Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Rain 5: Perwakilan Mendadak?

"Jangan pesimis dulu. Tak ada salahnya jika kita mencoba terlebih dahulu, bukan? Kuyakin bahwa kita pasti bisa kalau ada usaha dan juga doa."
-Kiara-

***

"Rainnn, Kiaraaa!"

Rain dan Kiara pun terkejut. Siapa yang baru saja memanggil mereka? Keduanya pun langsung mengalihkan pandangan ke sekitar, dan ternyata ... seorang lelakilah yang baru saja memanggil mereka.

"Ferry?" panggil Rain setelah mencoba-coba untuk mengingat nama seseorang yang ada di hadapan mereka.

Ferry pun menganggukkan kepala. Lalu, Ferry ada perlu apa dengan Rain dan Kiara? Apa hubungannya? "Ada perlu apa, Fer?" tanya Kiara itu kemudian.

"Kalian dipanggil oleh bu Sukma ke kantor guru, sekarang juga!" seru Ferry, sang ketua kelas yang diketahui tegas ketika memimpin kelas itu.

Tanpa membalas perkataan dari Ferry, Kiara dan Rain segera menuju ke kantor guru untuk menemui bu Sukma selaku wali kelas mereka.

***

Sesampainya di kantor guru, Kiara dan Rain menemukan bu Sukma sedang menilai tugas para muridnya. Lantas, sambil berusaha untuk tak mengganggu beliau, Rain pun bertanya dengan sopan, "Ada apa, Bu?"

"Jadi begini, kami, para guru, sepakat bahwa kalian berdua akan diikutkan dalam lomba tausiyah estafet, yang akan diadakan dalam beberapa hari ke depan."

Lantas, keduanya pun terkejut bukan main. Bagaimana bisa Rain dan Kiara diikutkan dalam lomba, sedangkan salah seorang di antara mereka sedang sakit? Ya, Rain masih sakit saat ini, dan entah kapan penyakit tersebut bisa diangkat dari tubuhnya.

"Bu, kenapa harus kami? Masih ada yang lain, Bu ...," ujar Rain lirih.

Bu Sukma pun tersenyum. Lantas, sehabis ini dia menjawab, "Karena kalian berpotensi untuk mendakwahkan ajaran Islam kepada khalayak ramai. Oleh karena itu, Ibu harap kalian berdua berpartisipasi dengan memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan."

Rain dan Kiara hanya menghela napas, pasalnya keduanya tak tahu lagi harus berkata apa selain menerima keputusan yang dilontarkan oleh ibu itu. Daripada terjadi "pertengkaran kecil" dengan bu Sukma, lebih baik keduanya memutuskan untuk mengalah dan keluar dari kantor guru. "Baiklah kalau begitu, kami permisi Bu. Terima kasih atas kepercayaannya," ucap Kiara pada akhirnya.

"Sama-sama. Semangat ya kalian. Ibu mendukung kalian," kata bu Sukma, sebelum akhirnya Rain dan Kiara pergi meninggalkan kantor guru.

***

"Aku tak paham lagi dengan orang itu. Mengapa bisa kita begitu percaya dengan orang asing? Dia sampai menabrakku tadi tuh," ucap Rain, saking kesalnya pada lelaki yang tadi.

Kiara yang mendengar ucapan dari Rain itupun hanya menggelengkan kepala. Semuanya sudah terjadi, takkan bisa lagi diubah dengan tangan orang yang bersangkutan.

Setelah itu, yang ada Kiara hanya menasehati Rain tentang hal yang lainnya. "Sudahlah, Rain. Lebih baik kita pikirkan lomba tausiyah itu. Kita berdua diikutkan di situ. Kita harus mencari materi yang enak dan dapat kita praktekkan juga," kata Kiara itu kemudian.

"Kenapa kita harus mengikutinya? Aku tida--"

"Jangan pesimis dulu, Rain, please. Tak ada salahnya jika kita mencoba terlebih dahulu, bukan? Kuyakin bahwa kita pasti bisa kalau ada usaha dan juga doa," ucap Kiara, teman sebangkunya itu.

Rain yang mendengarnya hanya bisa menghela napas berat. Dia masih tak menyangka ketika dirinya dan juga Kiara diikutkan dalam perlombaan tausiyah estafet Tak ada lagi yang dapat dilakukan selain menerima dan menerima.

Mereka juga yakin jikalau bu Sukma sudah mengurus pendaftaran untuk keduanya. Lagipula, perkataan dari beliau tak dapat ditarik lagi, seakan-akan itu sudah pasti dan tak dapat diganggu gugat. Sekalipun seseorang memutuskan sesuatu, takkan ada yang bisa membantahnya.

"Rain, mungkin lebih baik kau beristirahat, supaya nantinya kau bisa menghadapi lomba itu dengan maksimal," usul Kiara kemudian, yang tak direspon sama sekali oleh Rain, si gadis penyuka hujan itu.

Sungguh, Rain tak menginginkan menjadi perwakilan saat lomba, melainkan hanya hujan, hujan, dan hujan.

***

"Apa? Kalian berdua diwakilkan oleh bu Sukma?!" seru Lenia tiba-tiba.

Ceritanya, Rain dan Kiara menceritakan apa yang terjadi sedari tadi kepada si Lenia, sang sekretaris di kelas tersebut. Gadis itu kini duduk di depan meja kedua temannya, dengan badan menghadap ke arah mereka.

"I ... iya, Len. Kau tak percaya?" balas Rain kemudian, dengan sedikit terbata-bata.

Lenia hanya menggeleng. Mungkin yang ada di pikirannya adalah ... bagaimana bisa kedua temannya diwakilkan dalam lomba tausiyah estafet? Apakah dia tak mengetahui bakat yang mendalam ataukah ...?

"Aku masih tak percaya, Rain, Kiara. Tetapi yang bisa kukatakan adalah semangat untuk kalian. Tak ada usaha yang menghianati hasil, bukan?" ujar Lenia.

Rain hanya terdiam, seakan-akan yang diucapkan Lenia itu benar adanya. Dia tak bisa mengelak lagi.  Yang ada, gadis tersebut hanya meminta waktu untuk sendiri, dan dia pun segera beranjak dari bangku dan meninggalkan kelas.

Tersisalah Kiara dan Lenia yang kini saling berhadapan satu sama lain, seakan-akan tak percaya jikalau Rain sedikit syok karena kabar yang tadi. "Len, kalau dipikir-pikir, si Rain itu ... aku kasihan padanya," ujar Kiara lirih.

"Iya kasihan. Rain lagi sakit dan kita ... seakan-akan telah membebaninya," ucap Lenia kemudian, "lagipula kita tak pernah memberitahukannya akan apa yang terjadi pada dirinya."

Kiara hanya mengangguk pelan. Selama ini keduanya berusaha untuk menjaga suatu rahasia ini dari Rain, agar gadis tersebut tetap semangat dalam menjalani hidup, meski waktunya takkan lagi lebih lama ke depannya.

Hanya sedikit waktu yang tersisa bagi Rain untuk hidup di dunia, namun ... keduanya berusaha untuk menciptakan kenangan yang berarti bersama teman mereka yang satu ini.

"Apakah Rain akan baik-baik saja ketika kita memberitahukan rahasia ini padanya?" tanya Kiara yang kemudian suasana di antara mereka itu seketika hening, tak ada suara.

***

"Ya Tuhan, sebenarnya aku sakit apa sih?" tanya Rain di dalam hatinya, yang takkan mungkin terjawab oleh siapa pun, kecuali Kiara dan Lenia yang sedari tadi ingin menyembunyikannya dalam-dalam.

Rain kini tengah menikmati waktunya untuk sendirian. Dia memejamkan kedua matanya, berharap dirinya bisa menari-nari di saat hujan turun, namun setelah beberapa menit dia menunggu, hujan tak kunjung datang.

"Huft, hujan ... hujan. Datanglah engkau padaku," ucap Rain menggerutu dalam hatinya.

Tak lama kemudian, entah mengapa langit tiba-tiba mengabulkan doanya. Petir mulai bergemuruh, kilat mulai berdatangan. Tetapi kali ini, entah mengapa si Rain merasa takut akan hal itu.

"Astaga, kenapa dengan petir dan kilat sekarang ini? Apakah ini yang namanya ...?" Tak lama kemudian, Rain tak lagi melanjutkan pertanyaannya.

Suara guntur semakin nyaring, dan kilat semakin ganas saat ini. Seakan-akan kilat ingin menyambar seluruh bangunan di muka bumi ini. Mungkinkah hujan yang satu ini membawa bencana?

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro