Rain 17: Ketika Perwakilan Dipanggil
"Percayalah dengan kemampuan sendiri. Tunjukkan yang terbaik dan kita pasti bisa melewatinya. Jangan lupa tawakkal dan berdoa. Insyaa Allah kita pasti berhasil."
-Rain-
***
Keesokan harinya, hujan kembali turun dengan derasnya. Seorang gadis penyuka hujan seperti Rain merasa kebingungan akan caranya untuk pergi ke sekolah jikalau tak ada yang bisa dijadikan tukang antar jemput. Menurut kejadian yang diingat-ingat oleh gadis itu, hujan sudah turun sejak pukul dua dini hari, dan sampai sekarang masih berlangsung.
Sejujurnya, gadis itu merasa sangat kesal ketika harus menderita karena tak ada orang yang akan selalu mengantar jemput dirinya untuk hari ini. Sepertinya dia ingin menelepon Kiara, Lenia, atau bahkan Andra, tetapi percuma saja, mungkin takkan ada yang mau mengantarkan dirinya.
Hingga pada beberapa saat kemudian, Rain mencoba untuk menelepon ojek online, berharap akan ada keajaiban yang menyelimuti dirinya. Berharap bahwa ojek itu memahami kondisinya serta mengantarkan Rain menuju ke sekolah.
Untung saja waktu masih menunjukkan pukul lima pagi, sehingga Rain memiliki waktu satu jam lebih untuk membuat keputusan mengenai siapa yang akan mengantarnya ke sekolah.
Hingga sekarang, Rain sudah berani menelepon ojek online, mungkin untuk kedua kalinya. Tak lama kemudian, suara itu tersambung. "Halo, dengan ojek online di sana 'kan?"
"..."
"Oh ya, Pak. Saya akan memesan ojek untuk mengantarkan saya ke sekolah, di jalan Parit Mayor, masih deretan sama Restoran Inu. Waktunya sekitar pukul enam lewat lima belas menit, Pak. Bisa?" tawar Rain kemudian, berharap akan ada ojek yang mengerti kondisinya yang sekarang.
"..."
"Iya, Pak. Nanti jemput saya saja di rumah. Nanti saya kirim pesan ke Bapak mengenai alamat rumah saya, ya," ujar Rain lagi.
"..."
"Oke, Pak. Sampai nanti, terima kasih." Setelah itu, panggilan telepon pun terputus. Alangkah leganya Rain sekarang ini, karena dirinya sudah mendapat ojek online yang akan mengantarkan dirinya.
***
Satu jam tiga puluh menit kemudian, sampailah Rain di sekolah. Dengan biaya ongkos antar yang mencapai sepuluh ribu rupiah, Rain dapat menikmati fasilitas ojek online dengan baik. Gadis itu terlihat sangat bahagia karena ternyata ada juga solusi atas masalah yang dihadapinya.
Hingga pada beberapa menit kemudian, gadis itu tiba-tiba dipanggil oleh seorang teman yang juga baru datang kala itu. Napasnya tersengal-sengal, membuat Rain terlihat begitu heran dengan dibuktikan oleh kernyitan dahinya. "Ada apa, Tika?"
"Itu, Rain. Aku mau memberitahukan sesuatu padamu, bahwa ... kau dipanggil sama bu Ranti sekarang juga!" seru Tika kemudian.
Lantas, Rain mengernyitkan dahinya. Untuk apa bu Ranti memanggilnya? Itulah pertanyaan yang kini bersarang di otaknya. Hingga pada beberapa saat kemudian, datang juga si teman sebangkunya, Kiara.
"Kayaknya kita didaftarkan ikut lomba deh, Rain. Tausiyah estafet, kau masih mengingatnya 'kan?" duga Kiara seraya mengucapkannya dengan begitu lirih dan penuh kekecewaan.
Seketika itulah, Rain terkejut bukan main. Masih saja guru-guru pada mencari dan mewakilkannya dalam perlombaan itu, padahal belum bakatnya dia berada di situ.
"Mengapa mereka masih pada mencariku sih? Heran," gerutu Rain setelah itu.
Kiara hanya bisa mengidikkan kedua bahunya, begitu juga dengan Tika. Hingga Rain terlihat sangat kesal dan menarik tangan teman sebangkunya seraya berseru, "Ayo kita ke ruang guru dan selesaikan ini semua!"
"I ... i ... iya Rain," ujar Kiara lirih, seraya pasrah karena tangannya dijadikan kelinci percobaan untuk ditarik oleh teman sendiri menuju ke kantor guru.
***
Sesampainya di kantor guru, Rain dan Kiara menghampiri meja bu Ranti, guru yang diperkirakan akan membimbing mereka untuk menghadapi lomba Tausiyah Estafet. Tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu, keduanya pun bertanya secara bersamaan, "Ada apa, Bu?"
"Jadi kalian siap dibimbing untuk mengikuti lombanya 'kan? Kita akan mulai latihan mulai hari ini di mushola sekolah, setelah pulang nanti," kata bu Ranti tanpa basa-basi lagi.
Seketika, Rain dan Kiara mulai syok ketika mendengar sedikit perintah dari bu Ranti yang akan dijadikan guru pelatih itu. Bagaimana mungkin mereka bisa latihan jikalau diberitahukan secara mendadak? Itulah yang terpikir di benak keduanya sekarang ini.
Hingga pada saat keduanya tak memutuskan untuk berbicara, bu Ranti berujar lagi, "Tenang saja, anak-anak. Kalian akan diajarkan secara perlahan-lahan, jadi tak secara terburu-buru, biar kalian menikmati persiapan untuk lombanya nanti."
"Boleh tanya sesuatu tidak, Bu?" pinta Rain secara tiba-tiba, yang langsung diangguki oleh guru yang sama, alias membolehkan siswinya untuk bertanya.
Lantas, Rain pun menghela napas sejenak, kemudian bertanya, "Kalau boleh tahu, kapan diadakan lomba itu, dan di mana? Lalu, kalau misalnya kami kalah, bagaimana, Bu?" Mendengar pertanyaan yang tadi, Kiara pun menyetujui apa yang ditanyakan oleh teman sebangku satu-satunya.
Setelah itu, bu Ranti pun menjawab dengan penuh kesabaran, "Lomba itu akan diadakan di Masjid Ar-Rahman yang ada di Jalan Patriot, lebih tepatnya lima hari dari sekarang. Lalu mengenai menang atau kalahnya, jangan pernah berputus asa. Tetaplah semangat dan jadilah yang terbaik. Paham?"
"Baik, Bu. Kami memahaminya. Terima kasih," ucap Rain dan Kiara secara bersamaan.
Bu Ranti pun terlihat lega karena kedua siswinya juga mengerti akan apa yang disampaikan oleh mereka.
***
"Rain, aku tak merasa yakin soal lomba itu, jadi bagaimana?" keluh Kiara secara tiba-tiba, sedangkan yang ditanya pun hanya bisa terdiam tanpa menjawab. "Lagipula, aku sangat tak berbakat di dalam penyampaian hal-hal yang berkaitan dengan agama. Aku takut salah dalam menyampaikan informasi, nanti kalau salah bisa-bisa kita dihujat oleh massa," imbuhnya lagi.
Rain mengerti akan keluhan yang diutarakan oleh Kiara. Dia juga merasakan hal yang sama seperti yang dialami temannya. Lantas, gadis itupun mencoba untuk tetap tenang dan menasehatinya sedikit demi sedikit.
"Kiara, aku tahu perasaanmu. Jujur, aku juga sama sepertimu, merasa tak yakin akan hasil yang akan didapat itu sesuai dengan usaha yang kita lakukan selama ini. Namun yang bisa kuberitahukan padamu adalah percayalah dengan kemampuan sendiri. Tunjukkan yang terbaik dan kita pasti bisa melewatinya. Jangan lupa tawakkal dan berdoa. Insyaa Allah kita pasti berhasil, Kiara," ujar Rain kemudian.
Lantas, Kiara pun mengangguk-angguk, dia menyetujui akan apa yang diucapkan oleh temannya mengenai hakikat dalam perlombaan. Maka, gadis itu tak lagi mengeluhkan hal yang sama dan mulai menjalani hidup yang ada.
Hingga pada beberapa saat kemudian, suatu panggilan masuk ke ponselnya Rain, terbukti dari nada dering yang baru saja berbunyi dan terdengar olehnya. "Duh, siapa lagi sih yang meneleponku?"
Lantas, gadis itupun segera mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Setelah dicek oleh gadis itu, ternyata ....
"Kakak?"
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro