dia pingsan sudah lebih dari sekali selama kami berteman. Ya ampun, aku takut kalau Rain ...."

Ucapan dalam hati itupun terhenti sejenak ketika mendapati Kiara dan seorang gadis asing sudah menghampiri Andra secara tak terduga. "Ehm, kamu kan yang namanya Kiara? Lalu siapa seorang lainnya itu?" tanya Andra.

Kiara mengangguk dan menjawab, "Namanya Kina. Kami hampir saja dibilang kembar, karena wajah kami tidaklah mirip seperti sepasang saudara kembar pada umumnya."

"Oh begitu. Salam kenal Kiara dan Kina."

Mereka pun mengucapkan perkataan yang mirip dengan yang dikatakan oleh Andra. Lantas setelah itu, Kiara bertanya, "Ada apa, Andra? Kau ngapain di sini?"

"Aku menunggu Rain. Menunggu kepastian tentang apa yang terjadi sebenarnya, dan kuharap dia bisa bertahan."

"Oh begitu. Ada apa lagi dengan Rain?" Kini, giliran Kina yang bertanya kepada seorang lelaki di hadapan dua orang gadis serupa tapi tak kembar.

Ingin rasanya untuk membeberkan semua yang terjadi kepada Kina dan Kiara. Namun, meski kedua tangannya sudah mengepal dengan sangat kuat, mulut pun takkan terbuka lebar untuk menceritakan semuanya. Hati kecilnya pun berkata, hanya Andra, Rain, dan Tuhan yang tahu akan permasalahan ini.

"Kina, Kiara, mau dari manakah aku ceritakan ini semua pada kalian? Aku ingin tahu," tanya Andra, seraya mewajibkan kedua gadis di hadapannya untuk segera menjawab pertanyaan itu.

Kiara dan Kina akan menjawab pertanyaan dari Andra dengan jawaban yang sama, tetapi hanya satu orang yang mewakili, yaitu Kiara. Dia menjawab, "Dari mana pun yang kau tahu tentang Rain yang barusan ini."

"Acak pun tak masalah, asalkan kami bisa memahami ceritamu," imbuh gadis itu lagi, yang langsung saja direspon dengan anggukan kepala oleh Kina.

Lantas, Andra menghela napas sejenak. Setelah itu, barulah dia berkata, "Tadi, kami habis mendaftar sebagai anggota di klub Authorisme. Kudapati bahwa aku dan Rain memiliki kesukaan yang sama terhadap Sastra. Jadi ya gitulah."

"Lalu?" tanya Kiara dan Kina bersamaan, saking menyimak penjelasan dari Andra dengan saksama.

Andra pun menambahkan apa yang diceritakannya barusan. "Ternyata ada persyaratan khusus, yaitu fotokopi Kartu Keluarga dan kartu pelajar. Makanya kami tak jadi mendaftar dan harus pulang terlebih dahulu."

"Lalu, intinya, apa yang terjadi pada Rain?" tanya Kiara, dan hampir saja dia tak bersabar untuk menunggu kelanjutan ceritanya--atau setidaknya, langsung to the point tanpa cerita-cerita yang menyimpang dari topik pembicaraan.

Andra lagi-lagi hanya menghela napas, mungkin sekitar sepuluh detik. Setelah itu, dia menyelesaikan ceritanya. "Pas kami mau pulang, aku menawarkan jasa titip fotokopi dokumen di tempatnya, tetapi dia menolaknya. Nah, mungkin dari sini, Rain itu sesak napas gitulah, sampai jatuh pingsan. Makanya aku membawanya ke sini, dan itulah ceritanya," tutup lelaki itu lagi.

"Oh begitu, kasihan sekali sama si Rain. Baiklah kalau begitu. Kita doakan supaya Rain baik-baik saja ya," ucap Kiara lirih, yang langsung di-'aamiin'-kan oleh Kina dan Andra.

Hingga pada beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang UGD dan memberitahukan kabar yang cukup menggembirakan dan membuat ketiga remaja itu terlihat lega karena kabar barusan.

"Permisi, adik-adik. Kalian dari pihak keluarga si pasien?"

Kina, Kiara, dan Andra pun hanya menggeleng, karena tak ada satu pun di antara mereka yang memiliki hubungan darah dengan Rain.

"Kami ingin memberitahukan kepada kalian kalau kondisi pasien baik-baik saja. Tenang ya. Nanti pasien sudah diizinkan pulang pada malam ini juga."

Alangkah bahagianya Kina, Kiara, dan Andra ketika mendengar kabar baik tersebut. Tak henti-hentinya mereka berterima kasih kepada dokter yang telah menyelamatkan nyawa Rain. Hingga pada pukul tujuh malam, ketiga insan itu sudah membawa pulang teman mereka menuju ke rumahnya.

***

Keesokan harinya, Rain berangkat ke sekolah lebih awal. Mengapa? Karena orang tuanya akan pergi meninggalkannya. Buat apa? Untuk dinas ke luar kota dan anak mereka tak diizinkan ikut, sehingga harus tinggal di rumah. Maka, untuk terakhir kalinya, mungkin, ibunya mengantar Rain ke sekolah, barulah mereka saling berbincang-bincang satu sama lain setelah sampai di depan gerbang.

"Bu, kapan Ibu akan kembali lagi?" tanya Rain dengan begitu lirihnya, karena sungguh, gadis itu tak bisa menerima apa pun yang terjadi.

Sebenarnya, berat rasanya bagi sepasang suami-istri untuk meninggalkan anak mereka sendirian, tetapi mungkin saja masih ada paman atau bibi yang akan menampung Rain di rumah mereka untuk sementara. Itupun kalau diizinkan, kalau tidak bagaimana? Selamanya Rain akan sendirian di rumah tanpa siapa pun.

Sebetulnya, ada seorang kakak yang akan kembali ke rumahnya, tetapi entah kapan hal itu bisa terjadi, dan baik Rain maupun orang tuanya, tak ada satu pun yang tahu akan kepulangan anak sulung tersebut.

"Rain, kalau kami tak sibuk lagi, kami akan segera kembali, kok. Tenang ya, insyaa Allah kami akan meluangkan waktu lebih lama untukmu, setelah semuanya berakhir," ucap ibunya lirih, seraya mengecup dahi milik si anak.

"Ibu ...." Airmata Rain mulai mengucur deras dan membuat pipinya basah seketika. Sebenarnya gadis itu ingin sekali mengutarakan apa yang dialaminya selama ini, bahwa dia sedang menderita penyakit yang cukup aneh, tetapi ... hal itu takkan mungkin terjadi.

Yang ada, dia hanyalah mengganggu tugas dinas yang dibebankan kepada ayah dan ibunya, sehingga Rain memutuskan untuk tutup mulut mengenai penyakitnya. Gadis itu mencoba untuk menerima kenyataan ini dengan berkata, "Ibu, jaga diri Ibu baik-baik. Rain akan merindukan kalian."

"Kamu juga ya Sayang. Nanti siap-siap ya kalau misalnya kakakmu akan kembali ke rumah kita. Ibu dan ayah sangat menyayangi kalian berdua," ujar ibunya lirih.

Setelah itu, kembali wanita itu menghidupkan mesin kendaraannya dan mengucapkan, "Selamat tinggal, Anakku. Sampai ketemu di lain waktu." Kemudian, kendaraan itupun melaju membelah jalan, tanpa memerhatikan kondisi Rain yang hatinya sangat terluka karena kepergian orang tua.

"Ibu, Ayah, andaikan kalian meluangkan waktu sedikit saja untuk mendengarkan keluh kesahku, pasti kalian akan berubah pikiran untuk tetap tinggal bersamaku."

Sepertinya itu hampir saja tak mungkin terjadi.

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro