Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Rain 11: Curahan Hati Raindra (2)

"Jikalau aku menjadi abangmu, kau ikut aku saja, daripada harus memilih satu di antara dua orang yang memiliki keinginan yang sama untuk berpisah."
-Pian-

***

"Cekcok apaan? Bisakah kau menceritakan hal itu lebih rinci padaku?"

Lantas, Andra hanya bisa diam. Apakah dia akan menceritakan semuanya pada Pian, atau bahkan hanya sampai di sini saja?

Karena respon dari Andra itulah, Pian harus menunggu Andra lebih lama lagi. Suasana yang hening, ditambah matahari yang terus-menerus bergeser ke arah barat, itulah suasana yang menyelimuti kedua orang lelaki dari kelas yang sama.

Namun, pada akhirnya, Andra pun menceritakan apa yang terjadi, tetapi tak semuanya. Dia menjawab, "Mama dan papaku sudah biasa bertengkar, kebanyakan karena hal-hal yang sepele. Aku pun jadi menggeleng-gelengkan kepala saking tak tahu apa yang harus dilakukan untuk melerai pertengkaran mereka."

"Memang sih, siapa pun kita, tak boleh ikut campur sama urusan orang tua masing-masing," ujar Pian kemudian.

Tetapi Andra tak setuju dengan apa yang dikatakan Pian. Dia malah berseru, "Tidak, Pi! Apa yang kau katakan itu ada salahnya juga. Masa kita tak boleh melerai pertengkaran orang tua kita?!"

"Karena kehadiran kita juga bisa menjadi biang malapetaka karena orang tua tak suka jika anaknya ikut campur," kata Pian secara langsung, dengan memikirkan hal itu dari sudut pandang yang berbeda.

Andra pun sebenarnya memahami ujaran dari Pian dan tak ingin ikut campur lagi dengan urusan orang tuanya, tetapi tetap saja sikapnya tak berubah, seakan-akan tak ada yang bisa menggoyahkan pendiriannya.

Dia kembali berseru, "Tetapi kalau akhirnya mereka bercerai, bagaimana, Pian? Kau mau tanggung jawab?!" Setelah mengatakan demikian, terdengar suara isakan tangis dari Andra, seakan-akan tak tahu lagi akan apa yang harus dikatakannya. Hatinya benar-benar hancur karena perceraian itu. "Dengarkan aku, Pian. Aku tak tahu harus tinggal dengan siapa, karena setelah sidang perceraian ini usai, aku harus memilih antara ikut papaku atau mamaku, dan kutak bisa ...."

Pian pun merasa iba akan kisah pilu yang didengarnya dari Andra. Lantas, lelaki China itu langsung memeluk temannya yang terlihat sangat rapuh ketika mendengar kabar perceraian itu dengan telinganya sendiri.

"Jikalau aku menjadi abangmu, kau ikut aku saja, daripada harus memilih satu di antara dua orang yang memiliki keinginan yang sama untuk berpisah." Begitulah yang dikatakan Pian kepada Andra. Dia terlihat begitu serius saat menenangkan temannya yang merasakan pedihnya kesedihan di dalam hidup.

Andra hanya terdiam sambil menangis, seakan-akan sulit baginya untuk menghentikan tangisan yang dibuat karena kasus yang cukup berat baginya. Sedangkan Pian merasa kewalahan karena tak dapat menenangkan temannya sendiri.

Akhirnya yang ada, Andra ingin pergi meninggalkan Pian untuk sementara, dengan tujuan ingin menyendiri terlebih dahulu. "Pian, aku mau sendiri dulu. Kalau kau ketemu Rain, bilang kalau aku ingin menyendiri sejenak," ucap Andra lirih, seraya menitip pesan pada Pian jikalau Rain datang dan mengenalinya.

"Baiklah, Andra. Kuharap ini takkan lama. Cepat sembuh ya, hatimu."

Andra hanya tersenyum tipis seraya tak ingin membalas ucapan Pian yang barusan. Lantas, lelaki berkulit sawo matang itupun pergi meninggalkan temannya sendiri, tak peduli apakah Rain mencarinya atau tidak.

***

"Rainnn, oh Rain!"

Lenia menemukan Rain yang sedang termenung sendirian di sisi lain dari taman kota. Untung saja dia belum menemui Andra dan Pian yang sedari tadi sedang berbincang-bincang di depan mereka, meski jaraknya cukup jauh.

"Hm?" gumam Rain singkat ketika sudah mengalihkan pandangan ke arah sumber suara.

"Kau kenapa lagi sih, Rain? Masih memikirkan tentang penyakitmu?" tanya Lenia, seakan-akan dia membutuhkan jawaban sesegera mungkin dari teman sendiri.

Rain menghembuskan napas dengan sangat kasar, sebab bukan hanya itu saja yang dipikirkannya, tetapi soal yang lainnya juga. Kalian tahu? Gadis itu tetap saja mengharapkan kedatangan orang tuanya yang akan kembali ke rumah, meski hal itu mustahil terjadi dalam waktu yang singkat.

Namun pada akhirnya, Rain pun menjawab pertanyaan dari Lenia karena masih memiliki hati nurani untuk tak menyakiti hati temannya sendiri. "Bukan hanya itu yang kupikirkan, Len. Masih ada lagi yang kuhadapi untuk saat ini," ujar gadis itu dengan lirihnya.

Lantas, Lenia pun penasaran. Jiwa kepo mulai muncul di dalam dirinya. "Masalah apa lagi sih, Rain? Dari tadi masalah terus yang kau pikirkan."

"Memangnya kau mau tahu tentang masalahku?" Ketidakpercayaan mulai mengakar pada diri Rain, saking masih kesalnya karena Lenia dan Kiara menutupi rahasia tentang penyakit yang diderita si gadis penyuka hujan ini.

Lenia pun juga tak percaya ketika Rain menganggapnya sebagai orang asing sekarang ini. Lantas, gadis itu harus mengembalikan kepercayaan Rain dengan meyakinkan seorang teman di hadapannya.

"Asal kau tahu, Rain. Aku masih sayang padamu. Tolong jangan buat aku tak percaya akan perubahan sikapmu pada kami. Ceritakan saja apa yang terjadi padamu, insyaa Allah kami bisa memberikan solusi yang terbaik untuk kau," ucap Lenia, berharap Rain akan menceritakan sesuatu padanya.

Maka, Rain pun berkata kepada Lenia, "Len, orang tuaku itu lagi pergi dinas ke luar kota. Entah kapan mereka bisa kembali untukku. Aku selalu tinggal sendirian di rumah tanpa siapa pun di sana. Sampai kapan aku hidup seperti ini huh?"

Ya, Rain menggerutu kesal karena tak ada siapa pun yang akan memotivasinya untuk tetap semangat dalam menjalani hidup yang akan terasa singkat. Sungguh, takdir dari Tuhan sangat menyakitinya, seakan-akan tak ada lagi kasih sayang yang Tuhan ciptakan untuk Rain, begitulah yang ada di pikiran gadis itu selama ini.

"Len, kau tak selamanya sendirian. Ada aku di sampingmu. Jangan terlalu didramatisir oke?" ucap Lenia seraya ingin menenangkan diri teman sendiri.

Rain hanya menggeleng dan pasrah. Dia tak lagi merasakan kehangatan di dalam keluarga. Kini, gadis itu berharap akan kembalinya seorang kakak yang sangat disayanginya. Oh ya, satu hal lagi. Hujan takkan lagi turun di kota itu. Rain juga bakal sangat merindukannya.

"Satu hal lagi, Len. Kapan hujan turun?"

Pertanyaan itu sukses membuat Lenia bungkam. Dia tak tahu harus menjawab apa sampai-sampai kepalanya pun terasa pusing ketika memikirkan hal itu. Saking puyengnya, Lenia berkata, "Sebaiknya kau tak usah memikirkan hujan dulu, Rain. Pikirkan dulu soal masalahmu yang sendirian itu."

"Aku tahu, dan ini sangatlah berat. Aku sendiri adalah seorang gadis penyuka hujan," ujar Rain pasrah.

"Rain, tolong tatap aku."

Lantas, Rain pun menatap Lenia lekat-lekat. Apa yang akan terjadi selanjutnya?

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro